Haii apa kabar? Maaf yaa lama huhu.
Jgn lupa follow instagramku ya : hildawardani_
Twitterku jg boleh klo mau denger bicitinki : @good_day_enak
***
"Apa? Waiting listnya 25 orang?"
Arin mengulang ucapan seorang karyawan reflexology yang menginformasikan total waiting list yang ingin melakukan refleksi di tempat ini.
"Iya, Kak. Bagaimana, apa mau menunggu?"
Arin menengok pada Adam yang ada di sebelahnya, seraya menggeleng pelan.
"Nggak deh, Mbak. Makasih ya." Adam akhirnya mewakilkan untuk menyahut pada karyawan tersebut.
Mereka pun keluar dari tenant tersebut dengan wajah kecewa. Padahal, Arin sudah membayangkan tubuhnya yang sudah bekerja keras dan rela banting tulang, demi menafkahi gaya hidupnya ini, akan dipijat sedemikian rupa.
Namun, harapan tersebut kandas sudah.
"Kita harus mengalah sama kaum jompo yang lebih membutuhkan, Dam."
Adam tertawa mendengar ucapan Arin.
"Bukannya kamu juga termasuk ke dalam kaum mereka, ya?"
"Iya sih, tapi aku biasanya ngeluh doang. Kamu aja yang terlalu peka, terus mau pijetin aku."
"Peka apanya? Kamu yang maksa minta dipijetin!"
"Yaah, lagian kamu mau aja dipaksa-paksa." Arin membalas tak mau kalah.
Adam berdecak pelan, lalu terpikirkan sesuatu.
"Bukannya kamu pernah beli alat-alat ajaib ya, Rin?" tanya Adam lagi.
"Hah? Alat-alat ajaib apaan? Emang aku doraemon?"
Adam mengibaskan tangannya. "Bukan itu, maksud aku itu loh. Aku pernah terima paket kamu yang isinya bantal pijat, terus ada juga yang bentuk kayak tembakan buat pijat juga."
"Oh iya ya? Aku pernah beli, ya? Kayaknya jarang aku pake."
"Kamu emang lebih seneng ngerepotin aku sih, kan."
"Iya sih. Yaudah, mari kita gunakan alat-alat ajaib itu deh, biar nggak sia-sia."
"Terus kamu beli gituan buat apa sih, kalo nggak dipake?"
"Buat investasi masa tua, Dam!" Arin menarik lengan Adam, untuk mengarahkannya berbelok pada salah satu store yang mereka lewati. "Itu niatnya buat persiapan karena tadinya kamu mau nikah, terus nggak tinggal bareng aku lagi. Jadi kalo pegel-pegel bisa pake gituan, ternyata kamu nggak jadi nikah."
Arin tertawa meledek, seraya melepaskan gandengan tangannya dari Adam, untuk mengambil salah satu sepatu yang terpajang di sana.
"Aku besok ada RUPS salah satu klien nih, cocok nggak pake ini?"
Arin menunjukkan sebelah kakinya yang tengah mencoba stiletto berwarna hitam.
"Bukannya udah punya yang kayak gitu?"
"Oh ... yang itu, ya? Modelnya beda, terus juga minggu lalu sempet kehujanan, gara-gara makan di luar kantor, jadi ada yang ngelupas gitu loh, Dam."
"Bulan ini kamu udah beli apa aja?" Adam berusaha mengingatkan Arin tentang kebiasaan konsumtifnya.
"Nggak banyak kok, cuma baju, clutch, parfum, jam tangan, corckcicle, ya paling sama make up-make up git ... oh iya, udah banyak sih. Nggak jadi beli deh."
Arin langsung melepaskan sepatu tadi sambil tertawa pelan, lalu tersenyum ramah pada pramuniaga yang berada tak jauh dari mereka.
"Nggak dulu ya, Mbak. Terima kasih," kata Arin, lalu mengajak Adam keluar dari sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomansaArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...