Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
________________________________________Sejak tadi Gavin mondar-mondir di depan ruang UGD, menunggu dokter ataupun suster yang keluar dari ruangan tersebut. Sementara Queen, ia sedang duduk di kursi tunggu, wanita paruh baya itu masih terisak.
Mengingat betapa kesakitannya Aksa, membuat Queen merasa tidak tega. "Gavin," panggilnya dengan suara parau.
Gavin menoleh ke sumber suara, lalu langsung duduk di samping istrinya. "Aksa pasti baik-baik aja." Ia mendekap tubuh Queen dari samping.
"Sebenernya Aksa kenapa? Apa selama ini dia sakit?" tebak Queen menatap lekat mata Gavin.
"Apa maksud kamu, Queen? Kamu jangan mikir yang enggak-enggak! Aksa begini itu gara-gara aku, karena aku udah cambuk dia!"
"Harusnya aku nggak hukum Aksa kayak tadi." Gavin menundukkan kepala. Mengacak-acak rambutnya--frustasi.
Kemarahannya terhadap Aksa telah membuatnya menjadi seorang papa yang sangat kejam. Masih pantaskah ia disebut sebagai papa?
"Aku menyesal, Queen. Aku menyesal!!!" ujar Gavin.
Tak berselang lama, seorang dokter yang tak lain adalah Dokter Edgar keluar dari ruang UGD. Ia berjalan menghampiri Gavin dan Queen yang tengah duduk di kursi tunggu.
"Apa kalian berdua keluarga dari pasien yang bernama Aksa?" tanya Dokter Edgar.
Queen dan Gavin sama-sama menoleh, lalu menganggukkan kepalanya mantap.
"Saya ibunya, Dok!" ujar Queen langsung berdiri. "Bagaimana keadaan anak saya? Dia baik-baik aja, kan?! Aksa nggak kenapa-napa kan, Dokter?!"
Terdengar helaan napas kasar dari sang dokter. "Boleh saya bicara dengan kalian sebentar? Ada yang ingin saya bicarakan kepada kalian mengenai Aksa."
"Saya tunggu di ruangan saya," lanjutnya lalu melangkah pergi menjauh dari hadapan Queen dan Gavin.
Sesampainya di ruangan Dokter Edgar, keduanya dipersilakan duduk oleh dokter itu. Jujur, perasaan Queen sudah tidak enak kali ini. Ia merasa Dokter Edgar akan menyampaikan berita yang buruk mengenai Aksa.
"Jadi, bagaimana dengan kondisi anak saya, Dok?" tanya Gavin memulai pembicaraan.
"Saya melihat ada luka seperti bekas cambukan di badan Aksa, apakah ada seseorang yang telah menyakiti dia, Pak?"
Pertanyaan dari Dokter Edgar barusan berhasil membuat Gavin terdiam seribu bahasa. Bagaimana tidak, orang yang telah menyakiti Aksa adalah dirinya sendiri.
"Pak," panggil Dokter Edgar ketika melihat Gavin melamun.
"Saya yang telah mencambuk dia, Dok. Saya masih marah dengan Aksa dan menyuruh dia pergi dari rumah saya tanpa membawa uang sepeser pun. Tetapi, tadi dia kembali ke rumah, katanya mau minta maaf. Saya nggak akan pernah menerima permintaan maafnya. Makanya, saya mencambuk dia karena dia nggak mau pergi dari rumah saya," ucap Gavin jujur.
"Astagfirullah, Pak. Asalkan Bapak tau, beberapa jam yang lalu Aksa berada di rumah sakit ini. Seharusnya dia masih dirawat di sini."
Dokter Edgar mengumpulkan keberanian untuk mengatakan semuanya. Walaupun Aksa melarang, biarlah ia melanggar janjinya kepada Aksa untuk tidak berkata jujur. Ia tidak bisa terus-menerus menyembunyikan kebenarannya. Ini demi kebaikan Aksa.
"Begini, Pak, Bu. Sebenarnya Aksa adalah pasien saya satu tahun belakangan ini," ujar Dokter Edgar.
"Apa maksud, Dokter?" Gavin mengerutkan keningnya karena tidak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSAFA (End)
Teen FictionTentang cinta yang tak semestinya mendera hidup kita. -AKSAFA °°°°°° Perjodohan, satu kata yang amat sangat dibenci oleh Aksafa Daniel Adijaya. Hidupnya terasa dikekang dan tak ada jalan keluar untuk lari dari perjodohan tersebut. Rasa sayangnya seb...