Cerita ini aku repost, karna ada beberapa plot hole menjelang ending, sehingga aku memutuskan untuk revisi. Alasan lainnya, ya karna untuk proses penerbitan juga. Alasan lainnya lagi, karna ada beberapa komen kurang menyenangkan di part terakhir kemarin yg bikin aku semakin overthinking
Guys, kalo kalian capek nunggu dan gamau baca, yaudah gausah dibaca. Gausah marah-marah. Kalian nunggu cerita ini update juga kan ga kena bunga berjalan
Kalo mau baca cerita yg gaperlu nunggu-nunggu, ada 4 ceritaku yg sudah tamat loh!
Friendhome mungkin jadi fase menulisku yg paling lama, karna buatku ini ga gampang. Tapi aku masih yakin, aku bisa kok menyelesaikan ini
Buat pembaca yg udah setia menunggu dan memberikan aku support, terima kasih banyak yaaa 🫶🫶
——
Truk pengangkut barang pindahan milik Arin terparkir di depan gerbang rumah sewa barunya. Setumpuk perabotan dari tempat tinggal Arin sebelumnya seolah memanggil-manggil untuk dipindahkan ke dalam rumah.
Arin merenggangkan tubuhnya, dengan mengangkat kedua tangan ke atas, lalu melakukan gerakan untuk melemaskan otot-otot tangannya.
"Ayok, Dam! Saatnya kita bekerja keras!" Arin menunjuk barang-barang di dalam truk sebagai objek ucapannya barusan.
Adam mendengus sebal. "Makin sering pindahan, kok barang-barang lo makin banyak sih, Rin?"
Arin hanya mengangkat bahunya, pertanda malas membantah ucapan Adam. Sebab ucapannya memang benar, Adam yang selalu menemaninya setiap kali harus pindahan, tentu menghafal jumlah barang-barang Arin yang terus bertambah.
Hingga beberapa saat kemudian wanita itu berkata, "Justru begini namanya perkembangan hidup, Dam. Masa kayak lo sih, udah bertahun-tahun tinggal di Jakarta, barangnya cuma dua koper doang. Lo kalo beli barang-barang langsung dibawa pulang kampung, ya?"
"Banyak-banyak barang di sini kan juga nyusahin, tau! Luas kamar kos cuma mampu buat nampung napas gue doang," balas Adam seraya menurunkan lemari rakit yang paling mudah dijangkau lebih dulu.
"Kosan lo murahan sih!" cibir Arin.
Adam tak lagi membalas karena memilih fokus untuk memindahkan barang-barang Arin yang masih sangat banyak ini. Bahkan meski ia tak mengikuti Arin untuk pindah ke rumah ini, ia tetap harus membantu wanita itu untuk pindahan dan menjadi kuli pemindah barang-barangnya ini. Mungkin ini sudah jadi kali ke sekian Adam membantu Arin pindahan selama mereka berdua saling mengenal.
Adam bertemu dengan Arin sekitar enam tahun yang lalu, saat keduanya tengah mengikuti seleksi tes masuk perusahaan.
Saat itu, Arin yang ternyata tidak lolos seleksi sedang mencari teman berbagi nasib dengan calon peserta yang juga tidak lolos tes tersebut. Adam masih ingat saat wanita itu menghampirinya yang sedang duduk di salah satu bangku yang tersedia.
"Lo gak lolos juga, ya?"
Adam menoleh ke sampingnya, melihat seorang wanita dengan pakaian berwarna hitam putih itu berbicara ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Adam bingung.
"Yaudah lah, emang belom jodoh kali sama nih perusahaan. Lagian emang gak wajar juga kan, masa yang tes sebanyak ini, yang lolos dikit banget." Arin terus berbicara hal-hal untuk menghibur dirinya sendiri dan juga Adam yang dikira tidak lolos juga.
Setelah mendengarkan kalimat-kalimat penghiburan diri itu, Adam baru mendapat kesempatan untuk berkata, "Tapi gue lolos."
"Anjing, gue malu dong."

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomansaArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...