25 - Bertengkar Lagi?

35 15 6
                                    

Keesokan harinya, tepat setelah dimana Biola menangis di bukit dengan Azka yang menemaninya, kini Biola harus menerima kenyataan pahit yang baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya, tepat setelah dimana Biola menangis di bukit dengan Azka yang menemaninya, kini Biola harus menerima kenyataan pahit yang baru.

Alvian—sang papa, ternyata benar-benar meninggalkannya lagi. Melalui surat yang tertempel di pintu kamarnya, Alvian berkata bahwa pria itu harus pergi mendadak karena Kaysa merengek ingin jalan-jalan bersama dirinya. Ya, hanya itu saja.

Alasan yang menurut Biola sama sekali tak logis. Jujur saja, Biola sakit mendengarnya. Alvian meninggalkannya di pantai begitu saja tanpa pamit sama sekali. Padahal Biola sedang berusaha menerima Alvian kembali. Namun, pria itu juga yang mengecewakannya lagi.

Memang seharusnya, Biola itu tidak perlu mengikuti ucapan Athan yang berujung sakit seperti ini. Mungkin jika kemarin ia tidak mengikuti perintah cowok itu, Biola tidak akan sesakit ini ketika ditinggal oleh sang papa karena sudah terbiasa.

Cklek

"YA ALLAH, NON!"

Bi Marti. Ya, wanita itu baru saja kembali ke rumah Biola waktu tengah malam.

"Non!" Bi Marti menghampiri Biola dengan wajah paniknya. Terlihat gadis itu tengah duduk di atas kasur dengan seragam yang sudah melekat di tubuhnya.

"Bibi ada di sini? Ngapain?" tanya Biola dengan tatapan kosongnya.

Bukannya menjawab, wanita itu malah memperhatikan kondisi Biola yang menurutnya jauh dari kata-kata baik saja itu. Pipi yang dipenuhi spidol merah, rambut yang acak-acakan, begitupun dengan kaki yang dipenuhi goresan luka hingga mengeluarkan darah segar.

"Non, kenapa kayak gini lagi?" tanya Bi Marti dengan tatapan sendunya.

Biola hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Bi Marti. Tangan wanita itu terangkat memegang pipi Biola yang dipenuhi spidol warna merah.

"Biola mau tanya sama Bibi," ujar Biola dengan nada rendah.

"Ada apa, Non?" tanya Bi Marti. Tak henti-hentinya kedua mata wanita itu terus menatap fisik Biola yang terluka.

"Kira-kira Biola harus gimana lagi, ya?"

Bi Marti mengerutkan dahinya. "Maksud, Non?"

"Biola bingung sekarang," balas Biola sembari menghela nafas panjang.

"Bingung kenapa? Siapa tahu Bibi bisa bantu," ujar Bi Marti. Ia pikir Biola ini sedang dirundung masalah, terlihat dari fisiknya yang terluka. Tapi ketika berinteraksi seperti ini, Biola sepertinya sedang baik-baik saja.

Biola menatap Bi Marti lekat, namun tatapan itu terasa kosong. "Gimana ya cara Biola buat bertahan hidup?"

Bi Marti sedikit terkejut dengan pertanyaan Biola. Dia terdiam menunggu kata-kata yang selanjutnya akan gadis itu ucapkan.

"Papa pergi. Mama pergi. Bibi pergi. Arbel, Loly, dan Kezy pergi. Bahkan Athan juga pergi," ujar Biola menghela nafas. Berbicara seakan tak ada beban. Namun kenyataannya tak seperti itu. Biola menanggung beban yang sangat berat. Ralat, bukan beban, namun luka.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang