YOUNG : 28

1.6K 139 3
                                    

Lala memegang perutnya yang buncit itu dengan sebelah tangan, sedangkan yang sebelahnya lagi dia gunakan untuk memegang pinggiran tangga penghubung lantai satu dan dua. Kakinya sudah terasa pegal padahal dia baru menaiki beberapa anak tangga.
Lala menyesal karena memilih untuk naik menuju kamarnya sendirian, padahal tadi Mbak Dewi sudah menawarkan diri untuk membantu Lala menuju kamar tapi dia tolak karena dia pikir masih bisa menaiki tangga tanpa bantuan tapi nyatanya kosong. Dia sudah kelelahan setengah jalan.

"Huh! Mbak Dewi!!" panggil Lala dari anak tangga. Dia sudah mendudukkan bokongnya pada permukaan tangga.

"Mbak Dewi!" panggil Lala sekali lagi karena Mbak Dewi tidak ada menyahut.

"Ini gue gimana caranya ke kamar? Kaki gue udah pegel," keluh Lala.

"Si Bram lama banget pulangnya, padahal bilangnya cuma sebentar ke restoran bang Alaksa." Lala berguman sembari mengelus perutnya. Dapat dia rasakan tendangan pelan dari buah hatinya yang ada di dalam perutnya.

Tendangan-tendangan kecil terus terjadi seiring dengan tangan Lala yang mengusap permukaan perutnya. Kepalanya di senderkan pada permukaan pembatas tangga.

"Bram! Bantuin aku, buruan!" pekik Lala saat melihat Bram datang menenteng paperbag yang isinya entah apa itu.

Bram yang mendengar itupun dengan segera menghampiri Lala. Menuntun Lala menaiki anak tangga menuju kamarnya. Tubuh Lala didudukkannya pada sofa merah yang ada di kamar.

"Kenapa goleran di tangga tadi hem?" tanya Bram lalu memijit betis Lala yang kian hari kian membengkak.

"Tadi pengennya ke kamar sendiri padahal mbak Dewi udah nawarin buat bantuin ke kamar tapi aku tolak, karena yakin masih bisa naik tangga sendiria. Eh, waktu di pertengahan kaki aku jadi sakit buat naik anak tangga. Makanya aku duduk aja disitu nungguin kamu atau mbak Dewi datang." Lala bercerita sembari menyenderkan punggungnya. Lala dapat merilekskan kedua betisnya, pijitan dari tangan Bram ternyata yang paling ampuh buat meredakan pegal pada kedua betisnya.

"Aku ada rencana buat kejar paket beberapa bulan lagi, kamu mau ikut juga?" tanya Bram pada Lala. Dia sudah berpindah menjadi duduk disamping Lala. Mengusap pelan perut Lala yang membuncit itu.

"Udah bilang ke Papa?" tanya Lala.

"Udah, dan Papa setuju. Kita masih bisa buat lanjut kuliah kalo mau, itu kata Papa." Bram menyahut, dia terlalu serius mengusap perut Lala yang dimana buah hatinya terus saja memberikan tendangan-tendangan kecil seiring dengan usap Bram.

"Kalo kita berdua kuliah, yang urus anak kita siapa?" tanya Lala

"Aku enggak mau ya, anak aku diurus sama orang lain. Aku juga pengen ngurus anak kita dengan tangan aku sendiri." lanjut Lala.

"Kan ada Mbak Dewi, kita bisa minta bantuan mbak Dewi buat urus anak kita selagi kita kuliah. Habis itu ya balik lagi kita yang urus," sahut Bram

"Tapi kalo kamu enggak mau lanjut buat kuliah aku juga enggak papa. Kalo kamu mau fokus buat ngurus anak kita, aku enggak masalah. Selama itu yang kamu suka, why not!" ujar Bram menatap Lala serius.

"Aku pikirin nanti. Kalo buat kejar paket aku ikut," sahut Lala.

"Kata Papa dia yang bakal nyariin kamu mentor buat ngejar ketertinggalan, kalo aku bisa minta tolong ke Lucas atau yang lainnya." Bram berujar.

"Aku mau mandi ya, gerah!" ujar Bram sembari mengibaskan kaos yang dia kenakan hari ini.

"Selesai mandi jangan pake baju ya." pinta Lala

"Pake boxer aja gimana?" tanya Bram menaikkan alisnya sebelah

"Enggak!" tolak Lala.

"Yaudah, tunggu bentar ya bumil!" ujar Bram lalu masuk kedalam kamar mandi.

Young Parent'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang