59. Berusaha

3.2K 404 85
                                    

Pagi ini aku sudah kembali bersekolah seperti biasa, seperti saat sebelum bertemu Zidan. Padahal dia sudah jemput tadi, tapi tentu aku mendiaminya dan menganggapnya seolah-olah tidak ada.

Sesampainya didepan tangga aku hanya naik dengan diam dan tenang, mulutku tidak mengoceh seperti biasanya yang selalu mengeluh.

Aku masuk kedalam kelas dan duduk ditempat biasa, seminggu lagi UNBK. Seharusnya tidak usah ada praktek kemarin kalau akhirnya tetap UNBK, melelahkan tau.

Sambil menunggu Maurin datang, juga bel masuk, aku memutuskan untuk membaca novel di aplikasi online, karena masih sepi aku jadi bisa fokus. Tapi jika ramai aku gak akan bisa baca novel seperti ini, menghayal dan meresapi isi novel itu butuh konsentrasi yang tinggi tahu.

Aku sengaja berangkat pagi buta agar tidak bertemu Zidan didepan rumah, tapi ternyata dia sudah berdiri depan pintu rumah duluan. Sejak damai beberapa hari yang lalu, aku tetap menghindar. Yang penting kita sudah tidak musuhan.

Udah tanggung kalau aku batalin pergi ke Bandung, kemarin nolak, terus setuju, masa sekarang batalin? Lagian juga gak semua harus tentang cinta kan? Kalo aku udah kaya terus nanti bisa ke korea, siapa tau jodoh aku ternyata orang Korea? Lee sooman gitu contohnya.

"Ona," panggil Gilang yang baru saja datang, aku hanya melirik sebentar kearahnya yang terlihat babak belur? lalu kembali fokus pada hapeku.

"Selamat ya," ucapku dan membuat dia memasang wajah bingung. "Selamat karena udah berhasil ngaku-ngaku jadi selingkuhan gua. Gua saranin daftar jadi pemain sinetron di Indosiar kayaknya langsung diterima."

Aku memberikan jempol padanya dan memutuskan untuk pergi kekantin. Sebelum itu aku sempat nunjuk muka dia. "Gua anggap lu gak pernah lakuin hal itu dan jangan deket-deket gua lagi, okay?"

"Diam tandanya iya. Btw gws, jangan lupa kompres muka lu." Setelah mengucapkan itu aku langsung lari kecil keluar kelas menuju kantin. Mengeluarkan hape pecahku dan mengirim pesan pada Maurin agar langsung ke kantin. Bakso pagi-pagi kayaknya enak.

Baru duduk di meja kantin, tiba-tiba manusia yang paling dihindari, yaitu Zidan sudah duduk di depanku. Aduh males jadi diliatin orang-orang.

"Lagi ngapain?" tanyanya tapi aku hanya diam seolah-olah dia tidak ada. "Mau aku jajanin gak?"

Kebiasaan dia itu suka mancing pake makanan. Kali ini aku ga tertarik, dan ga lepasin mata aku dari layar hape walau cuma scroll-scroll gak jelas.

"Kok diemin aku terus sih? Kan kita udah baikan," ucapnya sambil cemberut. "Kamu kok jadi hindarin aku si?"

Haduh, kalo menghindar aku gak bakal duduk disini terus. Tapi dia udah aku anggap setan, tak kasat mata.

"Na," panggilnya sambil noel-noel jari aku pelan. Refleks aku langsung menoleh. "Nah gitu dong!" Semangatnya.

"Kita udah putus," ucapku singkat. Dia malah tutup kuping dan julurin lidahnya. "Gak denger! Kuping aku budek."

"Amin." Bukan aku yang bilang! Suer! Tapi Maurin yang baru datang bareng Theo.

"Aduh ngapain si pagi-pagi udah mepet terus, gamon ya? Kesian. Urusin Nadin noh nangis-nangis depan gerbang gara-gara perutnya kesenggol ade kelas."

Zidan menatap Maurin kesal. "Bodo, gua gak perduli. Tugas gua udah selesai sampe dia keluar rumah sakit."

Aku hanya mengangguk-angguk sambil ber-oh ria. "Lu yang pukulin Gilang ya?" tanyaku penasaran, hmm tidak ada kandidat lain selain Zidan yang bisa melakukannya. Dia tersangka utama.

Lelaki itu membuang muka lalu berdehem mengiyakan. "Kenapa? Kamu mau marahin aku?"

Dih pede bener.

OTOT VS LEMAK [SELESAI]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang