•••
••
•Vanessa menangis di bangkunya dengan hanya ditemani Agil. Karena teman-temannya yang lain masih mencari materi untuk presentasi kelompok tentu atas perintah Zafran.
Agil sedikit jera juga iba melihat Vanessa masih menangis. Dari dia masih menulis hingga sekarang dia sudah selesai menulis masih belum selesai juga tangisnya.
Agil menutup bukunya sekaligus menyingkirkan tumpukan buku itu kemudian sembari menopang dagunya dia menghadap ke Vanessa yang tepat ada di sampingnya.
"Apakah princes nyasar yang satu ini mau bercerita?" tanya Agil sambil mengangkat kedua halisnya, mencoba bercanda agar Vanessa sedikit rileks tetu agar tangisnya juga ikutan mereda.
"Hiks ... Kak Derrel ... marah ..."
Agil mengangguk setuju, "Yaa tau, sebelum ke perpus dia ke sini dulu, emang auranya udah marah."
"Masa dia kesel gara-gara liat Eca sama Zafran, padahal kita nggak pernah akur tiap ketemu. Padahal Eca duduk aja ogah, males harus duduk bareng sama dia. Terus masa katanya kita tatap-tatapan, padahal selama Eca dateng ke perpus dia nggak pernah nengok Eca sedikit pun, dia nggak dengerin omongan Eca. Kita nggak akur tapi dia nggak percaya."
"Okaaayyy bisa dipahami. Teruuus ada lagi? Pasti ada lagi sih, sebelum itu Eca ada bikin masalah juga kan? Aku tekenin ya, dia sebelum ketemu Eca, emang udah kesel. Ada sesuatu kah?" tanya Agil baik-baik.
Vanessa tertunduk lalu Agil mengangkat wajah Vanessa, "Ada apa Ca? Aku bakal dengerin, apapun itu," ucap Agil.
Kata itu benar-benar sangat masuk ke hati Vanessa, membuatnya tersentuh. Sangat menenangkan juga membuat Vanessa merasa aman tanpa rasa takut jika dia bercerita akan menimbulkan amarah atau menimbulkan masalah selanjutnya.
"Gil ... jadi Eca ngasih headphone Eca buat Kak Salman."
Sontak mendengar itu Agil langsung menghembuskan nafasnya. Agil membalik badannya dan tidak lagi menatap Vanessa padahal Vanessa belum selesai dalam bicaranya. Kedua tangan Agil memegang pinggir dahinya, mungkin Agil ikut puyeng.
Vanessa menarik dan menahan tubuh Agil agar tidak berbalik dan tetap menghadapnya. Vanessa belum selesai berbicara, "Ihhh Agill ... katanya mau dengerin Eca."
"Caaa aku ikutan mikir, kok bisaaaa ... Eca kayak nggak tau aja hubungan mereka gimana. Hubungan Eca, Derrel sama Salman kan nggak pernah bener dari awal."
"Mau dengerin?" tanya Vanessa dan Agil mengangguk pasrah, "Eca ngasih bukan tanpa alesan, Eca kaasiaan. Dia digosipin sama orang-orang, Eca dengernya aja muak apalagi dia. Jadi Eca kasihin biar dia nggak denger omongan mereka. Tapi cuman ngasih doang, nggak ada dialog percakapan dari kita. Sumpah gil kamu harus percaya."
"Kalo bukan aku siapa lagi yang bakal percaya, yakan?" ujar Agil dan Vanessa mengangguk seraya kembali meneteskan air matanya.
Agil menghapus air mata Vanessa yang membasahi pipinya, "Udah dong jangan nangis. Sekarang pikirin aja caranya minta maaf sama Derrel, lagian Eca juga sih nyari perkara. Caa ... ada kalanya kita emang harus masing-masing aja, apalagi kalo berujung panjang kayak gini."
"Iyaa ... lagian Eca kan cuman kasian, tiba-tiba aja kepikiran."
"Iya deh aku percaya sama apapun yang Eca lakuin jadi stop nangis," ucap Agil sambil mengusap puncak kepala Vanessa beberapa kali.
"Gil, di titik tadi Eca bahkan nggak ada energi buat marah sama dia."
Agil memeringkan kepalanya, apa katanya? "Lah? Masih waras? Kan kamu yang salah, kok kamu yang marah."
Vanessa memukul lengan Agil, "Ya waraslah! Eca tuh marah soalnya dari kita pulang main sampe terakhir Kak Derrel liat headphone Eca dipake sama Kak Salman chat Eca nggak dibales-bales, nggak ngasih kabar sama sekali. Udah beratus-ratus Eca chat dari waktu itu nggak ada yang di respon satu pun."
"Bercanda?"
"Serius Gil. Eca samperin ke rumahnya dia ngehindar, Eca kemaren malah ngobrol sama Abangnya. Eca bahkan nggak tau dia udah masuk sekolah hari ini."
Agil membuka kedua tangannya dan disambut Vanessa dengan senang hati. Mereka berpelukan, karena saling perduli satu sama lain. Dan berpelukannya mereka sebagai Kakak-Adek atau sahabat kecil.
Agil melepaskan pelukannya dengan mendorong Vanessa, "Udah ah entar si Derrel marah lagi. Puyeng lagi, masalah lagi, repot."
"Cemburu juga sama temen kecilnya gitu? Semua aja di cemburuin," ucap Vanessa.
"Berarti dia sayang banget sama kamu Ca," ucap Agil.
"Ha? Apa?"
Takut salah mendengar, Vanessa meminta Agil mengulang ucapannya namun Agil menggelengkan kepalanya, enggan mengatakannya kembali. Entah mengapa tapi Vanessa juga tidak berniat mengetahui alasannya. Rasanya itu tidak penting untuknya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
With or Without You : Kita Belum Usai.
Teen Fiction"Jika cinta tidak akan membuatmu bingung lantas mengapa aku termenung?" -Vanessa- Bagiku, dia adalah orang ketiga dihubungan kita. Tapi untuknya, yang memilikimu lebih dulu, akulah pelakunya, akulah yang telah merebutmu. Tapi, bukankah seharusnya...