Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________Saat istirahat, Cia melihat Luna tengah duduk sendiri di kantin. Ya, karena kedua teman gadis itu tidak masuk hari ini.
Tanpa menunggu waktu lama, Cia mendekat. "Hai, Lun," sapanya.
Luna menoleh, ia tersenyum manis ke arah Cia. "Hai juga, Cia."
"Gue duduk di sini nggak papa, kan?" tanya Cia berbasa-basi.
"Nggak papa dong."
Cia meneliti wajah Luna. Wajah gadis itu benar-benar lugu, tak ada semburat kejahatan di sana. Tetapi mengapa pada kenyataannya malah sebaliknya?
Muka dua ya kayak gini, batin Cia.
Luna yang merasa diperhatikan oleh Cia mengerutkan keningnya samar. "Kamu kenapa ngeliatin aku begitu, Ci?"
Mendengar penuturan Luna barusan, langsung saja Cia mengalihkan atensinya. Ia mengerjapkan mata beberapa kali, lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Gue ... mm ... cuma kagum aja sama lo, Lun." Ah sudahlah, hanya jawaban itu yang terlintas di benak Cia.
"Kagum? Kagum kenapa?"
"Lo tuh orangnya baik, cantik, lemah lembut lagi. Nggak heran kalau banyak cowok yang suka sama lo," ucap Cia, sengaja membuat Luna merasa senang atas pujiannya. Ini adalah langkah awal Cia untuk mendekati Luna. Tidak salah bukan jika ia melebih-lebihkan sedikit tentang Luna?
"Ih, apaan si? Kamu juga cantik, Cia." Luna memegang bahu Cia, namun sang pemilik nama hanya tersenyum paksa.
"Boleh nggak, Lun, kalau gue jadi sahabat baik lo?"
Lagi-lagi Luna tersenyum, gadis itu mengangguk takzim. "Ya pasti bolehlah."
"Makasih banyak, Luna." Sontak, Cia langsung memeluk tubuh Luna erat, sangat erat.
"Iya, sama-sama."
Gue akan ngebongkar semua kebusukan lo di depan suami gue. Dalam dekapan tersebut, Cia tersenyum smirk.
°°°°°°
Sementara di lain tempat, anggota inti geng Argos sedang bersantai di rooftop sekolah. Memang hanya rooftop sekolah-lah yang bisa menjadi tempat untuk mereka bersantai.
Satya, Gio, dan Yova asyik bermain game. Cesario tengah berduaan dengan Andini--pacar barunya di ujung rooftop. Sedangkan Ziad, dia sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Aksa dengan saksama.
Entahlah, ia merasa kesal pada cowok itu. Mengapa Aksa tidak memberitahu Ziad mengenai pernikahannya dengan Cia? Hatinya yang sudah hancur akibat
"Ziad, lo kenapa ngeliatin Aksa kayak gitu?" Pertanyaan yang terlontar dari mulut Satya, membuat Aksa menoleh ke arah Ziad. Dan benar saja, Ziad masih menatapnya.
Aksa yang tadinya duduk bersandar di dinding, langsung mendekati cowok itu. Ia merasa ada yang janggal dari sikap Ziad, tidak seperti biasanya. "Ada masalah apa lo sama gue?"
Awalnya Ziad diam tak merespon, namun sedetik kemudian, ia mengembangkan senyumnya. "Nggak. Nggak ada masalah apa-apa. Gue pergi dulu ya." Ziad menepuk-nepuk bahu Aksa pelan.
"Kalau ada masalah, cerita aja, Zi!" teriak Aksa yang berhasil membuat langkah kaki Ziad terhenti seketika.
Ziad berbalik dan menggelengkan kepala. "Gue nggak punya masalah kok. Gue kan orangnya alim, nggak suka buat masalah." Ia terkekeh kecil, lebih tepatnya menertawakan diri sendiri.
Apa katanya? Tidak suka membuat masalah? Lantas, bagaimana tingkah lakunya dulu pada Cia hingga membuat gadis itu jauh dari genggamannya? Bulshit! Semua yang diucapkan Ziad tadi hanyalah bulshit belaka.
