25.

15.5K 1.2K 365
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________

"Terjebak rasa cinta dan rasa sayang, terikat dengan rasa saling membutuhkan, bahkan rela bertaruh nyawa demi orang yang dicinta, tetapi kenyataan menyadarkan bahwa cinta memang tak harus memiliki."

~Cia Vanda Adira~
-
-
-

"Lo gimana si?! Kenapa nggak becus ngejalanin rencananya?! Harusnya sekarang Aksa udah mati!!!" teriak Luna menggelegar pada seseorang yang berada di hadapannya. Sorot matanya menandakan kemarahan yang amat sangat besar karena rencana yang sudah disusun sedemikian rupa malah gagal total.

"Ini semua gara-gara istrinya cowok lo itu! Dia ngehalangin gue buat bunuh Aksa. Terus, salah gue di mana? Kalau aja Cia nggak ada di sana, rencana kita pasti berhasil!" ucap orang itu membela diri.

"Cia emang pengganggu!" Luna melipat kedua tangannya di depan dada, lalu menyeringai kecil. "Karma buat si pengganggu adalah merasakan sakit sendiri dan nggak ada satu orang pun yang mau nolong dia."

Orang yang berada di hadapan Luna mengerutkan keningnya heran. "Maksudnya?"

Luna pun tertawa penuh kemenangan, kemudian menatap lekat mata rekannya. "Waktu gue sama Aksa lagi pelukan, gue tau Cia mau minta tolong, tapi sebisa mungkin gue ngebujuk Aksa buat pulang. Dan akhirnya, Aksa setuju dan nggak tau kalau di belakang ada Cia yang lagi kesakitan."

Tak lama setelah itu, orang yang bekerja sama dengan Luna ikut tertawa. Merasa miris dengan keadaan Cia. "Syukurin! Suruh siapa nolong?!"

°°°°°°

Aksa melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Akan tetapi, ia bingung. Mengapa rumahnya sepi? Di mana Cia? Tidak mungkin kan kalau Cia pergi lagi dari rumah ini?

"Cia!" panggil Aksa, namun tak ada sahutan.

"Cia! Lo di mana?"

"Cia!"

Aksa merasa khawatir karena Cia benar-benar tak ada di rumah. Cepat-cepat ia merogoh saku celananya, lalu mengambil ponsel dan mencoba menelepon istrinya.

"Aarrgghh! Nggak diangkat! Sebenernya lo ke mana si, Ci?" gumam Aksa sembari mengacak-acak rambutnya--frustasi.

"Apa dia ke rumah Andini? Coba deh gue telepon Andini dulu."

"Halo, Din," ucap Aksa saat Andini sudah mengangkat teleponnya.

"Halo, Sa. Ada apa? Tumben lo nelpon gue, nggak biasa-biasanya," ujar Andini dari seberang sana.

"Apa Cia di rumah lo?" tanya Aksa to the point.

"Cia? Malem ini dia nggak ke rumah gue. Emangnya Cia nggak ada di rumah?"

"Ya iyalah. Kalau Cia ada di rumah, mana mungkin gue nanyain keberadaan dia sekarang!" Nada suara Aksa meninggi. Jujur, Aksa takut terjadi sesuatu pada Cia.

Hening, tak ada pembicaraan lagi di antara mereka berdua. Aksa yang sedang berpikir di mana keberadaan Cia, dan Andini yang sedang mengingat-ingat ucapan Cia di telepon beberapa jam yang lalu. Mereka hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.

"Gue tutup telepon ...."

"Eh, tunggu!!!" Belum sempat Aksa melanjutkan ucapannya, Andini sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Tunggu! Jangan ditutup dulu teleponnya!"

"Ck! Gue mau nyari Cia," ujar Aksa.

"Sebentar, kayaknya gue tau Cia di mana."

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang