6.

10.1K 834 54
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
________________________________________

"Papa kok di sini?" tanya Aksa tidak percaya.

Gavin bangkit dari duduknya, ia melangkahkan kaki menghampiri Aksa. "Harusnya Papa yang bertanya, kok kamu bisa di sini? Kamu kenal sama anaknya Rangga?"

"Iya, Pa. Aksa kenal sama Luna, kita satu sekolah, bahkan satu kelas. Dan keberadaan Aksa di sini karena Aksa ingin mengajak adik Luna bermain." Aksa sengaja tidak mengatakan yang sejujurnya pada Gavin apa maksud dia datang ke rumah itu.

Rangga yang sejak tadi hanya diam kini mulai mengangkat suaranya, ia meneliti Aksa dari atas sampai bawah. "Ini Aksa, Vin? Dulu waktu Aksa masih bayi, aku selalu gendong dia."

Memang, sebelum Rangga dan keluarganya pergi dari Jakarta untuk sebuah pekerjaan, Rangga suka sekali menggendong Aksa jika dia bermain ke rumah Gavin.

"Kamu si kelamaan di Bogor! Kamu memiliki dua putri dan aku nggak tau hal itu," tutur Gavin.

Rangga terkekeh kecil, tatapan matanya kosong seketika. "Aku baru pindah tiga tahu lalu. Tepat di mana hari aku pindah ke sini, Elina meninggal dunia karena tabrak lari. Maka dari itu, aku nggak ngasih tau keberadaan aku dan keluargaku di sini ke kamu, Vin, karena dirasa aku belum siap cerita semuanya tentang istriku. Dan baru sekarang aku siap menceritakannya."

Mendengar semua penuturan Rangga barusan, sontak Gavin membulatkan mata sempurna.

Elina sudah meninggal? Ini benar-benar seperti mimpi. Ia kira, kehidupan Rangga selama ini bahagia bersama wanita pilihannya.

"A--apa? Elina me--meninggal? Dan kamu baru cerita sekarang?"

Anggukan lemah dari Rangga menjawab semua pertanyaan yang keluar dari mulut Gavin, tubuh lelaki paruh baya itu merosot ke lantai, air mata sudah mengalir membasahi pipinya.

"Aku emang nutup diri selama tiga tahun belakangan ini, Vin. Sekarang aku sedang mencoba berdamai sama keadaan," ucap Rangga.

Menjadi ayah sekaligus ibu bagi kedua anaknya itu tidak mudah, ia tidak bisa membagi waktu antara memberikan perhatian kepada kedua putrinya dengan pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Semuanya begitu rumit bagi Rangga.

Gavin langsung memegang kedua lengan Rangga agar lelaki paruh baya itu mau berdiri kembali. "Kamu yang sabar ya, Ga. Aku yakin, di balik ini semua pasti akan ada kebahagiaan yang menghampiri kehidupanmu dan kehidupan kedua putrimu."

Tanpa menunggu waktu lama, Rangga memeluk erat tubuh sahabatnya. Dengan senang hati, Gavin pun membalas pelukan Rangga tersebut.

°°°°°°

Luna duduk di meja belajar sembari membaca novel yang baru saja ia beli beberapa hari yang lalu. Sedangkan Aksa, dia sedang pasrah karena Olive mendandani dirinya mirip seperti badut.

"Sa, aku nggak nyangka deh ternyata orang tua kita bersahabat," ucap Luna, matanya masih fokus membaca novel.

"Gue juga nggak nyangka adik lo dandanin gue mirip kayak badut!!!" ujar Aksa saking kesalnya.

Luna mengerutkan kening samar. Lantaran penasaran, ia segera menutup novel yang ia baca lalu ekor matanya menangkap sosok Aksa yang sedang didandani oleh Olive--adiknya di tepi ranjang.

Mendadak tawanya pecah begitu saja, wajah Aksa penuh dengan spidol.

"Ya ... ketawa aja terus!" Aksa tak suka ditertawakan seperti ini.

Tawa Luna langsung berhenti kala melihat wajah asam Aksa. Ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri cowok itu. "Ayo cuci muka kamu sekarang!"

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang