20.

16.8K 1.3K 531
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________

Aksa menjatuhkan dirinya di atas kasur. Mengusap wajahnya gusar, lalu tatapan matanya jatuh pada koper milik Cia. Seharusnya, Aksa membiarkan Cia pergi dari hidupnya. Tetapi, mengapa ia tidak bisa?

Apakah rasa cinta itu sudah tumbuh? Tidak! Aksa tidak boleh mencintai Cia. Terlebih, sekarang Luna sedang hamil. Aksa harus bisa bertanggung jawab atas kehamilan Luna.

Tak berselang lama, ponsel milik Aksa berdering, tertera nama Aluna di ponselnya. Dengan cepat ia menekan tombol hijau tanda menerima panggilan.

"Halo," ucap Aksa, nada suaranya terkesan malas. Namun, mendengar isakan dari seberang sana, membuat Aksa langsung berdiri dan merasa khawatir.

"Lo kenapa?"

"A--Aksa, kamu bisa ke rumah aku sekarang?" tanya Luna dengan suara parau.

"Sebenernya ada masalah apa, Lun?"

"Ke sini aja. Cepetan!"

Mendengar penuturan Luna barusan, Aksa pun segera melenggang pergi keluar dari rumahnya menuju rumah Luna. Bahkan, ia lupa pada Cia yang masih dikunci di dalam kamar mandi.

Sesampainya di sana, Aksa memarkirkan motornya di pekarangan rumah Luna. Tak jauh dari tempatnya berada, ia melihat Luna yang tengah duduk seorang diri di taman rumahnya.

Karena merasa begitu khawatir, Aksa langsung berlari menghampiri perempuan itu.

"Luna!" panggil Aksa.

Luna menoleh, ia bangkit dan menghamburkan diri ke dalam dekapan hangat Aksa. Aksa tidak mengerti apa yang terjadi pada Luna. Melihat Luna yang menangis tanpa henti, membuatnya mengurungkan niat untuk bertanya.

"Aksa, makasih kamu udah mau dateng nemuin aku," ucap Luna.

Tangan Aksa terulur untuk mengelus lembut rambut panjang Luna. "Iya, sama-sama." Ia melepas pelukan Luna, lantas menangkup kedua sisi pipi perempuan itu. "Ada masalah? Semua keluarga lo udah tau tentang kehamilan lo?"

Luna menggeleng. "Belum, aku nggak berani buat ngasih tau mereka. Apalagi sama nenek aku. Sebelum aku hamil aja dia udah nggak suka sama aku. Kalau dia tau aku hamil, dia pasti bakalan ngusir aku dari rumah ini, Sa."

Aksa menunduk, ia tidak tega dengan Luna. Masalah seperti ini terjadi karena kesalahannya. Walaupun Aksa tidak mengingat kejadian itu, tetapi dia yang merasa paling bersalah di sini.

"Aku takut, Aksa." Air mata menggenang kembali di pelupuk mata Luna. Saat air mata itu luruh, Aksa langsung mengusap lembut air mata pacarnya.

"Maafin gue, Lun. Gara-gara gue, hidup lo jadi susah kayak gini."

"Nggak papa, semuanya udah terjadi. Kamu nggak akan tinggalin aku kan, Aksa?"

Aksa tersenyum manis ke arah Luna. "Tentu aja enggak akan dong."

Setelah menemui Luna dan berkumpul dengan anggota Argos di markas, Aksa kini sudah berada di rumah. Ketika ia melihat ke arah jam tangan miliknya, ia mendesah berat tatkala jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Merasa badannya sangat lengket, ia pun memutuskan untuk membersihkan diri di kamar mandi.

Ah iya, Aksa baru teringat kalau dia mengunci Cia di sana. Cepat-cepat cowok itu membuka pintu kamar mandi untuk melihat keadaan istrinya. Namun, Aksa tak menemukan Cia di dalam kamar mandi tersebut. Di mana Cia? Apakah dia kabur?

Matanya melirik ke arah ranjang. Aksa tak menemukan koper Cia. Sekarang, sudah bisa dipastikan kalau Cia sudah pergi meninggalkan dirinya.

"Nggak!" Niatnya untuk mandi pun ia urungkan. Kini, Aksa berlari menuju garasi untuk mengambil motor dan melesat pergi menuju rumah Adit--mertuanya.

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang