8.

8.6K 695 31
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
________________________________________

Saat sampai di kelas, Aksa segera menaruh tas dan duduk di tempat duduknya dengan damai sembari memainkan ponsel miliknya. Melihat kedatangan Aksa, kelima anak Argos cepat-cepat mendekat ke arah ketuanya itu.

"Woy, Sa!" panggil Satya.

Aksa menoleh sekilas. "Kenapa?" Lalu, ia pun kembali fokus pada ponselnya.

Satya, Gio, Ziad, Cesario, dan Yova duduk di dekat tempat duduk Aksa. Mereka sama-sama memandangi wajah Aksa secara saksama.

Merasa diperhatikan, dan tak ada pembicaraan di antara mereka, akhirnya Aksa menatap kelima temannya dengan alis saling bertaut. "Kalian kenapa si? Jangan ngeliatin gue kayak gitu-lah!"

"Bentar, wajah lo keliatannya kusut banget. Lagi ada masalah?" tanya Cesario.

Aksa menghela napas panjang. Jika ditanya apakah dia ada masalah, tentu saja jawabannya adalah iya. Sampai sekarang, Aksa belum bisa menyelesaikan masalahnya itu.

Aksa berharap, semua ucapan Cia di parkiran tadi benar. Mungkin, dengan Cia menolak perjodohan ini, maka Gavin tidak akan memaksanya lagi.

"Iya!" balas Aksa kemudian.

"Wah, masalah apa?" Ziad mulai tertarik dengan pembicaraan yang menyangkut masalah Aksa.

"Ck! Gue dijodohin sama Cia, gila nggak tuh?!" Aksa berdecak pelan.

Mendengar penuturan Aksa tadi. Sontak, mata kelima temannya membulat sempurna.

"Apa?! Serius lo?!" Gio masih tidak percaya.

"Gue serius."

"Tapi kalau diliat-liat lo cocok kok sama Cia, apalagi lo sama Cia kan sahabatan dari kecil," tutur Satya sembari menatap ke arah Cia yang tengah duduk sendirian di baris depan.

Sekali lagi, Aksa merasa lelah. Harus bagaimana ia menjelaskan kepada teman-temannya kalau ia tidak mencintai Cia? Aksa hanya menyayangi Cia selayaknya sahabat, itu saja tidak lebih.

"Ya, terserah lo! Gue capek!" Aksa bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kelas.

"Aksa!" Satya memanggil Aksa sedikit berteriak, namun sang pemilik nama sama sekali tak menggubris panggilannya.

"Gara-gara lo, Aksa jadi marah!" ucap Gio terlihat menyalahkan Satya.

"Dianya aja yang lagi badmood, bukan salah gue dong." Tentu, Satya tidak mau disalahkan.

"Susah ya ngomong sama orang kek lo!"

Satya menatap tajam Gio, kedua insan itu memang tidak pernah akur jika disatukan. "Kalau gitu nggak usah ngomong sama gue! Urusin aja tuh pacar lo yang berceceran di jalan!"

"Eh, Anjir! Satu aja gue belum punya!!!"

"Gue nggak ...."

"Diem!" Belum sempat Satya melanjutkan ucapannya, Cesario sudah memotongnya terlebih dahulu. "Nanti malem kita kumpul di markas."

°°°°°°

Tatkala Aksa sedang berjalan di koridor lantai dua, tanpa sengaja ia menabrak seseorang sehingga membuat orang yang ia tabrak terjatuh.

"Aduh!" ringisnya.

"Maaf." Aksa langsung mengulurkan tangan kanannya--berniat membantu.

Saat gadis itu mendongakkan kepala, sontak Aksa terkejut, ternyata dia adalah Luna. Cepat-cepat cowok itu meraih tangan Luna untuk membantunya berdiri.

"Sorry, Lun. Gue nggak sengaja," papar Aksa.

"Nggak papa." Luna menjawab dengan singkat.

Tunggu dulu, ada yang aneh di sini. Mengapa sikap Luna berubah? Mengapa sikapnya terkesan dingin dan cuek hari ini? Apakah semalam ia membuat kesalahan pada Luna?

"Luna ...."

"Oh ya, Aksa. Masalah kemarin lupain aja," ujar Luna tiba-tiba, membuat Aksa mengerutkan keningnya samar.

"Masalah yang mana?"

"Syarat supaya aku mau maafin kamu, itu lupain. Aku udah maafin kamu, Sa." Tak ingin berbincang lama dengan Aksa, Luna pun akhirnya melangkahkan kakinya menjauh dari cowok itu.

Ini merupakan cara yang terbaik agar Luna tidak semakin mencintai Aksa. Luna sendiri tidak tahu mengapa ia bisa mencintai cowok yang mendapat label most wanted di sekolahnya.

Padahal sudah jelas, kedekatan Aksa dan Cia telah menjawab semuanya kalau mereka berdua memiliki hubungan yang lebih dari sekadar sahabat, namun rasa cinta yang tumbuh di hati Luna untuk Aksa tak pernah ia perkirakan akan tumbuh dengan cara yang seperti ini.

"Luna, tunggu!" teriak Aksa, ia berlari mengejar Luna, lalu menggenggam erat pergelangan tangan gadis itu.

"Lo kenapa? Apa lo sakit, Lun?"

Luna menggeleng, air mata entah sejak kapan mengalir dari pelupuk matanya. "Lepasin tangan aku, Aksa! Aku nggak sakit."

"Nggak, sebelum lo jelasin kenapa lo bersikap kayak gini ke gue!" Aksa melayangkan tatapan teduh ke manik mata cokelat milik Luna.

"Sebaiknya mulai sekarang kamu jauhin aku!" Nada suara Luna penuh penegasan, gadis itu menekan setiap kata yang ia ucapkan.

"Apa maksud lo?" Wajah Aksa yang tadinya khawatir kini berubah menjadi datar.

"Aku cinta sama kamu, Aksa!" Kata-kata yang tak sengaja keluar dari mulut Luna, membuat gadis itu susah payah menahan rasa malunya.

Mengapa mulutnya ini tidak bisa dikompromi? Sekarang, mau ditaruh di mana wajah Luna yang sudah terlanjur merasa malu?

Luna pun menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya. Bisa dipastikan wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus. Kenapa aku jujur? batin Luna.

Namun hal tersebut tak membuat Aksa marah, justru Aksa merasa sangat bahagia.

"Luna, apa yang lo bilang tadi bener? Lo nggak bercanda, kan?" ucap Aksa, berharap apa yang didengarnya tadi merupakan kebenaran.

"Mm ... anu ... apa ya? Aku mau ke kelas dulu, lupa belum ngerjain PR."

Ketika Luna baru saja melangkahkan kaki meninggalkan Aksa, tiba-tiba suara Aksa benar-benar menyeruak di pendengarannyan dan membuat ia mematung di tempat.

"GUE JUGA CINTA SAMA LO, LUNA!!!"

Sontak, siswi-siswi yang tengah berlalu-lalang di koridor menatap ke arah Aksa dengan tatapan terkejut setengah mati.

Sontak, siswi-siswi yang tengah berlalu-lalang di koridor menatap ke arah Aksa dengan tatapan terkejut setengah mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang