Part 20

93.3K 8.7K 1.7K
                                    

Update! Biar aku merasa punya hutang, 3k komen bisa yuk! aku bakal langsung update lagi besok!

***

Arin kembali ke kamar Adam, saat teringat bahwa lelaki itu sedang demam. Dikesampingkannya masalah dengan Bian, ia bisa mengurusnya nanti jika sudah tidak kesal.

Adam tampak kembali terlelap. Matanya terpejam, selimutnya menutup seluruh anggota tubuhnya. Pendingin ruangan juga sudah dimatikan, tapi Adam masih tampak kedinginan.

Arin memeriksa kembali suhu tubuh Adam, dengan menempelkan tangannya di pelipis dan leher lelaki itu. Tubuh Adam benar-benar hangat.

"Rin?" Adam membuka matanya, saat merasakan tangan Arin yang tengah menyentuh kepalanya. "Ribut ya sama Bian?"

Arin duduk di tepi ranjang, lalu mengangguk dengan wajah yang masih keruh.

"Iya! Dia mendadak sensian, malah nuduh-nuduh gak jelas," dumel Arin.

"Gara-gara semalem batal jalan dan lo malah sama gue?"

"Itu juga termasuk sih, tapi Bian lagi rese banget. Dia sih marah gara-gara gue ketahuan bohong, kalo ternyata lo bukan sepupu gue."

"Ya ampun! Lo juga cari masalah sih! Masih aja bilang gue sepupu lo, gue kira Bian udah tau."

"Ya 'kan meski pun lo bukan sepupu gue, kita juga gak pernah ngapa-ngapain! Bian tuh parno, nanyain gue udah ngapain aja sama lo? Terus gue harus jawab apa, main pijat-pijatan? Lo keramasin gue? Cuma gitu doang, kissing aja kita gak pernah!"

"Uhuk..."

Seketika Adam terbatuk karena tersedak air ludahnya sendiri, saat mendengar kalimat terakhir Arin.

Kepala Adam segera mengingat kejadian tempo hari, di dalam mobil. Saat Arin tengah mabuk dan ia pun sedang kalut, hingga mereka berciuman di dalam mobil sampai tangan Arin yang berusaha menyentuh area pribadinya.

"Dam, lo flu juga?" tanya Arin.

Adam buru-buru menggeleng.

"Oh ... enggak, itu ... gue...." Adam tampak gelagapan, karena memori sialan yang membuatnya kini tampak kebingungan. "Ah i-iya! Kita gak pernah kissing kok."

"Yaaa kaan! Dasar Bian sotoy! Gak tau apa-apa, maen asal tuduh aja!" Arin masih mengoceh sembari memaki Bian.

Sementara Adam berusaha memalingkan wajahnya, agar Arin tidak menangkap gelagatnya yang tampak menyembunyikan sesuatu.

Arin masih terus mengoceh, menyalurkan rasa kesalnya akibat pertengkaran dengan Bian tadi. Dan Adam hanya mendengarkan sambil sesekali berkomentar, karena namanya turut diseret dalam pertengkaran hubungan Arin itu.

"Oh, ya ampun! Ini lo demam! Gue sampe lupa." Arin segera tersadar, saat melihat wajah Adam yang semakin pucat.

"Besok gue mulai masuk kerja lagi." Adam mengeluh karena kondisinya yang kuraf fit, sementara besok merupakan hari pertamanya masuk kerja di kantor baru.

"Yaudah yuk, ke dokter sekarang."

"Lo sama Bian gimana? Gak jadi jalan lagi?" Adam mengingatkan.

Wajah Arin berubah keruh. "Emang gak mau jalan, Bian cuma mau make sure tentang lo doang, dan nyalah-nyalahin gue."

"Emang lo salah! Kenapa gak bilang-bilang? Gue juga kalo jadi Bian pasti marah."

"Ih, Adam! Tapi 'kan gue udah bilang, kita gak ngapa-ngapain."

"Gak segampang itu dong, Rin. Lo baru aja ketahuan bohongin dia. Di mata dia, apa pun yang lo omongin mungkin aja cuma kebohongan lain."

Arin melipat kedua tangannya di depan dada, seraya memasang wajah kesalnya karena ucapan Adam yang malah turut menyalahkannya.

FriendhomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang