Part 9

101K 8.5K 286
                                    

Arin keluar dari toilet di kantor klien yang tengah ia kunjungi ini, tangannya merapikan beberapa map plastik yang ada di tangannya, yang berisikan berkas-berkas untuk ditanda-tangani sebagai agendanya berkunjung ke kantor ini.

Proses tanda tangan sudah selesai dan berlangsung lancar, notaris yang ia dampingi sudah lebih dulu kembali ke mobil.

Arin sudah sampai di depan lift untuk menuju parkiran, ia menunggu beberapa saat sampai lift berhenti di lantai ini. Satu tangannya yang bebas, ia gunakan untuk mengecek ponselnya, memeriksa beberapa pesan masuk di sana.

"Arin, ya?"

Sebuah suara sukses membuat wanita itu menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu menoleh ke asal suara.

Arin tak langsung menjawab, ia terdiam beberapa saat. Matanya meneliti lelaki di hadapannya itu, menggali memorinya yang berhubungan dengan sosok tersebut.

"Eh, sori-sori. Kita gak saling kenal sih, aku tahu kamu karena dulu kita satu SMA. Beda angkatan sih, kamu adek kelas aku waktu itu." Lelaki tersebut berbicara lagi, buru-buru menjelaskan saat Arin belum sempat mengatakan apa pun.

Benar. Seingatnya, mereka tak saling mengenal, makanya Arin cukup terkejut saat Bian menyapa.

"Oh, maaf, Kak. Aku juga tahu Kak Bian, cuma gak nyangka aja Kak Bian kenal aku, makanya tadi bingung," sahut Arin.

"Aku follow kamu sih di instagram, tapi gak di follback." Bian tertawa pelan.

Mata Arin membesar untuk beberapa saat. "Oh ya? Ya ampun! Maaf, Kak. Beneran aku gak tau, nanti aku cek deh yaa."

Denting lift berbunyi, diiringi dengan pintu lift yang terbuka.

"Masuk aja, aku juga mau balik ke ruangan." Bian melihat Arin yang tampak bingung, karena merasa tidak enak dengan kehadiran dirinya jika wanita itu pergi begitu saja.

Mendengar itu, Arin terkekeh pelan. Ia berusaha menekan tombol lift untuk menahannya beberapa saat. "Okay, duluan ya, Kak."

Arin buru-buru memasuki lift, sebelum beberapa orang yang ada di dalam sana mengomel karena ia menahan lift terlalu lama. Ia tersenyum lagi pada Bian sebelum pintu lift tertutup.

Setelah pintu lift benar-benar tertutup, lalu benda itu bergerak turun, Arin tak kuasa melebarkan senyumnya yang semula hanya senyum kecil dan sopan sebagai formalitas. Kali ini, senyuman dan ekspresinya yang menghadap pintu lift menyiratkan bahwa wanita itu tengah kegirangan.

***

2 message from Bian Pratama

Bian : Eh, beneran di follback Arin

Bian : Thank you follbacknya ya

Dua pesan di instagramnya sukses membuat Arin menetap di bangku kerjanya beberapa saat, untuk membuka pesan tersebut serta memikirkan balasan yang tepat untuk dikirimkan kembali pada Bian. Awalnya, ia sudah bersiap untuk pulang. Komputernya sudah mati, seluruh barang-barang sudah ia masukkan ke dalam tas.

"Rin, ayok! Mau turun bareng, gak?" tanya Intan, yang sudah berdiri dengan menenteng tasnya.

"Bentar, Tan. Bentar ... tungguin!" Arin berusaha menahan Intan untuk beberapa saat.

Tangannya buru-buru mengetikkan balasan untuk pesan Bian tadi.

Arin : Maaf ya kak, aku gak terlalu merhatiin kalo ada yang follow

Arin : Jadi gak enak

Setelah mengetikkan pesan tersebut, Arin mengunci layar ponselnya, lalu beranjak untuk menghampiri Intan yang sudah menunggunya.

FriendhomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang