Part 32

90.3K 9.5K 2.7K
                                    

Mobil yang di rental Adam dan Arin sudah terparkir di halaman villa pada pukul sembilan malam. Mereka sengaja pulang tidak terlalu malam, karena lokasi penginapan yang lumayan jauh dari lokasi beach club yang tadi mereka kunjungi. Terlebih, mereka menyetir mobil sendiri, hingga tak berani pulang terlalu malam.

Tepatnya, Adam yang berpikir seperti itu. Sementara Arin lebih menyarankan untuk pulang naik taksi saja jika sudah terlalu malam.

"Terus ngapain kita rental mobil kalo pulangnya naik taksi?" kata Adam, saat berdebat dengan Arin perkara memutuskan jam pulang.

"Ya gak papa, biar lebih aman aja."

"Double cost, mending pulangnya jangan kemaleman."

"Naik taksi dari sini paling gak sampe dua ratus ribu, Dam!"

"Besok kita ambil mobil ke sini, naik taksi lagi. Triple cost."

Arin berdecak sebal, karena Adam sangat memperhitungkan segalanya. Meski memang ada benarnya juga.

Alhasil, kini keduanya hanya menonton televisi di dalam kamar setelah membersihkan diri masing-masing.

Arin yang merasa bosan pun mengacak selimut yang semula menutupi tubuhnya.

"Nonton tv doang mah di kamar gue juga bisa, Dam! Mana masih jam segini, mau tidur juga belum ngantuk!" keluh Arin.

"Terus, lo maunya ngapain? Nggak mungkin juga renang malem-malem gini, nanti masuk angin."

Arin berpikir untuk beberapa saat, lalu berkata, "Main truth or dare aja, yuk?"

Adam tak langsung merespon, ia menatap Arin yang masih menunggu jawabannya.

"Cuma nanya-nanya doang, dare juga mau ngapain, kita cuma berdua di villa gini."

"Yaa kan bisa, dare telpon bos minta naik gaji. Siapa tau dianggap serius, terus naik gaji beneran." Arin menyahut santai.

"Yaudah, ayok. Tapi jangan ngasih gue dare minta naik gaji ya, yang ada gue langsung di cut, kerja belum ada tiga bulan udah minta naik gaji."

"Sabda kalo di kantor kejam ya, Dam? Eh, bos lo langsung Sabda gak sih?" tanya Arin, yang kembali penasaran dengan kantor baru Adam.

"Mas Sabda sih nggak galak, tapi gue gak langsung berhubungan sama dia. Soalnya Mas Sabda lebih fokus buat branding dan berhubungan sama public gitu. Kalo bos gue Mas Pandu*."

(*Mas Pandu : Baca Zeigarnik Effect)

"Kantor lo dipenuhi sama Mas-Mas ya? Itu masih pada muda, Dam?"

"Nggak muda banget sih. Ada kali umur tiga puluhan mah."

"Gue nggak papa sih sama yang umur tiga puluhan juga." Arin mengambil bantal untuk diletakkan di atas pangkuannya, lalu bertopang dagu sambil menghadap ke arah Adam.

"Lo mau sama Mas Pandu? Bos juga tuh, tapi duda."

"Nggak mau ah! Duda tuh, mau cerai mati atau cerai hidup, sama-sama gak bisa gue terima! Kalo cerai mati, saingannya sama masa lalu. Kalo cerai hidup, biasanya mantan istrinya rese!"

Adam mengangguk mendengarkan ocehan Arin.

"Tau nggak Rin, kenapa Mas Pandu cerai?"

Alih-alih main truth or dare sesuai rencana awal, Adam justru malah membuka percakapan yang direspon antusias oleh Arin.

"Kenapa? Ini gosipnya nyampe ke karyawan sana?"

Adam mengangguk. "Anak-anak sering ngomongin sih, katanya dia selingkuh."

FriendhomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang