BAGIAN 37 : KENAPA BISA?

38.5K 6.8K 935
                                    

Mohon maaf semua. Sebenarnya saya ini gak ngapa-ngapain. Tapi kenapa ngerasa sibuk banget, ya?🤔

Makanya nulis part ini rada molor😁

Semoga part ini nge-feel yaa.

Ambil baiknya, buang buruknya, ya ⚠️

Bismillahirrahmanirrahim.

Bagian 37 : Kenapa Bisa?____

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagian 37 : Kenapa Bisa?
____

"Qia suka sama Mas Dev."

"APA?!"

Pasangan paruh baya itu memekik bersamaan. Menatap Qia dengan mata yang melebar seperti hendak keluar dari tempatnya. Ini sangat mengejutkan dan tidak masuk akal.

Di mata mereka, hubungan Sakha dan Qia itu adem-ayem. Tidak ada pertikaian hebat. Hanya pada saat Qia yang memberontak ketika akan dinikahkan. Setelahnya, tidak ada lagi acara kabur-kaburan.

"Kamu lagi bercanda, kan, Sayang?" Naura melontarkan pertanyaan itu sambil menatap Qia penuh tanya disertai perasaan heran yang luar biasa.

Qia menggeleng, setelahnya ia mengangguk yakin. "Qia serius."

Seketika itu juga, Rafka langsung tertawa terbahak-bahak. Sesekali memukul lantai sambil memegangi perutnya. Karena Qia sering bercanda, makanya Rafka menganggapnya sebuah lelucon.

Namun lambat-laun tawa senang itu berubah menjadi kekehan hambar. Detik berikutnya, Rafka menatap datar putrinya.

"Kenapa bisa, hm? Kenapa bisa kamu suka sama Devan? Sejak kapan?!" tanya lelaki itu mulai terpancing emosi.

"Sampai sekarang kamu belum membuka hati untuk Sakha? Kurang baik apa dia? Kenapa kamu memilih yang gak pasti, hm?" tambah Rafka geram.

Qia terus menggeleng kemudian menunduk dalam. Merasakan air matanya kembali merebak.

"Qia gak tahu, Ayah."

"Gak masuk akal."

Rafka berdecih, memalingkan wajahnya dengan muak.

Naura mengelus kepala Qia. Memberitahu putrinya dengan bahasa yang lembut. "Iya, Sayang. Ayah kamu benar. Jangan banyak drama. Terima aja apa yang udah jadi milik kamu. Jangan berharap yang tidak pasti."

"Biasanya kamu cerita semuanya ke Bunda. Tapi kenapa persoalan sepenting ini gak kamu katakan?" tanya sang bunda. Selama beberapa detik, lidah Qia terasa ngilu.

"Qia gak bilang karena Ayah tiba-tiba jodohin gitu aja. Belum lagi Qia dipaksa buat nerima perjodohan itu," jujur Qia.

Rafka membalas penuh penekanan. "Sakha orang yang baik."

"Tapi, Qia pengen yang sempurna!"

"Gak ada manusia yang benar-benar sempurna, Qi."

Gadis itu diam, termakan omongannya sendiri. Alhasil ia bungkam selama beberapa saat, sebelum kembali membalas ucapan sang ayah.

Feeling PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang