BAGIAN 34 : KECELAKAAN

41.2K 6.8K 496
                                    

Koreksi kalau ada salah, ya. Selamat membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak 🌟

Mohon maaf sebelumnya, karena di part ini ....

Speechless pokoknya. Baca sendiri ya🙊

Gas ngueenggg ....

Ambil baiknya, buang buruknya, ya ⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Bagian 34 : Kecelakaan_____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 34 : Kecelakaan
_____

Qia akhirnya memutuskan untuk membalas pemberian Dev kemarin. Walaupun nanti bisa jadi hal itu sangat berisiko untuknya. Sebelumnya, Qia sudah menceritakan semua kepada Sakha. Sakha pun juga setuju dengan ide gadisnya.

Pagi tadi sewaktu berangkat kerja, Qia sempat melihat siluet Dev. Maka dari itu, setelah bakwan udang kesukaan Dev selesai dibuat, Qia kembali lagi ke kantor menggunakan motor.

Qia melangkah terburu-buru sambil menelepon Salsa. Hari ini, Qia ada janji dengan sahabatnya itu untuk ikut pengajian.

"Habis ini gue jemput lo, ya," kata gadis dengan pashmina hitam itu. Ia terus berjalan dan sesekali melempar senyuman kepada orang-orang yang melewatinya.

"Jemput gue di minimalket depan kompleks aja, Qi. Soalnya gue nanti mau beli minum dulu."

"Oke. Gampang-lah nanti."

"Ya udah, buluan! Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Qia terkekeh seraya menjauhkan ponsel dari telinganya, kemudian menyudahi panggilan. Setibanya di depan lift, ia segera masuk dan memencet tombol.

Lift berhenti di lantai dua. Pintunya terbuka otomatis. Terlihat ada seseorang yang tengah menunggu. Mengetahui siapa orang itu, seketika tubuh Qia membeku.

"Mas Dev?" lirih gadis itu, tak berhenti memandangi Dev. Qia seperti belum siap bertemu lelaki itu, entah apa alasannya.

Awalnya Dev ragu melangkah masuk, tapi ia tidak punya pilihan lain. Proposal di tangannya harus segera diajukan kepada Rafka. Kepala lelaki itu terus menunduk, berjalan masuk ke lift.

Dev berdiri di pojokan sambil memainkan ponselnya. Sama sekali tidak peduli dengan orang yang berada satu lift bersamanya.

Qia pun juga begitu. Ia seakan lupa apa niat awalnya datang ke kantor. Memegang erat kotak makanan berisi bakwan seraya menggigit bibir bawah dengan kepala menunduk dalam.

Beberapa kali, Qia melirik Dev yang tak berniat mengajaknya mengobrol. Padahal dulu, suasananya tak pernah secanggung ini. Entah Dev atau Qia, salah satu di antara mereka, pasti ada yang memulai obrolan dengan ceria.

Feeling PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang