YOUNG : 22

1.5K 133 2
                                    

Lala menatap kosong dinding didepannya, dia masih belum percaya kalo Bram meninggalkan dirinya sendiri saat ini.

"Kamu kenapa La?" Aquena bertanya daritadi saat perempuan itu terbangun dari pingsannya.

Lala masih bergeming tak mau membuka suaranya, lidahnya terasa sangat kelu saat ingin berbicara sepatah kata. Di luar rumah hujan kembali turun dengan deras, Aquena dan Xander yang kini sedang menggendong baby Cia memilih untuk tetap bertahan disana menemani Lala.

Aquena masih sabar menanti penjelasan dari Lala, menanti Lala mau mengatakan semua yang sebenarnya terjadi sebelum kedatangannya.

"Kamu tidur gih!" Aquena membantu Lala membaringkan tubuhnya. Menarik selimut sampai sebatas perut, Aquena mengelus rambut Lala berharap agar perempuan itu tertidur.

Lala memejamkan matanya mengatur deru nafasnya agar kembali normal dan memelan agar Mama Aquena mengira dirinya sudah tertidur dengan begitu Mama Aquena akan meninggalkannya sendirian didalam kamar.

Benar saja apa yang di pikirkan oleh Lala, Aquena yang merasa jika Lala sudah tertidur dengan segera beranjak keluar dari kamar Lala untuk menemui suaminya yang menunggu di ruang tengah.

"Lala kenapa ya?" tanya Aquena pada Xander.

"Tanya Lala, yang tau dia kenapa itu hanya dirinya sendiri!" sahut Xander sibuk menatap baby Cia yang anteng pada gendongannya.

"Aku udah tanya daritadi, tapi Lala enggan buat buka suara. Aku takut ada sesuatu yang buruk menimpa anak itu!"
"Kita tunggu sampai Lala tenang, mungkin nanti anak itu akan berbicara dengan kita!" Xander mengelus pundak istrinya itu.

"Sebelum pingsan Lala sempet bilang kalo Bram ninggalin dia sendiri, tapi aku enggak tahu itu bener atau enggak soalnya suara Lala enggak terlalu jelas ditelinga aku!" ujar Aquena.

Kedatangan Aquena dan Xander bukan tanpa alasan, mereka berkunjung kerumah Lala dan Bram karena sudah lama tidak datang kemari tapi apa yang dia lihat saat datang kesini ternyata sangat memperihatinkan. Aquena menadapati Lala terduduk di atas tanah dengan air mata yang membasahi pipinya walau tersamarkan oleh air hujan yang menerpa.

Didalam kamar Lala kembali terbangun dan duduk bersandar.

"Tuhan, jika ini memang mimpi maka bangunkanlah aku. Aku tidak mau bermimpi buruk seperti ini!" bathin Lala termenung.

Layaknya sebuah mimpi yang masih belum bisa Lala percaya seperti itulah dia saat ini belum percaya dengan semua yang terjadi. Lala menatap pergelangan tangannya, tangan kanannya sudah bertengger pada pergelangannya itu bersiap untuk mencubit sedikit kulit tangannya.

"Semoga cuma mimpi!"

"Auh! Sakit!" lirih Lala yang air matanya sudah merembes turun.

Ini semua nyata bukan mimpi. Bram yang pergi dengan segala sikap anehnya itu benar nyata adanya. Isakan kecil mulai keluar dari mulut Lala saat ini. Diantara derasnya air hujan yang turun, Lala ikut menurunkan air yang kini telah membasahi permukaan pipi tembamnya.

"Kenapa nangis lagi?" tanya Aquena yang masuk kedalam kamar Lala.

Membawa tubuh mungil itu ke dalam dekapannya, Aquena mengeluarkan lembut rambut serta punggung Lala. Menenangkan Lala agar mau berhenti menangis.

"Cerita sama Mama, ada apa?" Aquena bertanya sembari menghapus air mata yang ada di pipi Lala.

"Bram pergi ninggalin Lala Ma,"

"Apa salah Lala sampe Bram ninggalin Lala sendirian kayak gini? Disaat Lala sedang mengandung anak dia, tetapi dia malah pergi begitu saja."

"Kalo memang dari awal Bram enggak pernah mau sama kehadiran anak ini, kenapa dia enggak jujur aja. Seharusnya dari awal Bram enggak perlu menikahi Lala kalo pada akhirnya Bram ninggalin Lala sendirian kayak gini!"

Young Parent'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang