26 - Persiapan Keberangkatan

36 15 5
                                    

"Bang, ayok ke sana! Nanti Kak Ola bisa-bisa dijambak lagi sama nenek lampir itu!" ujar Azka panik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bang, ayok ke sana! Nanti Kak Ola bisa-bisa dijambak lagi sama nenek lampir itu!" ujar Azka panik.

Askal mengangguk lalu berlari tanpa aba-aba. Azka dan Farel mengikuti Askal dari belakang.

"GUE BENCI SAMA LO!" Setelah berkata demikian, Arbel lagi-lagi menarik rambut Biola membuat sang empu mati-matian menahan ringisannya.

Biola tidak membalas perbuatan Arbel, gadis itu hanya memegangi tangan Arbel agar rambut-rambutnya tidak terlepas dari akarnya karena tarikan Arbel.

"WOY!"

Askal berteriak membuat suara-suara murid yang tengah menyaksikan pertengkaran itu seketika lenyap. Arbel pun menghentikan aksinya ketika melihat Askal yang berdiri bersama kedua temannya.

Arbel menegakkan badannya sembari melepaskan tangannya dari rambut Biola. Dia menunduk lalu terisak pelan.

"Biola yang duluan, Kak. Kalo kamu mau marahin, ya marahin dia!" tunjuk Arbel dengan ekspresi tertindasnya. Ya, Arbel melakukan ini agar Askal tidak semakin benci terhadap dirinya.

Biola yang mendapat tuduhan tak benar pun hanya terdiam merapikan rambutnya. Masker medis masih terpasang rapi di bagian bibir dan setengah hidungnya. Untung saja Arbel tak menyentuh maskernya itu.

Askal berjalan dengan tatapan tajamnya pada Arbel. "Lo ... cewek murah!"

"Berani-beraninya lo sakitin dia?" tanya Askal tajam sembari menunjuk Biola.

Arbel menggerutu dalam hati. Ingin sekali mencakar wajah Biola, namun niatnya harus ia pendam karena Askal lebih penting dari rasa bencinya.

"Aku gak nyakitin dia, Kak. Dia dul—"

"Gue gak percaya itu. Sekali lagi lo sentuh dia, lo akan tau rasanya menjadi murid paling dibenci di sekolah ini," ujar Askal penuh penekanan.

Dia memundurkan langkahnya lalu menatap murid yang lain. "Pergi sebelum guru datang!"

Akhirnya lapangan dilapisi rumput hijau itu secara perlahan ditinggalkan oleh banyak murid. Di sana hanya tersisa Askal, Azka, Farel, dan Biola. Arbel sudah melenggang pergi bersamaan dengan murid lain. Tentu gadis itu dongkol bukan main.

"Gak usah sok baik!" ujar Biola dengan kilat tajam di matanya.

Gadis itu menatap Azka dan Farel sesaat lalu meninggalkan lapangan hijau itu.

"Dia kenapa pake masker, ya? Gak biasanya," tanya Farel pada Askal.

Azka menatap punggung Biola yang semakin menjauh. Dia juga baru menyadari jika gadis itu memakai masker.

Askal mengedikkan bahunya. "Gue gak tahu. Tapi gue bakal paksa dia buat ikut gue pulang sekolah nanti."

"Jangan, Bang," ujar Azka spontan membuat Askal menatapnya intens.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang