29 - Jendela dan Dia

34 16 19
                                    

Hari ini, tepatnya detik ini pula, tim dari SMA Cakrawala tengah menaiki bus menuju Jakarta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini, tepatnya detik ini pula, tim dari SMA Cakrawala tengah menaiki bus menuju Jakarta. Ya, pentas seni SMA Kertabangsa hanya diadakan dalam satu hari. SMA Cakrawala hanya membawa dua piala dengan kategori juara satu. Juara satu pertandingan basket, dan juara satu perlombaan teater.

Biola menatap ke arah jendela. Dia duduk sendiri di bus, karena Loly sudah pulang lebih dulu sewaktu tangannya sudah diobati. Ternyata temannya itu mengalami patah tulang, hingga gadis itu harus memakai bantuan gips untuk mengembalikan posisi tangannya.

Tentu hal itu semakin membuat orang-orang memandang Biola setengah mata. Semenjak kejadian itu, tak ada lagi yang mau berbicara dengan Biola, kecuali Askal, Azka, dan Farel.

Biola menghela nafas lelah. Dalam beberapa menit lagi ia akan sampai di rumah. Rumah yang menurutnya seperti penjara sekaligus neraka dunia.

"Pak, saya turun di sini," ujar Biola seketika membuat sang supir menginjak pedal rem.

Biola berdiri lalu berjalan menuju ke luar dari bus. Teman-temannya sibuk bercengkrama satu sama lain, seakan Biola adalah orang asing bagi mereka.

"Terima kasih," ujar Biola membuat supir bus itu mengangguk.

Setelah Biola turun, bus sekolah kembali melaju. Sedang gadis itu kini menatap rumahnya dengan tatapan lelah dicampur malas karena sebuah mobil putih terparkir di garasi, itu artinya Mauren sedang ada di rumah. Tidak biasanya.

Cklek

PLAK

Biola terkejut sembari memegang pipi kirinya yang memerah karena ditampar oleh Mauren. Hatinya berdegup kencang, rasanya benar-benar sakit sekali.

"KEMANA SAJA KAMU?!" bentak Mauren dengan kilat tajamnya.

"KAMU SUDAH TIDAK MENGANGGAP SAYA SEBAGAI MAMA KAMU LAGI, IYA?!"

"Alvian datang ke sini waktu lalu, 'kan?! Kenapa kamu temui dia dan terima dia, hah?!" cecar Mauren.

Biola menatap kedua kakinya dengan lapisan kaca di bola matanya. Tangannya sedikit bergetar karena rasa sesak sekaligus sakit di bagian pipi dan kakinya.

"PERGI KE PANTAI GAK BILANG SAMA SAYA! SEKARANG KAMU KELUYURAN GAK JELAS JUGA GAK BILANG LAGI!" teriak Mauren murka.

"ANAK GAK TAU DIUNTUNG KAMU!"

Tepat saat Mauren berkata demikian, satu tetes air mata berhasil lolos dari kedua mata Biola. Mauren yang melihat itupun hanya tersenyum sinis.

"Drama, drama, drama. Kamu itu bisanya drama doang!"

"Gak ada bedanya kamu sama papamu itu," lanjut Mauren.

Biola mendongakkan kepalanya secara perlahan. Dia memberanikan diri untuk menatap Mauren, meski sesungguhnya ia tak dapat lagi menahan rasa sakit di fisik maupun batinnya.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang