Part 24

104K 9.7K 1.4K
                                    

Adam menghentikan langkahnya, saat menangkap cincin yang baru saja dijualnya kini kembali dikeluarkan oleh karyawan toko perhiasan itu. Cincin yang tak sempat ia berikan pada Nesya, kini tengah berada di tangan gadis itu, tapi dengan jalan yang berbeda.

Ia menarik napasnya sejenak, lalu mengembuskannya perlahan. Adam kembali membulatkan tekadnya untuk menyelesaikan semua ini. Jika Nesya menginginkan perpisahan ini, maka wanita itu juga harus melangkah dengan benar, tidak begini caranya. Menggunakan segala hal yang berkaitan dengannya, tapi menikah dengan orang lain.

"Sya," panggil Adam.

Nesya dan Farel kontan menoleh ke asal suara itu, lalu terkejut saat mendapati Adam berdiri di sebelah mereka.

Mata Adam kini mengarah pada kotak cincin yang ada atas etalase, yang semula tengah dilihat Nesya.

Nesya menelan ludahnya kasar, saat berhadapan lagi dengan Adam yang kini hanya sendiri. Wajah lelaki itu tampak mengeras, seolah menahan segala emosi yang tak mampu dikeluarkannya.

"Bisa ngomong sebentar?" tanya Adam.

"Buat apa?" Farel buru-buru menyahut, selagi ia merasakan tangan Nesya yang bergetar di genggamannya.

"Gak bisa." Nesya akhirnya menyahut. Lalu ia mengalihkan pandangannya pada karyawan toko perhiasan tadi. "Mba, maaf. Nanti kita balik lagi ya ... ayok, Rel." Tangannya kini berusaha menarik Farel agar melangkah dari tempat itu.

"Ayo selesain ini dengan benar. Kamu gak bisa terus-terusan kayak gini, Sya. Abis undangan, cincin, terus apa lagi? Ini bukan cuma nyakitin aku, tapi juga gak adil buat dia. Semua ini gak akan bikin kamu ngerasa lebih baik, tapi malah nyiksa kamu lebih jauh."

Nesya meremat tangannya semakin kuat. Kakinya mendadak lemas, tapi ia berusaha untuk tetap berdiri di tempatnya, sebab untuk lanjut melangkah pun terasa sulit.

Ia memang sedang menyiksa dirinya sendiri. Nesya tak mampu merasa bahagia dengan keputusannya, untuk itu lah ia memilih untuk menyiksa dirinya agar sama menderita seperti perbuatannya pada Adam.

"Aku mau ngomong berdua sama Adam." Nesya akhirnya mengeluarkan suara yang terdengar pelan, seraya menoleh pada Farel yang masih berdiri di sampingnya.

"Kamu beneran gak papa?"

Nesya mengangguk.

Hingga ia dapat merasakan genggaman di tangannya terlepas, diiringi Farel yang melangkah meninggalkannya, demi memberikannya ruang untuk berbicara dengan Adam.

Nesya pun membalikan tubuhnya hingga kembali berhadapan dengan Adam. Tangannya mengepal semakin kuat, seiringan dengan keinginannya untuk menghambur ke pelukan sang mantan.

"Maafin aku ... maaf karena udah buang-buang waktu kamu sampai selama ini, maaf karena aku milih buat nyerah duluan. Maaf karena harus ninggalin kamu, maaf –"

Nesya tak sanggup melanjutkan kalimatnya, seiringan dengan pertahanan kakinya yang tak mampu lagi menopang tubuhnya. Wanita itu nyaris terjatuh, jika Adam tak segera menahan tubuhnya dengan menangkap kedua bahunya.

Adam menelan ludahnya yang terasa keras, saat melihat sosok di hadapannya sudah menarik kedua tangan untuk menutupi wajahnya. Berikutnya suara tangis mulai terdengar, seiring dengan bahunya yang berguncang bersama isakannya.

Beberapa minggu yang lalu, ia terus bertanya-tanya. Mengapa Nesya enggan menemuinya? Mengapa hubungan yang berjalan lima tahun hanya berakhir melalui pesan digital? Segalanya terasa tidak adil, hingga hari ini Adam menyaksikannya sendiri.

Nesya juga tidak sanggup menghadapi perpisahan ini. Wanita itu tengah berjuang untuk menekuri langkah yang diambilnya, meski harus menyiksa dirinya sendiri.

FriendhomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang