BAB 5

97.9K 6.9K 290
                                    

Edgar kini tengah duduk berdua dengan Aleandra di sebuah cafe yang berada tepat di depan gedung perusahaan Edgar.

Sengaja mereka memilih untuk berbincang di cafe, selain karena Aleandra canggung jika harus masuk ke gedung perusahaan Edgar. Aleandra juga merasa haus karena perjalanan jauh kemari dan karena perdebatan batinnya soal Sheina yang membawa lari uang tabungannya.

"Aku tidak akan bertanya alasan mu mengapa kau mendadak berubah pikiran, tapi aku akan bertanya apa kau serius ingin menerima tawaran ku untuk menikah? Karena jika kita menikah, tugas mu bukan hanya untuk hamil. Tapi juga berperan sebagai istri ku, kau tau tugas istri itu apa bukan?"

Edgar yang duduk di sebrang Aleandra akhirnya buka suara, menatap Aleandra dengan pandangan serius.

Aleandra menganggukan kepalanya, "Tugas seorang istri itu melayani suam-"

"Bukan melayani, istri itu bukan pelayan. Yang ku maksud adalah kita akan menikah secara resmi, kau akan resmi menjadi istri ku. Berarti kau harus bisa berperan sebagai istri, yang pertama sudah pasti soal ranjang, yang kedua kau harus bisa menjadi gandengan ku dalam setiap acara bisnis atau sejenisnya. Kau harus hadir dengan ku sebagai seorang istri. Hanya itu saja. Soal hamil, aku memang menginginkan keturunan, tapi tidak perlu terburu-buru."

"Tidak perlu berkonsultasi kepada dokter untuk proses kehamilan. Kau bisa fokus pada sekolah mu dahulu, kau ingin kembali bersekolah bukan?" tanya Edgar pada Aleandra yang Aleandra jawab dengan anggukan kepala.

"Saya putus sekolah saat kelas 2 SMA, karena keterbatasan biaya. Saat itu masih belum ada donatur di panti, biaya dari pemerintah juga hanya mencover semuanya, bahkan setengahnya saja tidak ada. Saya akhirnya putus sekolah. Saat donatur mulai berdatangan, anak-anak di panti pun bertambah. Makin banyak orang tua yang membuang anak mereka di panti dan juga Ibu Rani membawa semakin banyak anak jalanan ke panti. Saya tidak tega kalau harus mengambil uang donatur untuk keperluan saya sendiri sedangkan anak asuh panti saja banyak sekali. Belum lagi yang bayi."

Edgar menganggukkan kepalanya mengerti, "Jadi pada intinya kau ingin kembali bersekolah bukan? Apa ada lagi yang kau inginkan, sebagai syarat kita untuk sepakat menikah?"

Aleandra terdiam, ia meremas jemarinya gugup. Agak ragu untuk membicarakannya dengan Edgar. Tapi mereka sudah sepakat, bahwa pernikahan mereka harus saling menguntungkan satu sama lain. Tidak boleh ada yang merugi, Edgar sudah mengatakan keinginannya untuk memiliki anak, sekarang giliran Aleandra untuk mengatakan keinginannya.

"Kalau bisa aku ingin Pak Edgar membantu Bu Rani, baik dari segi hutang hingga membesarkan anak-anak panti. Bukan hanya saya yang butuh sekolah, anak-anak panti juga butuh."

"Oke, itu saja? Kalau ada yang kau inginkan lagi kau bisa katakan pada ku. Mungkin sekarang belum terpikirkan oleh mu apa yang kau inginkan jadi kau bisa katakan apa yang kau inginkan nanti. Terlebih lagi jika kita sudah menikah nanti, kau harus menyampaikan apapun yang kau inginkan pada ku. Apa kau mengerti?"

Melihat Aleandra menganggukkan kepalanya, Edgar kembali melanjutkan. "Aku mungkin akan terdengar seperti laki-laki mesum karena membahas ini, tapi saat kita menikah nanti kau harus tahu bahwa kita menikah sungguhan dan peran kita pun sungguhan, kau paham maksud ku bukan? Dan soal rumah, kau tidak usah khawatir. Aku akan membelikan rumah terpisah untuk mu tinggal, kita tidak perlu tinggal dengan Sophia."

Wajah Aleandra bukannya bersinar gembira karena akan dibelikan rumah oleh Edgar, Aleandra justru terlihat tidak senang.

"Kita akan tinggal terpisah dari Bu Sophia?" tanya Aleandra memastikan, berharap bahwa sebelumnya ia hanya salah dengar saja.

"Iya, kenapa?"

Ini tidak benar, tinggal terpisah dengan Bu Sophia itu tidak benar.

Saat Edgar tinggal bersama Sophia saja Edgar sudah jarang pulang, jarang memberikan atensi kepada Sophia. Apalagi jika tidak tinggal bersama.

Aleandra The Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang