Alunan musik akustik mengiringi pengunjung kafe yang memenuhi nyaris seluruh meja yang ada. Malam minggu, membuat banyaknya muda-mudi yang menghabiskan waktu di luar bersama teman atau pun pasangannya untuk sekadar menikmati hidangan sembari mengobrol santai.
Adam menempati salah satu meja bersama Nesya yang duduk di hadapannya, termasuk ke dalam pasangan yang tengah menghabiskan waktu di tempat ini sambil menikmati live music yang diadakan sepanjang sabtu malam.
"Dam, uang tabungan kita lumayan loh karena project yang lagi kamu kerjain itu." Nesya menyuapkan potongan chicken katsu dari menu yang dipesannya. Dibahasnya perihal project yang dikerjakan Adam, yang sukses membuat tabungan menikah mereka meningkat pesat.
Adam tersenyum pelan. "Kalo info dari atasanku yang kasih kerjaan, masih ada dua kali payment sampai projectnya selesai nanti."
"Wah, syukur deh. Jalannya emang ada aja sih asal niat dan usaha." Nesya tersenyum lega mendengar ucapan Adam. "Semoga lancar terus ya, Sayang. Jangan lupa jaga kesehatan juga."
"Makasih juga ya, Sayang. Kamu udah mau sabar." Adam mengusap lembut punggung tangan Nesya.
Nesya tersenyum lembut menanggapinya.
Tiba-tiba, wanita itu teringat sesuatu terkait salah satu vendor yang akan mereka gunakan nanti. "Oh iya, Dam. Aku kemarin ketemu sama temenku, dia orang WO gitu, tapi dia gak nyaranin buat pake WO di tempat dia kerja, karena lumayan harganya. Dia mau bantuin aku buat ngenalin ke vendor-vendor langganannya yang biasa dipake, karena udah kenal sama dia, harganya jadi lebih murah. Aku searching harga asli yang ada di website-website vendor itu juga harganya emang gak segitu."
Adam menyimak update terbaru mengenai vendor pernikahan yang sudah seperti job desk rutin bagi Nesya. Wanita itu seolah tak lelah untuk mencari alternatif paling baik dari semua kemungkinan yang ada.
"Terus gimana? Kamu nanti dikasih kontak vendornya langsung atau pesen melalui dia?"
"Dia sih ngajak langsung ketemu sama orang-orang vendornya aja, biar bisa ngobrol dan kenalin secara langsung, biar lebih enak juga bahasnya."
"Kapan rencananya kamu mau ketemu mereka? Biar aku bisa kosongin jadwal kalo ada acara, buat nemenin kamu."
"Aku aja yang urus, kamu lagi banyak kerjaan juga. Nanti kalo emang kamu udah kelar project ini, baru aku ajak."
Adam mengangguk pelan, merasa ucapan Nesya memang ada benarnya. Waktu senggangnya saat ini memang tak banyak, bertemu dan dealing dengan vendor-vendor pernikahan pasti akan memakan waktu yang cukup banyak. Ia memilih untuk menyetujui usul Nesya, agar menyerahkan hal-hal tersebut pada kekasihnya yang memang sangat teliti dalam hal-hal seperti ini.
***
Ada yang berbeda dari pemandangan malam ini.
Motor Adam sudah terparkir di garasi, tapi rumah berlantai dua yang mereka tempati ini minim penerangan, alias gelap total. Seluruh sumber cahaya yang dialiri oleh listrik seakan tak berfungsi, padahal rumah-rumah lain yang berada di sekitar sana terang-benderang, pertanda sedang tidak ada pemadaman bergilir.
Arin turun dari mobil Bian, lalu berpamitan untuk masuk ke dalam rumah tanpa menawari mampir. Ia tidak mungkin membiarkan lelaki itu melihat kekacauan macam apa yang tengah terjadi sampai listrik di rumah ini mati total. Apalagi jika disebabkan oleh token listrik yang habis, malah bikin malu abis!
Ia melangkah menuju meteran listrik, untuk memeriksa terkait kendala padam listrik di rumahnya. Arin hanya mendengus pelan saat melihat saldo yang tertera di sana tidak bersisa.
"Adam! Kok bisa sih, token listrik abis gak lo isi?" Arin berteriak gemas saat memasuki rumah, lalu melangkah menaiki tangga untuk mencari keberadaan Adam di kamarnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomanceArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...