Setelah mengatakan itu, Ziad melanjutkan langkah kakinya turun dari rooftop sekolah. Ziad tidak akan membenci Aksa, karena cowok itu tidak tahu apa-apa masalahnya dulu dengan Cia.
Mungkin ini adalah cara terbaik agar gadis yang ia cinta merasa bahagia, yaitu dengan menjadi istri dari Aksa, sahabatnya sendiri.
°°°°°°
Bel pulang sekolah berbunyi dengan sangat nyaring. Bunyi bel tersebut seakan membuka pintu-pintu surga yang sejak tadi dinanti oleh para siswa. Mereka tersenyum bahagia tatkala suara bel sudah menyeruak di pendengaran mereka.
Ya, sekarang niatnya Cia akan pulang bersama Luna menaiki angkutan umum. Andini tak keberatan akan keputusan Cia yang memiliki misi mendekati Luna dan mencari kebenaran di balik dendam yang kini menyelimuti hati gadis itu.
Andini tahu sebab Cia sudah memberitahu semua kepadanya. Oleh karena itu, ia memilih pulang bersama Cesario.
"Gue pulang duluan, Ci. Cowok gue udah nunggu di parkiran," ucap Andini. "Semoga, secepatnya lo bisa tau kebenaran itu--semua dendam Luna beserta alasannya membenci Aksa." Andini berucap tepat di telinga Cia, takut-takut ada seseorang yang mendengar ucapannya.
"Makasih doanya, Din," ujar Cia.
Andini mengangguk, ia pun berjalan keluar kelas sembari melambaikan tangannya ke arah Cia. "Bye, Cia."
"Bye."
Kini, Cia dan Luna tengah berjalan santai menuju gerbang sekolah. Sesekali tertawa kecil karena perbicangan keduanya.
Ketika tinggal beberapa langkah lagi keluar dari area sekolah. Tiba-tiba suara deruman motor mampu membuat Cia dan Luna mengalihkan netra mereka.
"Aksa?" ujar Cia, matanya berbinar. Bagaimana tidak, suaminya sekarang berhenti tepat di depannya. Apakah Aksa akan mengajaknya pulang bersama?
Tanpa menunggu waktu lama, Cia langsung naik ke atas motor Aksa. Saking senangnya, ia sampai lupa bahwa Luna adalah kekasih dari suaminya itu.
"Ngapain lo naik?" tanya Aksa dingin.
"Lo mau ngajak gue pulang bareng 'kan, Aksa?"
Walaupun Aksa merasa bingung dengan gaya bicara Cia yang berubah, namun ia tetap memasang wajah datarnya. Tentu saja, Aksa tak suka jika Cia bersikap seperti itu kepadanya di depan Luna.
"Turun!"
"Aksa, tapi ...."
"GUE BILANG TURUN YA TURUN, BEGO!!!" Aksa semakin meninggikan suaranya, membuat Cia tersentak. "Gue berhenti di sini tuh mau ngajak Luna pulang bareng! Jangan kepedean deh lo jadi orang!"
Penuturan Aksa barusan berhasil membuat Cia tertunduk kaku. Ia pun turun dari motor Aksa, dan membiarkan Luna yang naik ke motor tersebut--duduk di belakang Aksa, lantas memeluk pinggang cowok itu.
"Cia, aku pulang bareng Aksa. Maaf ya, kamu jadi pulang sendirian."
"Iya, nggak papa," ucap Cia.
Sabar, Cia, sabar. Cia membatin dan mengatur napasnya berkali-kali.
"Ya udah, aku duluan." Seperti tak punya rasa bersalah, Luna melambaikan tangan sambil tersenyum ke arah Cia.
Cia membalas senyuman Luna, ia pun ikut melambaikan tangan. Tanpa disadari, ada seseorang yang melihat betapa malangnya Cia ditinggal sendirian seperti itu.
Ia mengepalkan tangan kuat-kuat hingga kuku-kuku jarinya memutih. "Brengsek!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSAFA (End)
Teen FictionTentang cinta yang tak semestinya mendera hidup kita. -AKSAFA °°°°°° Perjodohan, satu kata yang amat sangat dibenci oleh Aksafa Daniel Adijaya. Hidupnya terasa dikekang dan tak ada jalan keluar untuk lari dari perjodohan tersebut. Rasa sayangnya seb...