BAGIAN 30 : TEROR?

38.5K 6.7K 300
                                    

Bismillah, double up buat ganti yg kemarin, meski gak sebanyak biasanya wkwkw.

Bacanya pelan-pelan aja, ya❤️

Jangan lupa tinggalin jejak 🌟

Ambil baiknya, buang buruknya, ya ⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Bismillahirrahmanirrahim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 30 : Teror?
____

"Kalau di Jakarta, pas lagi macet-macetnya enaknya, tuh, pake motor. Bisa nyalip sana-sini."

Sepanjang perjalanan, Qia tak berhenti mengoceh. Ia memang tidak tahan dengan keheningan. Biasanya jika Qia membonceng Salsa, selama perjalanan pasti selalu heboh.

"Mas denger suaranya Qia, kan?" tanya Qia karena sejak tadi belum ada respon.

"Mas!" Qia agak mengeraskan suaranya.

"Ya?" jawab Sakha seperti orang linglung. Ia mendekatkan wajahnya ke depan.

"Dari tadi denger gak Qia ngomong apa?"

"Emangnya tadi Dek Qia ngomong? Ngomong apa?"

Qia mendengus, ternyata sedari tadi ia mengoceh, Sakha tidak mendengarnya. "Kebiasaan, deh. Kalau naik motor, tuh, pasti gini. Mendadak budeg."

"Dek Qia pengen gudeg? Katanya mau makan bakso?" Sakha jadi bingung sendiri.

Buru-buru Qia menggeleng tegas. "Gak. Gapapa. Gak jadi."

Kemudian Qia memilih diam dan tak mau mengajak bicara lagi. Namun, melihat wajah Sakha yang menggemaskan karena terus diam serta nampak serius membuatnya terpikirkan mengenai sesuatu.

Qia sedikit menambah kecepatan motornya di saat jalanan lenggang.

"Dek jangan kencang-kencang!" peringat Sakha dengan wajah setengah ketakutan. Memegang kedua pundak istrinya dengan cukup kuat.

Ciit!

Bruk!

"Aw!" erang Qia sedikit oleng setelah sengaja menurunkan gas dan mengerem mendadak saat ada polisi tidur. Sesuatu di belakang langsung menghantam punggungnya. Hal itu membuatnya menepikan motor.

"Subhanallah ... maaf, Dek." Sakha refleks mundur sambil memegangi hidungnya yang sempat menabrak helm Qia.

Qia mengelus punggungnya. "Tulang belakang gue langsung nabrak tulang dada, tuh, rasanya emang muantep ye," gumam gadis itu lagi, sesekali mendesis.

"Mending boncengin cewek kalau gini, mah."

"Dek Qia gapapa, kan?" tanya Sakha agak memajukan wajahnya, ia juga mendengar sedikit gerutuan. Qia menggeleng sebagai jawaban.

"Aman, aman." Gadis itu menyengir. Menegakkan tubuhnya kembali, lantas mengendarai motornya kembali.

"Lain kali gak perlu ngebut ya, Dek. Lama gapapa, asalkan selamat." Sakha memberitahu dengan suara lirih diakhiri seulas senyuman.

Feeling PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang