Bab 22

80.9K 6.1K 306
                                    

Aleandra tertawa geli ketika Edgar menggendongnya saat pintu lift terbuka, mereka sudah berada di hotel dan sedang menuju kamar mereka.

"Edgar.. jangan begini, kalau ada tamu lain yang datang bagaimana?" Aleandra memukul pelan bahu Edgar, berharap tindakan kecilnya itu membuat Edgar menurunkannya kembali. Namun aluh-alih menurunkan Aleandra dari gendongannya, Edgar justru merapatkan tubuh Aleandra ke sudut dinding lift yang dingin.

Edgar mengecup leher Aleandra sembari menggendong Aleandra, membuat Aleandra mendesah pelan dan mau tak mau melingkarkan tangannnya di leher Edgar dan juga kakinya di pinggang Edgar.

"Edgar.." desah Aleandra pelan, Aleandra mendongak dan matanya tak sengaja melihat ke arah cctv yang berada di atas, menyorot tepat ke arah mereka. "Edgar, di sini ada cctv."

"Biarkan saja, aku akan memerintahkan mereka untuk menghapus rekamannya nanti. Biarkan aku mencumbu mu sebentar. Tenang saja aku tidak akan menelanjangi mu di sii, aku tidak mau orang lain melihat tubuh indah mu. Tidak ada yang boleh melihatnya selain aku." Edgar bicara dengan suara tertahan, wajahnya masih terbenam di leher Aleandra.

Aleandra hanya melenguh pelan, menggigit bibirnya berusaha untuk tidak mendesah kencang karena Edgar menggigit lehernya, memberikan tanda cintanya di sana.

Lift berdenting sebelum terbuka, Edgar melangkah keluar dari lift masih dalam keadaan menggendong Aleandra, Edgar seolah tak kesusahan saat membuka pintu kamar hotel presidential suite itu sementara Aleandra masih dalam gendongannya.

Sesaat pintu kamar berhasil Edgar tutup, saat itu juga Edgar membaringkan Aleandra di atas sofa, Edgar mulai mencumbu Aleandra kembali mulai dari memberikan kecupan di kening Aleandra, lalu turun ke hidung dan bibir. Edgar mengulum bibir atas dan bawah Aleandra bergantian, tak lupa menelusupkan lidahnya ke dalam untuk membelai lidah Aleandra dengan lihai.

Aleandra agak kesulitan mengimbangi Edgar yang menggebu-gebu, Aleandra bahkan harus memukul pelan dada Edgar sebagai tanda bahwa ia kesulitan bernafas.

Edgar melepaskan ciuman mereka berdua, memperhatikan Aleandra yang meraup oksigen sebanyak-banyaknya saat ciuman mereka terlepas. Edgar hanya tersenyum melihat hal itu sembari tangannya terulur mengusap sudut bibir Aleandra yang basah karena saliva mereka.

“Ada apa dengan mu, kenapa kau menggebu-gebu sekali?” tanya Aleandra komplain.

Edgar kembali terkekeh, “Maafkan aku, aku hanya merindukan mu. Kau tahu akhir-akhir ini aku sibuk bukan? Sibuk karena pekerjaan ku dan juga karna Kak Logan. Aku sudah merindukan berada di dalam mu sejak beberapa hari yang lalu, tapi aku selalu pulang larut. Aku tidak tega membangunkan mu atau pun mengganggu mu saat kau belajar. Ku dengar kau akan segera ujian semester.”

Aleandra agak terenyuh mendengar penjelasan Edgar, “Kalau kau menginginkannya minta saja padaku, aku akan menolak jika memang tidak bisa. Tapi jangan sungkan meminta, kau kan suami ku.”

“Baiklah aku tidak akan sungkan memintanya, tapi kau juga tidak boleh sungkan menolak ku. Tugas mu bukan untuk melayani ku oke? Tugas mu itu berada di sisi ku dan mencintai ku. Kau mengerti?”

Aleandra menganggukkan kepalanya, ia merentangkan tangannya lebar-lebar. “Ayo sini cium aku lagi. Lepaskan semua rindu mu padaku malam ini.”

Edgar meraih tangan Aleandra dan mengecupnya, “Kau juga.. Jangan takut mengeluarkan desahan mu, tidak akan ada yang bisa mendengar kita di sini. Kau bisa teriak sesuka mu.” Ciuman Edgar naik ke lengan Aleandra, lalu ke bahu, ke leher hingga Edgar kembali mendaratkan bibirnya di bibir Aleandra.

Menghisap, mengulum dan menggigit bibir Aleandra selagi tangan Edgar bergerak meraba seluruh tubuh Aleandra. Melucuti pakaian Aleandra satu persatu, hingga Aleandra telanjang bulat di bawahnya.

“Kau cantik sekali, sayang.” bisik Edgar di telinga Aleandra saat ia melihat Aleandra telanjang bulat. Edgar mengangkat tubuh Aleandra dan memangku Aleandra yang telanjang di atas tubuhnya yang masih berpakaian lengkap.

Dada telanjang Aleandra berada tepat di depan wajah Edgar, Edgar tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, Edgar segera meraup kedua payudara sintal Aleandra itu dengan kedua tangannya, memberikan pijatan-pijatan lembut di sana sebelum lidah Edgar terulur membelai nipple Aleandra hingga mengeras.

Tubuh Aleandra melengkung, ia membusungkan dadanya menikmati setiap sentuhan yang Edgar berikan. Tanpa malu dan ragu-ragu Aleandra mendesah tiap kali putingnya dipilin dan dihisap oleh Edgar. Rasanya ngilu namun nikmat, Aleandra menyukainya maka dari itu ia semakin mendekap kepala Edgar di dadanya.

Aleandra mulai panas dingin, tubuhnya mulai bergerak di atas pangkuan Edgar, bergerak maju mundur menggeser bagian bawahnya yang telah basah itu pada tonjolan keras di bawah sana.

“Edgarhh..”

Edgar menyadari Aleandra yang sudah terbawa suasana, Edgar bisa merasakan celananya ikut basah karena cairan Aleandra. Edgar mengangkat panggul Aleandra untuk memudahkannya membuka resleting celananya dan mengeluarkan kebanggaannya yang telah mengeras bagai batu itu.

Edgar mengarahkannya ke inti Aleandra, sembari satu tangannya yang lain mengarahkan pinggul Aleandra untuk turun. Yang Edgar rasakan adalah basah, hangat dan ketat. Ia menggeram pelan merasakan intinya seolah dipijat dan disedot masuk oleh milik Aleandra.

“Sayang ku, gerakkan pinggul mu sayang. Iya begitu. Pintar.” Edgar meracau saat Aleandra bergerak naik turun di atas pangkuannya. Edgar memandang wajah Aleandra yang memerah, Ia senang melihat Aleandra yang dengan semangat menggerakkan pinggulnya, Edgar suka sisi liar Aleandra ini.

Edgar menarik dagu Aleandra, kembali menyatukan bibir mereka berdua. Saling mencumbu satu sama lain dalam keadaan menyatu. Rasanya Edgar ingin melakukan hal ini sampai matahari terbit, bibir Aleandra dan tubuh Aleandra membuatnya kecanduan.

***

“Mereka tidak pulang.” Diana melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul dua belas malam. “Nyonya, mungkin saat ini Aleandra berhasil membuat Tuan Edgar tidur di luar dengannya tapi lain waktu mungkin Aleandra akan membuat Tuan Edgar tidak pulang lagi kemari. Menurut saya sepertinya Nyonya harus lebih tegas lagi kepada Aleandra, sebelum semuanya terlambat Nyonya.”

“Tapi aku takut diusir dari rumah ini oleh Edgar, setelah menampar Aleandra. Edgar mengancam akan mengusir dan menceraikan ku, Aleandra pun tidak takut padaku. Aku tidak tahu harus bagaimana.” Jawab Sophia pelan, ia pun bingung. Ia tidak ingin diceraikan oleh Edgar, tidak ingin juga melihat Aleandra mengambil tempatnya.

Sophia memang yakin bahwa Edgar pasti akan kembali mencintainya jika ia sehat dan cantik kembali, tapi kapan waktu itu akan tiba? Bagaimana jika ia sudah berhasil sembuh dan cantik, Edgar justru sudah terlanjur jatuh lebih dalam ke dalam tipu muslihat Aleandra? Sophia takut, ia takut kalah dari Aleandra.

Diana melirik Sophia sinis, ia kesal mendengar Sophia yang terkesan takut-takut untuk menghadapi Aleandra. Kalau bukan Sophia yang bisa melawan Aleandra lalu siapa lagi. Diana selama ini bersikap baik kepada Sophia karena ingin menjadikan Sophia sebagai alatnya untuk menyiksa Aleandra, tapi kalau Sophia tidak bisa ia pergunakan maka sia-sia perjuangan Diana selama ini.

Ahh.. Menyebalkan.

Kalau Sophia tidak berguna baginya, lebih baik Sophia mati saja.

Aleandra The Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang