Arin turun dari mobilnya dan segera berjalan memasuki kafe yang berada di kawasan Kemang, yang pernah ia kunjungi bersama Bian lantaran ini milik salah satu temannya. Sementara Adam berjalan mengikutinya dengan tergesa, karena Arin berjalan begitu cepat.
Arin mengedarkan padangannya pada sekeliling kafe, lalu melihat sosok Bian yang tengah duduk bersama teman temannya. Ia pun segera berjalan ke arah sana, saat Bian kini tengah mengobrol dan tertawa dengan teman temannya itu.
Arin mengepalkan tangannya dengan kuat. Berengsek! Jika hubungan Bian dan pacarnya yang ada di Bandung sudah banyak diketahui orang, tidak mungkin teman-temannya itu tidak mengetahuinya. Jadi, selama ini mereka tahu, dan diam saja di depan Arin? Arin pasti seperti cewek tolol yang tidak tahu apa-apa, padahal hanya dijadikan selingkuhan oleh Bian.
"Arin tuh!"
Arin dapat mendengar salah satu teman Bian yang duduk menghadap dari arah kedatangannya, berbicara seraya menunjuk dirinya dengan gerakan kepala.
Bian pun menoleh ke belakang, lalu melihat kedatangan Arin. Ia pun menarik kursi kosong yang ada di sebelahnya, tapi ekspresinya seketika berubah saat melihat Adam berjalan di samping Arin.
"Kamu ngapain sih? Kamu 'kan tau, aku gak suka lihat kamu sama dia, kok malah sengaja dateng ke sini sama-"
Byur...
Arin sudah benci setengah mati, saat mendengar ucapan Bian yang sok memprotesnya lantaran datang bersama Adam. Ia yang sudah sangat kesal, seketika memotong ucapan Bian dengan mengguyur lelaki itu dengan jus jeruk yang ada di meja tersebut.
"Anjing, si Bian pake ketahuannya pas lagi di sini."
Arin mendengar suara Thomas, yang merupakan pemilik kafe ini mengeluh lantaran keributan yang dibuatnya. Ia juga menyadari saat beberapa pengunjung kafe melihat ke arahnya.
Sialan! Ternyata benar, teman-teman Bian juga mengetahui hal ini. Arin pasti terlihat sangat bodoh di mata mereka.
Adam yang berdiri di belakang Arin tak terlalu terkejut dengan hal ini. Ia sudah beberapa kali melihat Arin marah dengan mantan pacarnya, dari mulai diselingkuhi, dibohongi, atau hanya sekadar dimanfaatkan.
Arin tak butuh dibela atau diwakilkan untuk memaki pacarnya, ia hanya perlu ditemani untuk memastikan bahwa dirinya akan baik-baik saja setelah ini jika ada Adam.
"Rin, kamu apa-apaan sih?" tanya Bian kesal.
Arin semakin geram, melihat wajah Bian yang masih memasang tampang tak bersalah seolah tak tahu apa apa, padahal temannya saja mengerti situasi ini.
"Gak usah sok kaget deh lo! Temen temen lo aja gak aneh, lihat gue dateng dan langsung ngamuk gini. Lo ketahuan, tolol!"
"Aku bisa jelasin, kamu tenang dulu, bisa gak sih?" Bian masih berusaha membela dirinya, seraya mengajak Arin untuk duduk alih-alih berdiri seperti ini.
Arin memborantak, ia menepis tangan Bian untuk tidak menyentuhnya.
"Jelasin apaan? Kalo lo ternyata punya pacar, terus berhasil begoin gue?"
Bian menghembuskan napasnya yang terasa berat, ia berusaha untuk tetap tenang menghadapi situasi ini.
"Oke ... Oke ... gue ngaku. Awalnya, gue deketin lo emang iseng doang, gue juga gak nyangka ternyata lo mau mau aja."
Sialan! Jawaban Bian membuat darahnya semakin naik. Arin sudah bertemu dengan banyak lelaki berengsek dalam hidupnya, tapi ia tetap membenci saat dihadapkan dengan situasi ini. Ia benci selalu menjadi pihak yang jelas-jelas merasa dirugikan, tapi sang pelaku justru malah melemparkan kesalahan padanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomanceArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...