4 - Langit Malam

67 23 4
                                    

Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari itu, setelah Biola dan anggota Caramello lainnya berlatih yang pertama kalinya untuk perlombaan, akhirnya mereka pulang ke rumahnya masing-masing.

Tidak sedikit tenaga yang mereka gunakan, apalagi mengajari anggota baru dari kelas 10 membuat tenaga mereka terkuras dua kali lipat. Meskipun tanggal perlombaan masih cukup lama, tetapi tetap saja mereka harus berlatih dari sekarang untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

"Non," panggil Bi Marti ketika melihat Biola hendak menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Cewek dengan seragam olahraga itupun membalikkan badannya. Alisnya terangkat seakan ia berkata "Ada apa?".

"Nyonya udah pulang," ucap Bi Marti.

Seketika ekspresi wajah Biola berubah malas. Sungguh, ia sangat tidak mau bertemu dengan mamanya yang seenaknya pergi tanpa memperdulikan dirinya itu.

"Terus?"

"Nyonya mau ngomong sam—"

"Ola."

Bi Marti dan Biola menolehkan wajahnya pada seorang wanita yang kini berdiri di depan kamarnya. Wanita itu memakai dress berwarna merah marun dengan sepatu hak tinggi.

Terdengar helaan nafas kasar dari Biola. Cewek itu hendak menaiki anak tangga lagi namun suara sang mama menghentikannya.

"Mama mau bicara."

"Biola harus istirahat," ucap Biola cuek.

"Duduk," tegas Mauren—mama Biola.

Biola memutar bola matanya malas. Ia berjalan ke arah sofa ruang tengah lalu mendudukinya dengan dengusan yang tak henti-hentinya terdengar.

"Mama kemarin sibuk, kerjaan Mama banyak. Jad—"

"Jadi Mama lupa sama anaknya sendiri, gitu?" potong Biola dengan tatapan sinis nya.

"Ola! Mama tidak seperti apa yang kamu ucapkan!"

"Iya, Ma. Mama nggak kayak gitu, tapi Mama lebih dari apa yang Biola ucapkan."

"Mama tidak mau berdebat, Ola! Mama cuma minta sekarang kamu ganti baju, pake dress yang mama simpan di kamar kamu. Lalu setelah itu ikut Mama," perintah Mauren beruntun.

Senyum Biola terukir. Bukan senyum kebahagiaan, melainkan senyum kebencian.

"Mau kemana, Ma? Nggak biasanya Mama ngajakin Biola pergi." Biola tersenyum kecut.

"Calon Papa kamu mengajak kita untuk makan malam di rumahnya. Kurang baik apa dia sama kamu?"

"Kurang baik apa? Mama serius nanya itu ke Biola?" kekeh Biola, "ya jelas dia kurang baik. Oh bahkan nggak baik. Karena dia udah rebut Mama dari Biola."

"Ola! Jaga ucapan kamu! Calon papamu itu sangat baik. Kamu harus menghormatinya, Ola!"

"Papa kandung kamu yang brengsek! Kerja di luar negeri tapi nggak pernah pulang lagi!"

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang