19.

13.8K 1.1K 278
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
________________________________________

Aku sudah melangitkan ribuan doa, agar Tuhan mau sedikit berbaik hati menunjukkan jalan selain perpisahan. Namun pada akhirnya, aku memilih takdir-Nya, bahwa satu-satunya cara hanyalah merelakan.

~Cia Vanda Adira~
-
-
-

Cia berbalik dan berlari menjauh dari Aksa dan Luna. Kebahagiaan yang ia dambakan tak akan pernah terwujud, cinta yang sedemikian rupa sudah ia rajut tak akan pernah terbalas, dan harapan yang ia punya, kini musnah tertelan oleh kenyataan.

Mengapa? Mengapa Aksa tega mengkhianati dirinya untuk yang kesekian kali? Apakah Cia tak berhak merasakan bahagia? Katakan Tuhan!

Mendengar penuturan Aksa beberapa menit lalu, dunianya seakan hancur tak berbekas. Runtuh dan musnah.

Sekarang, Cia tengah duduk seorang diri di bangku taman sekolah. Tatapannya kosong. Tidak, ia sudah tak menangis. Hanya saja, pikirannya terus berputar tentang Aksa dan Luna. Cia tak bisa melupakan ucapan Aksa itu. Rasanya, kata-kata tersebut masih terus terngiang di telinganya.

"Kenapa sendirian aja, Ci?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di samping Cia.

Cia menoleh, ia mendapati Ziad di sampingnya. Cowok itu menatap dalam manik mata Cia, mata yang kini sedang dilanda kesedihan. Berair karena tertampar oleh kenyataan.

"Cia, lo kenapa?" tanya Ziad lagi. Dia bisa melihat raut kesedihan yang amat mendalam dari wajah Cia.

Cia menggeleng cepat. Ia menatap tak suka ke arah Ziad. Belakangan ini Ziad suka sekali mengusik hidupnya. Dari sering menelepon tengah malam, sampai spam chat di WhatsApp.

"Pergi," ujar Cia dingin.

"Gue nggak bakal pergi sebelum lo cerita sama gue. Gue tau lo lagi sedih, Ci. Gue tau itu!" ucap Ziad, setiap kata yang dilontarkan cowok itu ia tekan. Menegaskan bahwa dirinya tahu Cia sedang menyembunyikan sesuatu.

"Semua masalah gue nggak ada hubungannya sama lo!" Selalu saja seperti ini. Cia masih benci padanya. Apa yang harus Ziad lakukan agar Cia tidak membencinya lagi?

Ziad mengangguk. "Emang, tapi gue nggak bisa ngeliat lo sedih kayak gini."

"Nggak usah sok peduli sama gue!" Cia bangkit dari duduknya. Ketika hendak pergi dari tempat tersebut, tiba-tiba Ziad mencekal tangan Cia.

"Dengan lo nyembunyiin semua rasa sedih lo, lo nggak akan bisa memperbaiki semuanya."

"Dan dengan gue ngasih tau masalah gue ke lo, itu nggak akan bisa memperbaiki semuanya!!!" balas Cia, ia mengentakkan tangan Ziad kasar agar cekalan tangan cowok itu bisa terlepas. Lalu, Cia pun berjalan tergesa-gesa pergi dari taman karena tidak mau berurusan lagi dengan orang yang bernama Ziad.

Sementara Ziad, ia menatap nanar punggung Cia yang mulai menjauh dari penglihatannya. Harus menggunakan cara apa supaya Cia mau memaafkannya? Argh! Mengapa hidupnya terasa begitu rumit?

°°°°°°

"Lo beneran hamil, Lun?" tanya Aksa. Untuk kesekian kalinya ia memastikan pada Luna.

Luna menganggukkan kepalanya. "Iya, Sa. Apa kamu nggak percaya sama aku?"

Jujur, Aksa memang tidak percaya. Terlebih, dia tidak pernah merasa menyentuh Luna. Lantas, mengapa Luna mengatakan bahwa dia hamil anak Aksa?

"Tapi kapan kita ngelakuinnya?"

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang