6 - Hujan dan Dia

64 21 5
                                    

"Mana nyokap lo, kok gak datang-datang?" tanya Biola

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mana nyokap lo, kok gak datang-datang?" tanya Biola. Ia sangat tidak suka dengan kondisinya saat ini. Diperhatikan oleh banyak penggemar Askal membuat dirinya tidak nyaman.

"Tunggu bentar lagi, lagian lo kenapa sih?" kekeh Askal. Cowok itu memainkan rambutnya dengan pandangan yang tak lepas dari seorang Biola Arisha.

Biola mendengus lalu bangkit dari posisi duduknya. "Gue cancel deh ketemu sama nyokap lo."

"Eh yakin?"

"Satu jam waktu gue terbuang sia-sia di sini." Biola memutar bola matanya lalu berjalan ke luar lapangan basket membuat semua pasang mata memperhatikannya.

Kaki yang dibalut sepatu berwarna putih itu berjalan menuju kelasnya kembali. Pintu sudah tertutup, menandakan jika guru selanjutnya sudah memulai pelajarannya.

Biola berdecak pelan, ia tidak mungkin masuk di saat semua orang tengah belajar. Dan ia juga tidak mau dihukum karena telat masuk kelas setelah jam istirahat.

Setelah sedikit bergelut dengan pikirannya, Biola memutuskan untuk pergi ke danau di belakang sekolah. Mungkin tempat itu akan cocok untuk Biola singgahi.

Untunglah danau yang terletak di belakang sekolah itu tidak panas. Biasanya sih panas, mungkin saat ini Biola sedang beruntung.

Gadis dengan seragam sekolah itu duduk di pinggir danau tanpa beralaskan apapun. Ia menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.

Ketika tengah menikmati suasana di danau itu, tiba-tiba telinganya mendengar sebuah suara bisikan yang membuat jantungnya berpacu cepat seketika.

"Jangan ikutin gue!" Kedua tangan gadis itu otomatis menutup telinganya rapat-rapat. Matanya terpejam, seiring rasa ketakutan yang ada di benaknya meningkat.

"Jangan ganggu gue," ucap Biola bergetar.

Puk

"Kamu kenapa disini?"

Merasakan sebuah tepukan di bahunya, Biola membalikkan badannya dengan cepat. Menatap seorang pria tua yang kini memperhatikannya dengan sapu lidi di tangannya.

"Pak Hariman?"

Bapak penjaga sekolah tersebut duduk di samping Biola. Ia tersenyum.

"Kamu kenapa, Nak?" tanyanya pada Biola.

Biola menggeleng-gelengkan kepalanya. Tangannya terangkat menghapus cairan bening di sudut matanya.

"Kamu ada masalah?" tanya Pak Hariman. Tangan keriput itu memegang bahu Biola, mengelusnya secara perlahan.

"Saya nggak apa-apa kok, Pak." Biola sedikit mengangkat kedua ujung bibirnya sesaat.

"Nama kamu siapa, nak?"

"Biola."

"Nama yang bagus. Kayak alat musik," ucap Pak Hariman dengan senyumannya.

Biola hanya menampilkan senyum tipisnya lalu mengedarkan pandangannya kembali. Ia masih takut dengan suara-suara yang sering mengganggunya itu.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang