42 - Tentang Rasa

29 15 4
                                    

Seakan seperti diciptakan untuk menganggu pikiran Biola, sang empu kini sibuk berlari menuju tempat yang sempat terlintas dipikirannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seakan seperti diciptakan untuk menganggu pikiran Biola, sang empu kini sibuk berlari menuju tempat yang sempat terlintas dipikirannya. Tak lupa, tangan berkeringat itu sudah bergetar kuat di samping baju seragam sekolahnya.

Detik terus berjalan, perasaan dan pikiran Biola semakin bertengkar tak sejalan. Ekspresinya pun kini sudah bercampur antara sendu dan takut.

"Bibi," gumam Biola pelan di sela-sela fokus larinya. Ia teringat Bi Marti karena hanya wanita itulah yang mengerti keadaannya. Namun, apa daya, wanita itu sudah jauh dengannya sekarang.

Biola menggeleng-gelengkan kepalanya menepis pikira buruk yang terus-menerus hinggap di otaknya. Tangan pucatnya itu membuka gerbang rumahnya dengan cepat lalu berlari menuju arah pintu utama.

Kondisi Biola kini sudah tidak terkendali. Badannya bergetar hebat, pelipisnya berkeringat secara perlahan, kedua mata sendu nya pun secara perlahan mengeluarkan air. Biola menggedor-gedor pintu utama rumahnya itu.

"BUKA!" teriak Biola histeris dengan sebulir air mata yang jatuh mengenai pipinya.

"BUKA! BUKA PINTU!" Seakan tak punya rasa sabar, tangan Biola bergerak menggendor pintu rumahnya semakin keras. Mengabaikan luka yang perlahan muncul di bagian tangannya.

"BUKA PINTU! MAMA, BUKA!"

"HEI, BIO!" Entah darimana datangnya, cowok berpakaian rapi yang sering menemui Biola itu tiba-tiba memegang bahu Biola.

Tangan besarnya itu menahan tangan mungil Biola agar tidak menimbulkan suara gaduh kembali. Athan menatap gadis itu dengan tatapan bingung sekaligus iba. Karena, ia sadar jika gadis itu sepertinya tengah dilanda masalah berat.

"Lo kenapa? Stop gedor-gedor, tangan lo luka," ujar Athan menggenggam jari-jari mungil Biola.

Bukannya menjawab, Biola malah menarik tangannya lalu memeluk dirinya sendiri. Isakan pelan perlahan terdengar menghiasi alat pendengaran cowok itu.

"Lo, kenapa? Kok nangis?" tanya Athan dengan nada lembut. Ia memegang bahu Biola namun cewek itu menepisnya dengan cepat.

Baru Athan sadari, tubuh gadis itu bergetar hebat. Wajahnya pun memerah padam. Athan bingung, bagaimana bisa Biola dalam kondisi sekacau ini sedangkan tadi pagi masih baik-baik saja.

"Bio," panggil Athan berusaha menggapai lengan gadis itu. Namun lagi-lagi Biola menghindar.

"Cerita ke gue, oke?"

"GUE GILA! LO GAK BOLEH BERTEMAN SAMA GUE!" teriak Biola seketika membuat Athan terlonjak kaget hingga mundur satu langkah.

"Buset! Kaget, Bio!" ujar Athan spontan memegang dadanya.

Biola menatap Athan dengan kedua mata memerah. Dia berlari menuju halaman depan rumahnya, tepatnya dekat kursi panjang berwarna putih.

"Bio!" ujar Athan lalu menyusul Biola yang kini sudah terduduk di atas rerumputan sembari menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya.

Satu Tawa Dua Luka [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang