Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________"Kita harus cari Aksa, Vin! Aku takut terjadi apa-apa sama anak kita," ujar Queen penuh harap. Sudah lima hari semenjak kepergian Aksa, namun ia sama sekali tak mengetahui di mana keberadaan Aksa sekarang.
Gavin yang tadinya sedang fokus dengan berkas-berkas yang harus ia tanda tangani menjadi menoleh ke arah istrinya. "Anak kita kamu bilang? Dia bukan lagi anak kita! Kita nggak punya anak yang namanya Aksa, anak kita cuma Clamanda. Inget itu!"
Mata Queen berkaca-kaca. Jujur, ia sangat merindukan putranya itu. Harus bagaimana ia membujuk Gavin agar mau memaafkan kesalahan Aksa?
Hatinya selalu tidak tenang sebelum Queen melihat dengan mata kepalanya sendiri kalau Aksa baik-baik saja.
"Udah cukup, Vin!" Queen mengusap air matanya kasar, lalu mendekat ke arah suaminya. "Selama ini aku diam karena aku menghargai kamu sebagai seorang suami! Aku tau Aksa salah, kesalahannya emang besar. Tapi sebagai orang tua, apa pantes kita ngebuang anak kita sendiri? APA PANTES KITA BIARIN DIA JADI GELANDANGAN?!!"
"Kitalah yang mendidik Aksa dari dia kecil sampai sebesar ini. Kalau emang Aksa salah jalan, harusnya kita bimbing dia ke jalan yang benar, bukan malah memutuskan hubungan dengan dia!!!"
Napas Queen memburu tak beraturan, jantungnya berdetak seratus delapan puluh derajat lebih cepat dari biasanya, kedua tangannya terkepal kuat, matanya memerah menandakan kemarahan yang amat sangat besar, dan kemarahannya itu sudah menguap sampai ke ubun-ubun.
"Harusnya dari awal kamu nggak menjodohkan Aksa dengan Cia. Aksa belum siap jadi suami, Vin! Aksa belum siap! Usianya masih terlalu muda buat menikah!!! Dalam hal ini, kamu yang paling bersalah!!!" Queen langsung melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Gavin yang masih mematung di tempat mendengar semua penuturannya.
"Aksa tetep salah, Queen. Dia tetep salah. Sebenernya aku juga nggak tega ngeliat Aksa luntang-lantung di jalanan. Tapi ini pelajaran buat dia, kalau dia nggak boleh semena-mena sama perempuan. Dia keterlaluan," gumam Gavin menatap nanar kepergian Queen.
°°°°°°
Sejak tadi Aksa tengah mengorek-ngorek tempat pembuangan sampah, mencari botol plastik kosong, atau barang rongsokan lainnya.
Hari ini ia baru dapat setengah karung, kurang setengah lagi untuk dijual pada juragan rongsokan. Ya, Aksa memutuskan untuk menjadi pemulung karena ia tak mempunyai pilihan. Mungkin memang ini jalan hidupnya, Aksa harus bisa ikhlas.
Setelah memulung nanti, Aksa akan mengamen. Walaupun penghasilannya pas-pasan, setidaknya ia bisa mencukupi kebutuhan hidupnya, juga bisa membeli kado untuk Cia.
"Kayaknya udah cukup," ujar Aksa, kemudian melangkahkan kakinya pergi dari tempat pembuangan sampah menuju ke rumah juragan rongsok agar bisa segera dijual barang-barang hasil mulungnya itu.
Setelah selesai, Aksa langsung menemui Sandi untuk ngamen bersama. Jika boleh jujur, Aksa merasa lelah, dia ingin sekolah, namun bagaimana caranya? Uang saja hanya cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya sehari-hari seperti membeli makan dan minum.
Ia juga belum mampu mengontrak rumah, oleh karena itu Aksa tidur di bawah kolong jembatan setiap malam bersama seorang anak yang bernama Sandi. Usia mereka hanya terpaut dua tahun saja.
"Hari ini lo nggak mulung, San?" tanya Aksa.
"Besok aja deh," jawab Sandi. "Kita ngamen sekarang yuk, Kak."
Aksa mengangguk, lalu mengambil gitar kecil yang dibawa oleh Sandi. "Semangat nyari uang biar bisa ngontrak rumah!"
Sandi mengacungkan dua jempolnya ke arah Aksa. Ia tahu, Aksa memang selalu menyisihkan uangnya agar bisa mengontrak sebuah rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSAFA (End)
Teen FictionTentang cinta yang tak semestinya mendera hidup kita. -AKSAFA °°°°°° Perjodohan, satu kata yang amat sangat dibenci oleh Aksafa Daniel Adijaya. Hidupnya terasa dikekang dan tak ada jalan keluar untuk lari dari perjodohan tersebut. Rasa sayangnya seb...