"Farah maafkan aku"kata Aina yang menangis dipelukan sang sahabat.
"Tidak papa na, aku tau perasaan mu"kata Farah semakin mempererat pelukannya.
"Rima apa kabar, maafkan aku, aku tidak pernah datang berkunjung ke tempatmu, hari ini aku berkunjung tapi kamu sudah pindah. Kenapa tidak menungguku datang? Apa kau tak merindukan diriku?kalau aku sangat merindukanmu, semoga kamu bahagia disana "kata Aina mengusap nisan sang sahabat yang sudah seperti adik sendiri.
"Rima sekali lagi maafkan aku, aku tidak pantas disebut sahabat. Aku tidak ada disaat kamu menghembus kan nafas terakhirmu, apa kau marah kepadaku? Tak masalah jika kamu marah padaku. Aku yang salah"sambungnya terus mengeluarkan air mata.
Azka tidak tega melihat sang istri seperti itu, tapi bagaimana lagi dia hanya bisa mengusap punggung sang istri yang terus berbicara disamping makam sang sahabat.
"Aku kehilangan satu sahabat baikku"kata Aina yang mengusap nisan Rima.
"Rim jangan marah padaku, aku harus pulang ini sudah hampir sore, lain kali aku akan datang kemari lagi. Apa kamu tidak ingin melihat wajah keponakan mu ini? Kenapa kamu pergi sebelum dia melihat aunty nya"ucap Akan mengusap perutnya.
"Aina ayo sudah kita harus pulang, tidak baik wanita hamil keluar petang-petang"peringat Farah.
"Lain kali kita bisa mengunjungi Rima lagi"kata Farah.
Keluar dari area pemakaman sangat berat untuk Aina dan Farah meninggalkan sahabat sekaligus adik mereka.
"Farah aku pulang dulu, titip kan salamku pada suamimu"kata Aina pada Farah.
Mereka sudah berapa didepan gang tempat mobil mereka terparkir.
"Apa kamu punya ponsel?"tanah Aina pada sang sahabat.
"Iya aku punya, setelah menikah aku dibelikan ponsel Mas seto meskipun ponselnya hanya bisa untuk telfon dan SMS saja"jawab Farah diakhiri kekehan kecil.
"Baiklah, aku minta nomor ponsel mu. Nanti akan aku hubungi terimakasih"kata Aina.
Sepanjang perjalanan Aina hanya diam tanpa bicara sepatah kata pun, dia masih syok dengan kepergian sang sahabat. Sahabat sedari dia SMP sahabat yang menemani dirinya.
"Sayang sudah ikhlaskan kepergian nya, dia sudah bahagia disisinya, jika kamu menangis kasihan dia, lebih baik kamu dokan saja dia"saran Azka.
Aina menoleh menatap sang suami. "Kenapa dia cepat sekali dipanggilnya, dia masih kecil kehidupan nya masih panjang"kata Aina.
"Sayang, jodoh maut tidak ada yang tahu kapan akan datang jika sudah waktunya mereka akan datang dengan sendirinya tidak memandang umur dan setatus semua akan diambil lagi oleh sang pencipta"jelas Azka.
"Dengarkan ini apa kamu siap menikah diumur dua puluh tahun?"Aina menggeleng mendengar pertanyaan sang suami.
"Tapi kita menikah disaat umur kamu dua puluh tahun, kita gak ada yang tau sayang"jelas Azka.
Sekarang Aina mengerti semua yang diciptakan oleh Allah akan kembali kepada Allah juga kapanpun itu dan siapapun itu.
"Ikhlas kan dia, dia tidak akan suka melihat sahabat nya menangis karena nya"kata Azka.
Sesampainya dirumah Aina segera masuk kekamar membersihkan diri dan turun kebawah mencari sang mertua.
"Bunda"panggil Aina yang tidak mendapati sang mertua dibawah.
"Kakak cari bunda?"tanya Risha yang muncul tiba-tiba dadi kamar mandi bawah.
"Iya dimana bunda?"tanya Aina pada sang ipar.
"Dibelakang Kak, nyabutin sayuran"jawab Risha berlalu menaiki anak tangga.
Dan benar saja dibelakang ada sang bunda dan sang ayah mertua, Syifa yang memetik sayur dan ayah mertuanya yang duduk memperhatikan sang istri.
"Bunda"panggil Aina.
