Hawa dingin dari arena ice skating sudah mulai terasa, sejak Arin dan Adam tengah antre untuk mengambil sepatu ice skating yang disediakan dari pihak wahana tersebut.
Arin menggosokkan kedua tangannya yang mulai terasa kedinginan. Ia sudah membeli sarung tangan dengan motif bercorak ceria, untuk ia gunakan selama permainan. Namun, Arin belum menggunakannya lantaran belum memakai sepatu. Sebab jika sudah memakai sarung tangan, ia akan kesulitan untuk mengikat sepatunya nanti.
"Kamu bisa main ice skating, Rin?" tanya Adam, saat mereka telah selesai antre dan bersiap untuk menggunakan sepatu khusus dalam permainan ini.
"Bisa dong," jawab Arin penuh percaya diri.
Arin sering melakukan permainan ini saat kuliah dulu. Wahana ice skating memang tidak ada banyak di Indonesia, tapi di Bandung sudah ada.
Namun, sejak pindah ke Jakarta, Arin memang belum pernah mencobanya. Sepertinya ia tidak terpikirkan untuk main ice skating lagi, lantaran sibuk bekerja dan melakukan banyak hal lain.
"Aku belum pernah main ice skating, nanti ajarin, ya?" kata Adam.
Arin tak langsung menjawab, ia justru malah menatap sosok Adam yang barusan berbicara padanya.
"Arin?" panggil Adam lagi.
Arin menarik sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman, lalu terkekeh pelan.
"Aku gemes, pengin cium kamu. Tapi banyak anak kecil."
Mata Adam melotot saat mendengar ucapan Arin. Ia bahkan tidak mengerti, apa yang ada di pikiran Arin saat ini.
"Aku cuma minta ajarin ice skating, yang bikin kamu gemes itu apa?" tanya Adam tidak habis pikir.
"Ya gemes aja, emang nggak boleh gemes sama pacar?"
Arin berdiri dari duduknya, lalu mengulurkan tangan pada Adam untuk membantunya berdiri menggunakan sepatu ice skating yang bagian bawahnya terbuat dari satu ruas besi panjang, hingga membuat beberapa orang yang belum terbiasa agak kesulitan untuk berjalan.
"Yuk," ajak Arin.
Adam menyambut uluran tangan Arin, lalu mereka melangkah dengan tangan yang tertutup sarung warna-warni yang saling bertaut.
Sebenarnya, Arin gemas karena sosok Adam yang tidak berusaha keras untuk terlihat superior seperti cowok-cowok yang ia kenal sebelumnya. Banyak dari mereka yang sering sok kuat atau sok tahu dalam segala hal, lantaran enggan terlihat lemah.
Arin tidak mengatakannya pada Adam, sebab ia memang tahu begini lah Adam.
Namun, ia tetap gemas saat melihat sosok sahabatnya itu kini menjadi kekasihnya juga.
"Dam, terus sisa dua tiket yang kamu ceritain itu, jadinya dikasih ke siapa ya?" tanya Arin seraya melangkah lebih dulu untuk memasuki arena ice skating dengan hati-hati.
Arin mengulurkan sebelah tangannya lagi sebagai pegangan untuk Adam.
Adam melangkah secara perlahan sambil menunduk, memastikan langkahnya akan aman.
"Jadinya dikasih ke Mas Pandu, karena Olivia balikin tiketnya ke aku, terus Mas Pandu lagi di deket meja aku dan lihat tiket nganggur."
"Wah, nanti kita ketemu dong? Dia mau pergi sama siapa, Dam? Nggak mungkin ice skating sama Sabda, kan?"
Arin berjalan mundur seraya memapah langkah Adam yang masih kagok.
"Mereka emang akrab sih, tapi kayaknya nggak mungkin sampai ice skatingan berdua gini." Adam menggeleng pelan, saat membayangkan dua bosnya itu menghabiskan akhir pekan bersama. "Sama selingkuhannya itu kali, ya? Nggak tau juga sih."

KAMU SEDANG MEMBACA
Friendhome
RomanceArin gak suka tinggal di apartemen, gara-gara kartu aksesnya sering hilang dan harus bayar denda setiap kali membuat laporan untuk pergantian kartu. Arin juga gak suka tinggal di kos-kosan. Sempit dan sumpek. Sebesar-besarnya kamar kos, tetap aja c...