Epilog

47 15 34
                                    

Part epilog ini panjang banget, 5000 kata lebih. Jadi bacanya harus lagi santai, jangan terburu-buru.

Happy reading!

"Udah sore, nggak kerasa juga ngobrol di bukit," ujar Athan melirik Biola

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah sore, nggak kerasa juga ngobrol di bukit," ujar Athan melirik Biola. Keduanya kini tengah berjalan menuju pulang. Langit sudah berubah warna menjadi jingga, itu artinya hari akan berganti malam.

"Hm," deham Biola.

Semenjak obrolan tentang bunga matahari tadi, Biola jadi irit berbicara. Gadis itu kebanyakan berdeham untuk merespon ucapan Athan. Tak ada lagi ekspresi bahagia di wajah gadis itu. Kalau begini caranya, Athan menyesal telah membahas filosofi bunga matahari.

"Bi." Athan menghentikan langkahnya membuat langkah gadis itupun terhenti.

Keduanya saling tatap. "Lo jangan diam gini terus dong. Gue kesannya kayak ngobrol sama tembok," ujar Athan.

"Kalau gue capek, gimana? Apa harus tetep ngobrol?" tanya Biola.

Athan menghela nafas lalu melanjutkan langkahnya bersama Biola. Dia bersidekap dada.

"Bukan gitu maksud gue. Semenjak obrolan di bukit tadi, lo jadi diam. Gue nggak suka," ucap Athan jujur.

"Gue lagi irit bicara, itu sengaja," balas Biola.

"Kenapa?"

"Nggak." Biola menggelengkan kepalanya.

Athan mendengus kala gadis itu berbicara singkat. Ia tahu betul jika gadis itu berbohong padanya.

"Ngomong-ngomong, sekali lagi, selamat ulang tahun, ya."

"Hm."

"Ulang tahun kita cuman beda tiga hari. Gue tanggal 30 Desember, sedangkan lo tanggal 27," ujar Athan lagi. Sedikit mengembangkan senyumnya.

"Oh ya? Selamat ulang tahun," ujar Biola singkat. Dari nada bicaranya saja seperti tidak ada mood.

"Hm, thank you." Athan tersenyum sesaat lalu keduanya mengunci mulutnya masing-masing selama beberapa saat.

Biola sebenarnya tidak mau berlaku cuek pada lelaki itu, namun hatinya benar-benar kecewa. Tidak bisa dipungkiri, Biola ingin mengulang kebersamaannya dengan Athan.

"Lo tau nggak, kenapa ulang tahun kita beda tiga hari?" tanya Athan melirik Biola sesaat.

Biola hanya menjawab dengan gelengan.

"Karena, dulu gue pernah bermimpi, gue pengen kita bersama sampai kita jadi tiga orang. Gue, lo, dan anak perempuan kita." Athan tersenyum membayanginya. "Gue suka banget sama anak perempuan. Dan bayangan yang selalu ada di pikiran gue itu lo dan anak kecil yang mirip sama lo."

"Nggak usah ngawur," ujar Biola mendengus.

Athan terkekeh. "Bilang aja lo salting, iya, 'kan?"

Biola menghentikan langkahnya lalu menatap cowok itu tajam. "Bisa nggak, jangan bahas kayak gitu? Lo tuh seakan ngasih gue harapan, Than. Padahal kenyataannya lo itu mau pergi."

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang