32.

14.2K 1.3K 653
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________

Perlahan, Aksa mulai membuka mata. Aroma khas rumah sakit menyeruak di indra penciumannya. Sejenak, Aksa mengamati ruangan di mana ia berada sekarang. Ini di rumah sakit, batin Aksa.

"Aksa," panggil seseorang yang berada di ambang pintu dengan ekspresi datar. Ia pun menghampiri Aksa, lalu duduk di kursi yang berada di sisi brankar.

"An--Andini?"

Ya, Andini adalah orang yang melihat Aksa tak sadarkan diri di depan gerbang rumah Cia--sahabatnya. Ia juga yang membawa Aksa ke rumah sakit.

"Kenapa lo bawa gue ke rumah sakit? Gue harus pulang sekarang," ujar Aksa dengan suara parau. Ia mencoba untuk mengubah posisinya menjadi duduk dan melepas selang infusnya. Jika tidak, dari mana ia bisa membayar biaya rumah sakit? Ia saja hanya membawa uang dua puluh ribu rupiah di saku celananya.

"Lo nyembunyiin sesuatu kan, Aksa?"

Ucapan Andini barusan berhasil membuat Aksa menegang di tempat. Apakah Andini mengetahui kalau sekarang ia menjadi seorang pemulung dan pengamen?

"Maksud lo?"

"Kata Dokter Edgar lo sakit," ujar Andini.

Mendengar nama Dokter Edgar disebut-sebut membuat Aksa berharap semoga saja Dokter Edgar tidak memberitahu penyakit yang dideritanya pada Andini.

Aksa tahu Dokter Edgar, dia mengenalnya, karena Dokter Edgarlah yang menangani penyakitnya. Dan berjanji tidak akan memberitahukan penyakit yang diderita Aksa pada semua orang.

Senyum di wajah tampan Aksa sedikit demi sedikit mulai mengembang. "Iya, paling gue terlalu kecapekan, makanya pingsan. Sakit gue nggak parah kok." Dengan mudahnya Aksa berkata demikian, padahal jelas-jelas apa yang diucapkan Dokter Edgar jauh berbeda dari apa yang diucapkan oleh Aksa barusan.

Andini pun menggelengkan kepalanya. "Lo sakit kanker paru-paru stadium 4, dan lo bilang penyakit lo itu nggak parah?!" Ia tak habis dengan pemikiran Aksa. Aksa menganggap bahwa penyakitnya adalah penyakit biasa pada umumnya, yang jika disuruh minum obat saja bisa cepat sembuh.

"Gue mohon, lo jangan kasih tau siapa-siapa tentang penyakit gue." Aksa mengatupkan kedua tangannya di depan Andini.

Sontak, kedua mata Andini membulat sempurna. Jadi, Aksa menyembunyikan penyakitnya dari semua orang? Mengapa?

"Bokap sama nyokap lo belum tau kalau lo sakit kanker paru-paru, Aksa?" Bagai seorang wartawan, Andini terus bertanya pada Aksa karena banyak sekali pertanyaan di benaknya yang harus segera dijawab oleh cowok itu.

"Mereka nggak perlu tau!"

"Sa, penyakit lo ini bahaya!!!" ujar Andini menekan setiap kata yang ia lontarkan.

"Terus kenapa, Andini?! Lo nggak usah ikut campur urusan gue! Urus aja hidup lo sendiri!!!" Setelah mengatakan itu, Aksa berusaha mencabut selang infusnya, ia ingin cepat-cepat pergi dari hadapan Andini.

"Tapi, Aksa. Lo ...."

Belum sempat Andini melanjutkan ucapannya, Aksa sudah terlebih dahulu turun dari brankar, ia pun sudah mencabut selang infusnya secara paksa.

"Makasih banyak karena lo udah nolongin gue. Gue nggak tau harus bales dengan cara apa. Intinya, makasih ya, Andini," ucap Aksa lalu berjalan keluar dari ruangan tempat di mana ia dirawat.

Kenapa Aksa yang gue liat kali ini berbeda dari Aksa yang biasanya gue liat? Dia keliatan pasrah, tatapan matanya juga kosong. Dia ... kayak nggak ada niatan mau sembuh dari penyakitnya. Apa yang terjadi sama Aksa? Udah dua minggu juga dia nggak sekolah, terakhir dia sekolah waktu sehari sebelum dia ditembak sama Yova, dan setelah itu ... dia menghilang, ucap Andini dalam hati sembari memperhatikan punggung Aksa yang mulai menghilang dari penglihatannya.

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang