45. End

23.7K 1K 156
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
________________________________________

Sudah satu minggu sejak hari di mana Aksa mengembuskan napas terakhir, Cia sama sekali tidak pernah datang ke pemakaman Aksa.

Perempuan itu menganggap Aksa masih hidup. Dan akan menangis histeris jikalau ada orang yang mengatakan bahwa Aksa sudah tidak ada di dunia.

Sungguh, Cia benar-benar masih hanyut dalam rasa sesalnya sendiri. Berselimut penyesalan, memporak-porandakan semuanya, hingga hancur berkeping-keping dan menyisakan banyak luka sekaligus rasa sakit yang tak akan pernah lekang oleh waktu.

Kini, Cia sedang duduk seorang diri di taman dekat rumahnya. Melamun, hal itulah yang dilakukan Cia sekarang. Tatapan kosongnya menandakan bahwa dirinya merasa kesepian, mulut yang membungkam menandakan bahwa dirinya tengah terendam sangat dalam di dasar laut yang penuh dengan kegelapan.

"A' Aksa, maafin aku," gumam Cia sembari memeluk foto Aksa. Air mata terus membasahi pipi perempuan itu.

"Kamu di mana? Kenapa marahnya lama banget? Aku kangen sama kamu, A'." Cia terus saja meracau demikian. Sungguh ia merasa kesepian.

"Cia," panggil seseorang yang begitu Cia kenal.

"Jangan nangis, Ci."

Sontak, Cia langsung menoleh ke sumber suara. Matanya berbinar tatkala melihat seseorang yang begitu ia rindukan.

"A' Aksa?"

Aksa mengembangkan senyumnya, ia mengangguk seraya berucap, "Iya aku Aksa."

Cepat-cepat Cia memegang pipi suaminya. Ternyata benar, dia adalah Aksa, seseorang yang satu minggu tidak ia lihat.

"Kalau ini mimpi, tolong jangan bangunkan aku," ucap Cia sangat lirih.

Aksa hanya mengembangkan senyumnya. Wajah lelaki itu terlihat berseri. Dengan memakai baju berwarna putih, serta senyumannya yang terlihat damai, membuat Cia merasa bahagia. Jujur, rasa rindunya terobati.

"Aku nggak mau ngeliat kamu sedih terus," ujar Aksa, tangannya terulur untuk mengusap air mata Cia.

"Kalau A' Aksa ada di samping aku, aku nggak akan ngerasa sedih." Tatapan Cia tak pernah lepas menatap wajah suaminya.

"Inget, Ci. Aku selalu ada di hati kamu, di setiap deru nafas kamu."

"Kamu aneh!"

Lagi-lagi Aksa tersenyum. Cia sendiri merasa heran ketika ia melihat Aksa, mengapa Aksa berbeda?

Aksa mengusap rambut Cia penuh sayang. Setelahnya ia berucap, "Udah nggak usah dipikirin, ayo kita main."

"Nggak mau. Kamu kan lagi sakit, A'. Kenapa kamu nggak pernah ngasih tau aku kalau sebenernya kamu sakit kanker paru-paru?"

"Karena aku nggak mau perempuan secantik kamu merasa sedih. Lagi pula sekarang aku udah nggak sakit kok. Makasih banyak atas semuanya, Ci. Kamu harus tetap menjalani hidup seperti biasanya. Jangan sampai kata menyesal berselimut lagi di benak kamu untuk yang kedua kalinya."

"Kenapa kamu ngomongnya gitu?"

Bukannya menjawab pertanyaan Cia, Aksa malah mengalihkan pembicaraan. "Jadi nggak mainnya? Ayo istri aku yang cantik, kita main. Pokoknya kamu harus bahagia di detik ini."

Cia pun mengangguk seraya mengembangkan senyumnya. Ia berdiri begitu pun dengan Aksa.

Keduanya bermain kejar-kejaran di taman, menumpahkan rasa rindu yang kian membuncah.

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang