III

9.6K 824 17
                                    

Ayaka jadi merasa takut untuk berangkat ke sekolah hari ini apalagi setelah kejadian kemarin. Ia takut, ralat sangat ketakutan. Bagaimana ia akan bertemu dengan Noa nantinya? Apa dia akan mati jika melawan nya?. Bagaimana cara agar ia bisa lolos dari nya hari ini?.

Berbagai pertanyaan berkumpul di kepala Ayaka hingga terasa ingin pecah. Ayaka meminum air dingin yang berada didepannya dengan tegukan yang cepat, kemudian meletakkan ke meja sedikit bertenaga setelah selesai minum untuk melampiaskan kebingungan nya.

Ponsel yang ia letakan di meja bergetar, rupanya panggilan dari Noa. Lelaki itu meminta nomor nya sebelum Ayaka keluar dari mobil waktu itu. Melihat namanya tertera di ponselnya seketika membuat ia takut. Namun, jika Ayaka tidak menjawab telfon Noa apakah ia akan menembaknya dengan pistol yang ia bawa di mobil kemarin? Atau bisa saja dengan pisau? Atau dengan cara lainnya yang lebih kejam?.

Panggilan dari Noa berdering lagi saat mati beberapa kali, karna Ayaka sibuk berpikir akan seperti apa Noa membunuh nya. Ayaka mengambil nafas untuk menenangkan diri lalu menggeser ke tombol hijau dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo?"

"Baru bangun ya?"

Ayaka membeku, rasanya aneh. Cara berbicara nya sangat lembut, Ayaka pikir cowo itu akan marah marah dan membentaknya karna lama mengangkat telfon.

"Enggak kok, udah siap"

"Cuma tadi ponselnya nyelip dipinggir kasur jadi lama karna susah ngambil, maaf" bohong Ayaka.

"Gakpapa, aku bentar lagi nyampe ke apartemen kamu, ayo berangkat bareng"

Tak langsung menjawab, Ayaka malah gemetar ketakutan. Suhu di kakinya berubah menjadi dingin. Ayaka ingin menolak tapi bagaimana caranya?.

"Ayaka? Sayang?"

Mata Ayaka membulat. "Hng?! Iya iya aku kedepan, sebentar"

Ayaka sangat terkejut ketika Noa memanggilnya dengan kata sayang, dan mulutnya reflek mengatakan iya. Bagaimana ini?...

"Oh?... oke, santai aja jangan buru buru aku juga santai kok"

"Iya a— aku... matiin dulu telfon nya"

"Kay, see ya babe"

"Hm"

"Kenapa susah banget buat bilang engga? Ayaka bodoh, Ayaka penakut" cibirnya untuk diri sendiri, setelah panggilan terputus.

Ayaka menghabiskan minumannya , lalu memakai tasnya dan keluar. Di parkiran apartemen nya ada mobil Noa berwarna hitam, berbeda dari yang kemarin. Apa pistolnya masih ada? Atau malah diganti oleh racun?.

Noa keluar dari mobil dan tiba tiba langsung memeluk Ayaka, tanpa berbicara apapun. Setelah memeluk nya kemudian Noa langsung membukakan pintu mobil untuknya. Ayaka hanya bisa bungkam mengikuti alur Noa.

Kemana Noa yang terkenal menyeramkan dan kasar itu?.

Kenapa malah jadi Noa yang manis dan lemah lembut?.

Apakah dia orang lain?.

"Kenapa?" tanya Noa karna sedari tadi Ayaka diam mematung sembari melihat nya dari samping.

Ayaka mulai tersadar dan menggeleng kan kepalanya, matanya seperti mencari objek lain untuk dilihat seperti ke kaca depan melihat jalanan.

"Enggak kok ga papa"

Noa hanya membulatkan bibirnya lalu mengangguk paham. Noa pikir Ayaka masih belum nyaman di samping nya.

"Kamu udah sarapan?" tanya Noa masih fokus dengan jalanan.

Noa's Obsession [1] ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang