Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar. Terima kasih.
________________________________________Cia langsung menarik tangan kirinya dari cengkeraman tangan Aksa. Sakit memang. Akan tetapi, itu tak seberapa. Jauh lebih sakit hatinya. Hati yang sudah ditorehkan luka sedemikian rupa banyaknya oleh suaminya sendiri.
Plak!!!
Cia menampar telak pipi Aksa. Sorot matanya menandakan kemarahan, napasnya yang memburu menandakan emosi yang sudah meluap sampai ke ubun-ubun.
Salahkah?
Salahkah jika Cia menolak permintaan dari suaminya barusan?
Sejauh apa?
Sejauh apa Cia bisa bertahan dengan semua perlakuan buruk Aksa?
"Kenapa lo nampar gue?! Sialan!" teriak Aksa.
Cia tertawa kecil, membuat Aksa mengerutkan kening samar. "Kenapa lo bilang?! Lo bego apa gimana? Lo nyakitin gue, Bangsat!!!"
Karena terlalu emosi, Cia sampai lupa jika dia sudah melewati batas. Seharusnya, Cia tidak berkata seperti itu di hadapan Aksa--suaminya.
Untuk meredam emosinya, dengan hati yang teramat hancur, Cia melangkahkan kakinya menuju pintu belakang rumah yang letaknya tak jauh dari tempatnya berada.
"Cia!" panggil Aksa.
Mendengar panggilan dari Aksa, Cia menghentikan langkah kakinya, tanpa menoleh ke sumber suara.
"Lo mau ke mana?"
Bibir Cia terkatup rapat, air mata dengan beraninya menetes begitu saja. Beberapa detik kemudian ia berucap, "Bukan urusan lo!" Lalu, segera pergi keluar dari rumah tersebut.
Aksa menatap nanar kepergian Cia. Malam-malam seperti ini, Cia mau ke mana? Sejak tadi, pertanyaan itulah yang selalu muncul di benak Aksa.
Tanpa disadari, ada seseorang yang menyaksikan semuanya. Ya, orang itu tak lain adalah Luna.
"Oh, jadi Aksa sama Cia udah menikah?" gumam Luna seraya menarik satu sudut bibirnya.
°°°°°°
Aksa langsung membuka mata ketika menyadari jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, yang berarti lima belas menit lagi bel masuk akan segera berbunyi. "Astaga, gue telat!"
Cepat-cepat ia turun dari ranjangnya dan segera berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Ketika dirasa semuanya sudah siap, Aksa langsung keluar dari kamarnya--menuruni anak tangga satu per satu dengan tergesa-gesa.
Matanya menoleh ke arah meja makan yang masih kosong, tak ada makanan seperti biasanya.
"Cia! Cia!" panggil Aksa, namun tak ada jawaban.
"Ci ...." Ucapannya terhenti tatkala ia menyadari kalau Cia semalam pergi dan belum pulang ke rumah.
Aksa mengembuskan napas kasar. Terpaksa, pagi ini ia tidak sarapan. Saat jam sudah menunjukkan pukul tujuh lebih sepuluh menit, ia segera melesat pergi menuju sekolah menggunakan motor sport kesayangannya.
Dengan kecepatan tinggi, Aksa menembus jalanan kota yang padat pengendara. Biarlah, yang terpenting ia tidak terlambat dan tidak dihukum nanti di sekolah.
Untungnya, gerbang sekolah masih terbuka lebar. Aksa bisa mengembuskan napas lega ketika ia sudah berhasil masuk ke dalam gedung sekolah tersebut.
Sebelum turun dari motor, Aksa membenarkan dulu rambutnya yang berantakan. Setelah selesai, barulah ia berjalan santai menuju kelas XII IPA 2.
Sementara di tempat lain, Cia tengah duduk di tempat duduknya dengan tatapan kosong.
Semalam, ia menginap di rumah Andini. Sebenarnya, hari ini ia tidak ingin pergi ke sekolah. Akan tetapi, Andini memaksa dan meminjamkan seragam sekaligus tas dan beberapa buku tulisnya pada perempuan itu.
"Ci, apa tangan lo masih sakit?" tanya Andini.
"Iya," jawab Cia sangat singkat.
"Aksa tega banget si sama lo, tinggalin ajalah cowok kek gitu. Buat apa coba? Dia nggak pernah bisa ngehargain lo sebagai seorang istri, Cia."
"Tapi ...." Belum sempat Cia melanjutkan ucapannya, Ziad tiba-tiba datang dan tersenyum manis ke arahnya.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Cia sengit.
"Anterin gue ke UKS. Tangan gue luka, wajah gue juga memar. Obatin gue ya," pinta Ziad.
Cia baru menyadari jikalau wajah Ziad memar, seperti wajah Aksa semalam. Apakah mereka berdua habis berkelahi?
"Jangan bengong dong, Cia," ujar Ziad sembari terkekeh kecil.
"E-eh? Iya, ayo." Cia bangkit dari duduknya.
Bak seorang ratu, Ziad mempersilakan Cia berjalan terlebih dahulu. Jujur saja, Cia merasa senang, sikap Ziad dari dulu sampai sekarang memang tidak pernah berubah.
°°°°°°
"Aksa!"
Aksa langsung menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke sumber suara saat seseorang memanggil namanya.
"Luna? Kenapa?" Senyum terukir jelas di wajah tampan Aksa.
"Nggak papa. Aku cuma kangen aja sama kamu," ucap Luna ketika sudah berada di samping lelaki itu.
"Masih pagi udah bucin aja." Aksa tertawa kecil, tangannya terulur untuk mengelus puncak kepala Luna.
"Ya, bucinnya cuma ke kamu doang kok." Luna langsung menggandeng tangan Aksa begitu erat.
Saat Aksa dan Luna sedang berjalan di koridor lantai dua. Tanpa sengaja, Aksa melihat Cia dan Ziad sedang berjalan bersisian, jarak mereka berdua terpaut sangat dekat.
Aksa merasa ada kejanggalan. Ia memegang dadanya yang bergemuruh tak terima jikalau Cia dekat dengan lelaki selain dirinya.
Kenapa gue ngerasa cemburu ngeliat kedekatan Cia sama Ziad?
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSAFA (End)
Teen FictionTentang cinta yang tak semestinya mendera hidup kita. -AKSAFA °°°°°° Perjodohan, satu kata yang amat sangat dibenci oleh Aksafa Daniel Adijaya. Hidupnya terasa dikekang dan tak ada jalan keluar untuk lari dari perjodohan tersebut. Rasa sayangnya seb...