"Sayang kamu sudah pulang, bunda tidak tahu kalau kalau kamu sudah pulang"Kata Syifa mengampiri sang menantu."Kamu kenapa nak?"tanya Syifa yang meilhat wajah sang menantu yang tidak bersahabat.
"Aku tidak apa apa bunda"jawab Aina. "Bun, biarku bantu metik sayurannya"kata Aina mengambil wadah ditangan sang mertua.
"Kamu petik kangkung sama cabe aja"kata Syifa menatap sang menantu dengan tersenyum.
"Sayang"teriak Azka yang bisa didengar seluruh rumah.
"Ah ternyata kamu ada disini"katanya melihat sang istri sedang bersama orang tuanya.
"Azka jangan teriak-teriak istri kamu itu gak budek, pendengaran nya masih normal"kata Syifa menarik telinga sang anak.
"Aduh waduh, bunda nanti kuping Azka lepas gimana?"ucap Azka memegang telinganya.
"Kalau kupingnya lepas ya gampang tinggal dipasang lagi gitu ko repot"jawab Syifa menatap malas sang anak.
Azka memang dingin kepada siapapun yang belum dia kenal tapi jika bersama dengan keluarga dia orang yang sangat periang dan suka tertawa, apalagi dengan orang tercinta dia akan sangat manja.
"Aina, Ayah dan bundamu tadi menelfon ayah katanya mau datang kesini, nanti malam"ucap Kyai Aji.
"Ah, yang benar ayah"kata Aina berjalan menghampiri sang mertua.
"Iya benar, katanya dia ingin bertemu denganmu"kata Kyai Aji meminum teh hangatnya.
"Apakah nanti mereka datang bersama dengan Kak Azam?"tanyanya lagi.
"Ayah rasa tidak, kakakmu itu sangat sibuk"kata Kyai Aji.
"Yahhh, aku kan kangen banget sama kakak"kata Aina dengan wajah kecewa.
"Biarkan kakak mu tidak ikut"kata Azka membuat Aina mendongok.
"Jika kakak mu datang sudah dipastikan aku akan diduakan"kata Azka menatap sang istri.
"Kau cemburu dengan kakak kandungnya?"tanya Syifa.
"Tidak, hanya saja aku kesal kalau Azam itu datang sudah pasti aku terlupakan"kesal Azka.
Mereka semua terkekeh melihat tingkah Azka, sangat lucu dia bilang tidak cemburu tapi kesal sendiri. Cemburu sama kakak kandung istrinya, sangat lucu.
"Ya biarin aja, mas juga sering selingkuh, dan duain aku kan?"kata Aina serius.
"Apa?"tanya Kyai Aji dan Syifa.
Azka membulatkan matanya, dia apa?selingkuh ayo lah bahkan di ponselnya hanya ada empat nomor wanita, istrinya ibu mertuanya, bundanya, dan adiknya.
"Gak, sayang kamu jangan asal ngomong ya"kata Azka menatap sang istri yang duduk disamping ayahnya.
"Apa benar nak dia selingkuh dan duain kamu?"tanya Kyai Aji memastikan.
"Iya ayah, bunda dia selingkuh sama kertas-kertas dimejanya. Dia selalu melihat mereka, aku kesal. Padahal aku ada didepannya dia lebih memilih memandang kertas-kertas itu"kata Aina memeluk Syifa.
Jantung Azka sudah hampir lepas oleh sang istri, apakah orang hamil itu kalau ngomong suka ngelantur. Seperti nya dia harus hati-hati dengan istrinya ini, kapan saja dia bisa mengadukan yang tidak-tidak kepada orang tuanya.
"Sayang itu namanya gak selingkuh"bela Azka. Kedua orang tua itu sudah tertawa mendengarkan pembicaraan tersebut.
"Gak, kamu tetep selingkuh sama kertas-kertas itu, aku tidak suka"jawab Aina memicingkan matanya.
"Sudah-sudah ayo masuk, ini sudah mau magrib"kata bunda menengahi pertengkaran mereka.
Jangan lupa follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gus Imamku✓
Ficción GeneralDua orang yang berbeda dipertemukan tanpa sengaja, yang mengharuskan mereka untuk mengucapkan ijab kabul secara terpaksa. Aina yang selalu menganggap dirinya tidak pantas bersanding dengan seorang Gus seperti Azka. Azka yang terus membimbing Aina me...