Hujan deras mengguyur Jakarta malam ini. Suasana riuh di luar yang bercampur antara derasnya air yang jatuh ke tanah, petir saling menyambar, gemuruh guntur yang menggelegar, hingga riuh angin membuat suasana malam minggu menjadi kelabu.
Arin menyandarkan kepalanya di bahu Adam, yang kini duduk di sebelahnya sambil menikmati potongan pizza yang tadi mereka pesan. Matanya terfokus pada layar televisi yang tengah menampilkan film dari layanan streaming online.
Saat ini, mereka tengah berada di kamar Arin untuk menikmati film sebagai pengisi waktu di tengah batalnya jadwal kencan Arin karena hujan deras. Demi mengobati badmood karena gagal kencan, Arin mengajak Adam untuk streaming film di kamarnya.
"Gue gak ngerti, Dam! Tadi tone warnanya hitam putih, kok sekarang berwarna. Maksudnya giman-"
Adam memotong ucapan Arin, dengan menjejalkan potongan pizza yang tadi mereka pesan ke mulut wanita itu.
"Ih, Adam!" Arin merengek kesal, sambil mengeluarkan pizza dari mulutnya.
"Nonton dulu, Rin! Gue juga baru nonton, belom tau ceritanya bakal kayak gimana!" Adam yang sama-sama baru menonton serial dari franchise Marvel : Wanda Vision itu, tampak gemas dengan pertanyaan Arin.
"Cepetin aja, Dam! Biar cepet ketahuan."
"Kacau nonton sama lo, Rin." Adam menarik selimut yang lebih banyak menutupi tubuh Arin. "Nonton di youtube aja penjelasan teori-teorinya, banyak kok."
"Lo aja yang nonton, nanti jelasin ke gue." Arin bergerak untuk mengambil potongan pizza yang ada di sebelah Adam, hingga membuatnya membungkuk untuk melewati tubuh Adam.
"Lo kalo nonton sama orang, banyak tanya gak sih?" tanya Adam penasaran.
"Gak kok, sama lo doang." Arin menyahut santai sambil menyuapkan pizza ke mulutnya.
Adam tak terlalu senang atau pun merasa istimewa saat mendengar hal tersebut.
Arin kembali lagi ke posisinya, kali ini ia menumpuk beberapa bantal untuk menyandarkan tubuhnya setengah berbaring. Ia tidak begitu menikmati tontonan kali ini, karena episode awal yang terasa membosankan.
Adam bilang, serial ini dipenuhi teori dan easter egg, tapi Arin 'kan tidak menonton film untuk mikir keras, meski ia tetap penasaran dengan kelanjutan cerita yang akan bermuara ke mana.
Adam yang merasa punggungnya mulai pegal, kini ikut berbaring untuk terus menikmati episode selanjutnya yang bergulir. Ia merasakan tangan Arin yang kini menggamit tangannya, dengan telapak tangan yang menelusup ke sela-sela jarinya.
Ia dapat merasakan telapak tangan Arin yang dingin karena cuaca malam ini ditambah pendingin ruangan yang tidak boleh dimatikan oleh Arin – padahal wanita itu kedinginan sendiri.
Kepala Arin sudah merosot turun dari bantal yang tadi di susunnya, membuat wanita itu lebih memilih menempeli lengan Adam yang berbaring di sebelahnya. "Harusnya gue kayak gini sama Bian nih, bisa sekalian lanjut yang laen."
Adam yang fokus dengan tontonannya tidak terlalu menangkap maksud Arin. "Lanjut apaan?" tanyanya bingung.
"Lanjut menghangatkan, Dam. Ini udah dingin banget soalnya."
Adam mendengus pelan mendengar jawaban Arin.
"Lagian, kok lo gak jadi pergi sih? Kalo agenda di dalem kamar doang, kan gak kehujanan."
"Bian tadi pagi ada acara di Bandung, pas mau balik malah hujan. Ternyata dia gak rela menerjang badai demi gue, Dam."
"Bukannya naik mobil?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomansaArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...