15 - Tamparan Keras

38 19 6
                                    

Biola membuka pintunya yang ia sangka akan terkunci

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Biola membuka pintunya yang ia sangka akan terkunci. Namun dugaannya itu ternyata salah besar. Di waktu tengah malam begini, pintu utama rumahnya belum dikunci. Tidak biasanya.

"Non Ola!" Bi Marti berlari kecil menghampiri Biola yang kini berdiri di dekat pintu utama.

"Alhamdulillah Non Ola udah pulang. Itu Non."

"Kenapa?"

Bi Marti memegang dadanya, menetralkan deru nafasnya yang memburu.

"Tuan."

"Kenapa?" tanya Biola lagi. Kedua matanya sempat mengedar di ruangan cukup besar itu.

"Tuan mabok, Non," ujar Bi Marti menatap Biola yang kini terdiam kaku.

Selama Biola hidup, Biola tak pernah melihat pria dewasa itu meminum minuman haram, bahkan untuk menyentuh pun Biola tak pernah lihat. Dan ini, pertama kalinya. Tidak bisa dipungkiri, Biola terkejut.

"Non, cepet lihat. Daritadi Tuan meracau terus, nyebut nama Non Ola," ujar Bi Marti lagi.

Biola mendengus lalu berjalan. Bi Marti mengikuti langkah kaki gadis itu dari belakang.

"Papa dimana?" tanya Biola sembari menelusuri ruangan-ruangan di rumah itu.

"Kamar Non Ola," balas Bi Marti.

Mendengar kamarnya disebut, dengan cepat Biola berlari kecil ke arah kamarnya. Hingga dua wanita berbeda usia itu sampai di depan kamar Biola, menangkap Alvian yang tengah merusak lukisan milik Biola yang akan disetorkan pada toko lukisan.

"PAPA!" teriak Biola lalu berlari menghampiri pria itu.

Tangan Biola terangkat merebut keempat lukisannya yang kini sudah tak terbentuk. Permukaannya rusak, cat nya pun sudah pudar dan berantakan.

Biola menatap muram lukisannya. Sengaja ia mengejar target lukisannya untuk dijual, karena Biola seminggu ke depan akan disibukkan dengan latihan Caramello untuk lomba.

Tapi sekarang, kanvas yang ia lukis mati-matian itu tak ada gunanya lagi. Hanya akan jadi barang rusak yang tak ada nilainya.

"Papa."

Alvian menatap Biola dengan senyumannya. "Ola sayang. Sini, Nak."

Tatapan Alvian terlihat memabukkan, Biola bisa melihat itu dari matanya yang terbuka setengah.

"Papa kenapa mabok?" tanya Biola.

Alvian menggerakkan tangannya seakan tengah menggapai sesuatu di udara. "PAPA SAYANG OLA! PAPA PULANG KARENA OLA!"

Biola tersentak kaget ketika pria itu berteriak keras. Dia memundurkan langkahnya ketika Alvian mulai berjalan mendekatinya.

"Ola, anak Papa. Kamu tau? Papa ini cinta dan sayang sama kamu. Tapi, kamu tidak menghargai ada Papa di sini. Kamu malah nggak pulang, dan malah jadi jalang di luar sana," racau Alvian.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang