BAGIAN 10 : CEMBURU?

73.3K 10.4K 1.2K
                                    

Allohumma solli 'alaa muhammad, wa 'alaa aali muhammad.

Alhamdullilah, bisa uptade lagi😁

Semoga cerita ini gak sekedar menghibur aja, ya, semoga juga bisa bermanfaat bagi yang baca. Aamiin😍❤️

Mau tanya dong, sebutkan satu aja alasan kenapa kalian tergerak buat baca cerita ini? Hayoo pasti ada, kan, alasannyaaa🤣

Kita langsung gas aja, oke?!!

Ready?

Ambil baiknya, buang buruknya, ya⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Bagian 10 : Cemburu?_____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 10 : Cemburu?
_____

Sesuai dengan perkataannya kemarin---meski sempat diragukan Rafka dan Naura---Qia tetap kekeuh bersama pendiriannya. Berangkat berdua saja dengan Sakha menaiki transportasi umum yang disediakan pemerintah, ternyata menyenangkan.

"Alhamdullilah, sampai juga!" seru Qia kegirangan setibanya ia dan Sakha di lobi kantor yang dingin dan luas milik Rafka itu.

"Qia anter sampai ruangannya Mas, ya?"

Qia menawari dengan maksud basa-basi. Mana tega ia membiarkan Sakha berjalan sendirian, tanpa siapapun yang menemani. Ini hari bersejarah, dimana Sakha berkerja di kantor untuk pertama kalinya.

"Jangan, ya. Dek Qia pulang aja biar gak kecapekan nanti."

Sakha tersenyum merasa tak enak hati, karena terus merepotkan istrinya. Namun, Qia menggeleng dan langsung menuntun Sakha tanpa berbicara sepatah kata lagi.

Selama melewati orang-orang yang bekerja di kantor sang ayah, Qia terus menyapa dengan sapaan 'selamat pagi' disertai senyuman. Pribadi ceria dan ramah yang melekat pada diri Qia sebagai anak dari pemilik perusahaan, membuatnya mudah akrab dan disegani banyak orang.

"Selamat menempuh hidup baru, Qiara. Semoga menjadi keluarga yang samawa," ujar salah satu karyawan yang sedang berjalan bersama-sama dengan temannya.

Gadis dengan gamis kotak-kotak warna merah marun dengan jilbab segiempat warna hitam menutup dada, serta sepatu putih yang kemarin dipakainya, lalu ditambah tas selempang itu terlihat begitu cantik. Sangat cocok apabila berdampingan dengan Sakha yang tampan memakai tuxedo warna hitam dengan dalaman kemeja putih.

Qia mengangguk sekali lalu tersenyum menanggapi. "Iya, Mbak. Terima kasih."

"Sama-sama."

"Mbak-mbak yang cantik ini semangat ya, kerjanya!" kata Qia menyemangati. Sedikit merasa kesal karena ketiga wanita itu terus saja curi-curi pandang ke arah Sakha.

"Iya, terima kasih. Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Setelah itu, mereka berlalu menjauh. Lantas Qia menggeret Sakha lagi sampai tiba di depan lift. Sembari menunggu pintu lift terbuka, Qia bercerita menyampaikan uneg-uneg hatinya.

Feeling PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang