Alarm jam weker berbunyi nyaring tepat pada pukul tujuh pagi. Kaki pemilik jam weker tersebut berjalan menghampiri nakas untuk menghentikan alarm yang terus berdering.
Setelah tangan lentiknya mematikan alarm jam weker, gadis itu menghela nafas panjang. Dilihatnya jam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Lima menit lagi bel berbunyi, tapi ia masih setia duduk di kamarnya dengan seragam yang sudah melekat di tubuhnya.
Cklek
"Non?"
Biola mendongakkan kepalanya ketika seseorang memanggilnya di ambang pintu.
"Kenapa belum berangkat sekolah atuh? Non sakit?" Bi Marti berjalan menghampiri Biola yang kini menunduk.
"Astagfirullah, Non!" Wanita paruh baya itu membulatkan matanya ketika melihat beberapa garis luka di lengan anak majikannya.
"Non teh kenapa atuh?" tanya Bi Marti khawatir. Dengan segera ia mengambil kotak P3K yang berada di laci nakas kamar Biola.
Biola bangkit dari duduknya tanpa menghiraukan pertanyaan asisten rumah tangganya. Dia hendak berjalan, namun Bi Marti mencegahnya.
"Non! Jangan dulu pergi, sini obatin dulu," ucap Bi Marti mendapat gelengan dari Biola.
"Tap—"
"Biola berangkat dulu," pamit Biola lalu menyalami tangan Bi Marti. Setelah itu, Biola kembali berjalan. Namun baru beberapa langkah, wanita itu kembali mengeluarkan suaranya.
"Non."
Biola menghentikan langkahnya.
"Tuan pulang hari ini," lanjut Bi Marti.
Biola mendengus lalu melanjutkan kembali langkahnya menuju ke luar rumah. Untuk apa Alvian—papanya, pulang jika hanya akan memanaskan kupingnya saja karena bertengkar dengan Mauren. Untuk apa?
Tangan dengan jam tangan yang melingkar itu melambai-lambai ke arah angkutan umum. Setelah angkutan umum berhenti tepat di depannya, Biola memasukinya.
Setelah berapa lama Biola sibuk dengan pikirannya dan dengan angkutan umum yang terus melaju, kini Biola sudah sampai di halte dekat sekolahnya.
Biola mengambil uang di sakunya lalu membayar ongkos. Kemudian kakinya berlari menuju gerbang SMA Cakrawala. Biola pastikan ia tidak akan terlambat, karena selama ia bersekolah, dirinya tidak pernah terlambat meskipun hanya satu detik.
Oh tidak. Sepertinya pikiran Biola beberapa menit lalu tidak berlaku lagi sekarang. Karena gerbang sekolahnya saat ini sudah tertutup rapat. Biola kesiangan untuk yang pertama kalinya.
"Pak, buka!" ucap Biola sedikit keras. Pak satpam itu sibuk tidur di pos nya, membuat Biola berdecak.
Jika sudah begini, Biola harus bagaimana? Manjat? Itu hal yang paling gila untuk Biola.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]
Teen Fiction27 November "Kita itu beda." "Maksud lo?" "Kita senafas tapi tak selaras." "Dih apa si?" "Kita sedetak tapi tak sedetik." "Ya gue tau lo kan setan!!" "Ola, gue harap lo selalu kayak gini." Biola menatap iris mata cowok itu. "Meskipun nanti lo harus...