Adam : Gue lagi di kantor nih, maksi bareng gak?
Arin : Hayuuk.
Arin : Mau makan yang berkuah. Shabu-shabu yuk, Dam?
Adam : Oke, soto.
Arin : Ih!
Adam : Tengah bulan ini, Rin. Gak kira-kira lo ya makan siang doang.
Arin : Iya-iya, sotooo.
Arin mengakhiri percakapannya dengan Adam, lalu mematikan layar ponselnya. Ia segera mengalihkan fokusnya pada teman-teman kantornya yang tengah berjalan bersisian dengan wanita itu untuk pergi makan siang.
"Guys, gue makan siang bareng Adam ya," kata Arin seraya memberitahu bahwa ia tidak jadi ikut makan siang bersama teman-teman kantornya.
Wulan yang berjalan di samping Arin menoleh sebentar. "Oke, Rin. Salam buat Adam, ya!"
Arin berdecak pelan saat mendengar ucapan Wulan yang terdengar genit. "Gue salamin, tapi gak bakal dapet salam balik. Adam tuh setia banget anaknya, gak bakal macem-macem."
"Godaan orang yang pacaran lama tuh ada aja, Rin. Akan ada saatnya Adam pasti khilaf!"
"Gak bakal! Kalo Adam sampe khilaf, berarti dunia sedang tidak baik-baik saja."
Wulan dan teman-teman kantornya yang lain, yang juga mengenal Adam, hanya tertawa pelan mendengar ucapan Arin.
Wanita itu pun segera berlalu, seraya melambaikan tangan dengan teman-temannya saat berpisah dengan mereka, lalu berjalan menuju warung soto langganan mereka yang berada di belakang gedung.
Sesampainya di warung soto, ternyata Adam sudah sampai di sana terlebih dahulu. Arin buru-buru melangkah menuju meja yang sudah ditempati oleh Adam.
"Kok lo cepet sih, pas tadi chat emang udah di mana?" tanya Arin seraya menarik kursi untuk ia duduk.
"Udah lagi jalan mau cari makan, terus inget lo."
"Unch banget Adam." Arin berlagak sok imut, saat mendengar ucapan Adam.
Adam hanya bergidik melihat sikap wanita itu. Ia segera menyodorkan soto milik Arin yang disodorkan kepadanya oleh sang pelayan.
Arin menatap soto di hadapannya dengan penuh selera. Meski tak jadi makan shabu-shabu, rasa soto di warung ini juga tidak buruk kok, malah tergolong cocok di lidah Arin.
Wanita itu pun segera menyantap makanannya. Sesekali ia menungkan kuah soto pada nasi yang berada di piring, lalu menyuapkan ke mulutnya dengan perlahan.
"Kayaknya ibu kos gue mau naik haji deh, Rin." Adam membuka pembicaraan membahas tentang pemilik kos-kosannya.
"Harga kos naik lagi?" tanya Arin, segera menangkap maksud ucapan Adam.
Adam mengangguk sambil mengunyah makanannya. "Mentang-mentang tempatnya strategis, deket sama perkantoran, pasti dia ngerasa dibutuhin banget sama karyawan-karyawan kayak gue gini."
"Tapi emang gila sih ibu kos lo, belom ada tiga bulan deh kayaknya lo ngeluh harga sewa kos naik."
"Emang! Bikin perhitungan bulanan gue jadi kacau aja."
Arin terkekeh pelan melihat raut wajah Adam yang tampak kesal dengan biaya-biaya bulanan tak terduga itu. Ia sangat mengenal betapa perhitungannya Adam untuk pengeluarannya selama sebulan, karena lelaki itu sedang mati-matian menabung untuk biaya pernikahan yang angkanya cukup fantastis.
Arin mengetahui hal tersebut karena ikut menghitung perincian biaya pernikahan dari mulai sewa gedung, ketring, wardrobe, dan masih banyak lagi. Ia tidak menyangka biaya untuk melegalkan seks saja bisa segitu mahal.
Ponselnya tiba-tiba bergetar, menandakan ada panggilan masuk. Arin buru-buru mengangkat panggilan tersebut.
"Ya, Pak? ... iya ... oke, Pak. Iya, ini saya masih pikir-pikir dulu, kayaknya besok baru saya kabarin deh." Arin mengambil gelas berisi es the manisnya, untuk menyeruput isi gelas tersebut sejenak, sembari mendengarkan orang yang berada di ujung sana berbicara. "Oke, Pak. Iya ... makasih, Pak."
Sambungan pun terputus, ia kembali menaruh ponselnya di atas meja lagi.
"Gue pindah gak ya, Dam?"
Adam menatap Arin sejenak, tampak bingung dengan ucapan Arin. Hingga beberapa detik kemudian ia baru paham. "Rumah kontrakan itu, ya? Emang masalahnya apa? Katanya masalah harga udah oke, lo gak terlalu keberatan."
"Iya! Tapi setelah survey, ternyata kamarnya ada dua."
"Ya ... bagus dong?"
"Buat apaan? Gue kan cuma sendirian. Nanti tuh kamar satu lagi dibiarin kosong, malah diisi sama setan lagi, kan serem."
Adam menatap Arin tidak percaya, takjub dengan pemikiran Arin yang tidak ia sangka masih percaya hal-hal mistis seperti itu.
"Lo sewain lagi aja deh kamarnya, lumayan juga kan buat nambah-nambah bayar uang sewa."
"Aneh banget! Gue aja sewa, masa malah sewain lagi. Ya mending cari temen buat tinggal bareng aja, lebih simple." Arin membantah usul Adam yang menurutnya tidak masuk akal itu.
"Yaudah, coba lo sounding ke temen-temen lo aja, siapa tau ada yang lagi cari tempat tinggal baru juga."
Arin terdiam sejenak, berusaha berpikir tentang teman-temannya yang sesama anak rantau juga, sehingga membutuhkan penyewaan tempat tinggal untuk beraktivitas di Ibu Kota.
Hingga beberapa saat kemudian ia kembali mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah Adam.
"Dam! Gue tau!" katanya dengan antusias.
"Iya, apaan?"
"Gimana kalo lo aja yang tinggal bareng gue?"
Adam nyaris menyemburkan nasi yang baru saja disuapkan ke mulutnya saat mendengar ide Arin.
***
Iyaa ini repost, aku udah kasih pengumuman di instagram aku. Cerita ini di repost karna beberapa hal, dan berharap setelah repostnya selesai, ceritanya pun sudah ditulis sampai tamat
Buat yg kangen Adam Arin, yuk ikutin lagi kisah mereka

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomantikArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...