Part 16

91.8K 8.7K 3K
                                    

Tiga minggu menjadi jobless sukses membuat Adam diserang kepanikan berlebih, lantaran belum ada satu pun lamaran yang berujung pada kabar baik. Setiap harinya, Adam tak pernah absen untuk berkunjung ke berbagai situs pencari kerja. Tak terhitung lagi berapa banyak lowongan yang ia lamar dalam setiap harinya. Begitu juga dengan serangkaian tes yang ia jalani, atau pun menghadiri berbagai interview.

Jika berpikir menggunakan logika, hal tersebut bisa dikatakan wajar, karena proses perekrutan karyawan baru di perusahaan rata-rata memakan waktu dua sampai tiga minggu. Sedangkan Adam, otomatis baru menghadiri interview di minggu ke dua selepas ia berhenti dari pekerjaan lamanya. Namun, kepanikan ini tak mampu terhindari. Ketakutan akan menganggur terlalu lama, bayangan ia tak memiliki pemasukan sementara keperluannya terus berjalan tanpa bisa dihentikan, membuat Adam tak bisa untuk tenang di saat-saat seperti ini.

Maka, saat menerima email masuk dari RuangUsaha yang menyatakan bahwa ia diterima untuk bekerja di sana, keraguan Adam beberapa hari lalu seketika sirna.

Ia membutuhkan pekerjaan dan tidak sanggup untuk jobless terlalu lama. Bisa-bisa Adam terkena gangguan mental karena frustrasi menjalani hari-hari menganggur yang penuh tekanan.

Adam mematikan mesin motornya, ia baru sampai rumah selepas mendatangi kantor RuangUsaha untuk tanda tangan kontrak kerja dan membicarakan hal-hal lain terkait pekerjaannya.

Saat baru melepas helm, ia melihat mobil Arin yang baru berhenti di depan gerbang. Adam pun bergerak untuk membantu membukakan gerbang lebih lebar agar mobil tersebut bisa masuk.

"Thank you, Dam," kata Arin yang sudah menurunkan kaca jendelanya, saat melihat sosok Adam yang sedang di luar.

Arin turun dari mobilnya sambil membawa beberapa tas belanjaan.

"Lo abis interview?" tanya Arin saat melihat pakaian yang digunakan Adam khas pulang interview.

Adam menggeleng, seraya melangkah untuk memasuki rumah sambil membawa helmnya. "Bukan, abis dari Ruang Usaha."

Mendengar nama perusahaan yang sempat mereka bahas, mata Arin memicing. "Bentar, ini ada tes lanjutan atau-"

"Gue diterima." Adam memotong cepat.

Mata Arin seketika melebar, ia melepaskan seluruh tas belanjaannya hingga berjatuhan ke lantai, lalu melompat untuk memeluk Adam dengan antusias.

"Whoaa, akhirnya! Congrats, Dam!" 

Adam menangkap pinggang sahabatnya yang kini berjinjit saat tangan Arin melingkari lehernya. Lelaki itu tersenyum lebar, menyambut antusiasme Arin.

"Jadi, kapan?" Arin melepaskan pelukannya, lalu menatap Adam.

"Gue mulai masuk kerja?"

"Bukan! Kapan gue dikenalin sama bos lo?"

"Sialan!" Adam mendengus pelan saat menyadari antusiasme Arin memiliki maksud lain.

Arin memunguti tas belanjaannya yang tergeletak di lantai, lalu kembali mendongak. "Becanda, Dam. Kapan lo mulai masuk?"

"Senin depan udah mulai masuk."

"Jadi, udah gak ragu? Salary-nya oke, dong?"

Adam berpikir sebentar. "Sebenernya karena gak ada pilihan lagi, sedangkan gue butuh yang paling cepet karena gak bisa jobless kelamaan. Tapi tadi pas ngobrol sama Mas Sabda, gue kayaknya percaya deh kalo Ruang Usaha bakal jadi start up besar. Meski gak langsung jadi unicorn sih, tapi konsep dan perencanaan ke depannya mateng banget. Investor, target pasar, dan strategi ke depannya juga oke."

"Duh, jadi pengen di sebelah lo pas Sabda jelasin itu. Gue pasti bakal ngangguk-ngangguk cantik."

Adam berdecak pelan melihat Arin yang sedang jadi fangirl bosnya. "Oh, kalo salary ... lebih kecil dari yang sebelumnya sih."

FriendhomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang