Bab 21

75.4K 6.4K 199
                                    

Edgar membawa Aleandra ke restoran, tak lupa Edgar menarikkan kursi untuk Aleandra duduki. Meski tadi pagi mereka sempat bertengkar, Edgar tidak mengabaikan Aleandra, ia tetap memperlakukan Aleandra dengan baik. Pertengkaran mereka tadi pagi tidak akan membuat sikap Edgar berubah terhadap Aleandra.

"Kita pesan makanan dulu sebelum bicara, kau bisa pilih menu apa yang kau inginkan." Edgar memberikan Aleandra salah satu buku menu, membiarkan Aleandra memilih menu makanan yang ingin ia makan sementara Edgar juga memilih menu makanannya sendiri.

"Kau mau pesan apa?" tanya Edgar pada Aleandra saat pelayan restoran menghampiri mereka.

"Spaghetti aglio e olio." jawab Aleandra sembari membaca buku menu.

"Itu saja, kau tidak mau memesan yang lain lagi?"

Aleandra menggelengkan kepalanya, "Itu saja cukup."

"Minumnya?" tanya Edgar lagi, wajah Aleandra terlihat gelagapan. Aleandra sebenarnya malu dibawa ke restoran mahal seperti ini. Ia takut ia salah bicara, contohnya salah menyebut nama menu.

"Samakan saja dengan mu."

Edgar mengangguk mengerti, Edgar memesan makanannya dan juga Edgar memesan sebotol wine untuk menemani makan malam mereka.

"Aku pesankan juga steak medium rare untuk mu, kau harus mencobanya. Restoran ini terkenal dengan steak andalan mereka." jelas Edgar pada Aleandra saat pelayan pergi membawa kertas berisikan pesanan mereka.

Edgar berdeham, selagi menunggu makanan mereka siap disajikan Edgar akan mulai bicara dengan Aleandra. Melanjutkan hal yang tadi pagi mereka bahas sampai bertengkar cukup hebat.

"Aleandra.. pertama-tama aku mau meminta maaf kepada mu, maaf karena tadi pagi aku terlalu terbawa suasana dan membentak mu. Padahal kau tidak salah sama sekali, kau sudah menolak Julian dan tidak ada yang harus kita perdebatkan dari hal itu. Aku mungkin hanya terlalu sensitif karena aku pusing soal pekerjaan ku dan juga soal masalah Logan. Logan hampir ditembak mati oleh putranya sendiri dan itu cukup mengguncang ku sebagai seorang adik sepupu dan juga paman. Pikiran ku saat itu sedang kacau hingga melampiaskan semuanya kepada mu, maka dari itu aku minta maaf."

Aleandra menganggukkan kepalanya mengerti, ia paham kalau Edgar sedang banyak masalah. Ia tahu seberapa sibuk Edgar akhir-akhir ini dan Aleandra juga merasa salahnya yang tiba-tiba membawa Julian dalam pembicaraan mereka tadi pagi.

Seharusnya Aleandra sadar kalau Edgar pasti akan cemburu jika ia menyebut nama laki-laki lain, terlebih lagi laki-laki itu sempat menyatakan cinta padanya.

"Tidak masalah Edgar, aku paham. Kau juga berhak marah."

Edgar meraih tangan Aleandra yang berada di atas meja, menggenggam tangan itu dengan erat. "Bukannya aku tidak suka kau membahas soal Julian, bukannya aku juga tak suka kau berteman dengan laki-laki lain. Aku hanya tidak suka fakta bahwa Julian sempat menyatakan perasaannya kepada mu dan kau baru memberitahukannya kepada ku sekarang. Hal itu membuat ku merasa kau menolak Julian semata-mata hanya karena kau sudah terlanjur menikah dengan ku, membuat ku merasa seandainya kau bukan istri ku kau pasti akan menerima Julian sebagai kekasih mu. Memikirkan hal itu saja sudah membuat ku kesal."

Aleandra balik menggenggam tangan Edgar sama eratnya, "Kau cemburu?" tanya Aleandra dengan senyuman.

Edgar berdeham dan mengangguk pelan, tidak ada yang perlu disembunyikan ia memang merasa cemburu.

"Apa kau secinta itu padaku?" tanya Aleandra lagi.

Edgar kembali mengangguk.

"Sejak kapan?"

Edgar menghela nafas berat, ia bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada Aleandra.

"Aku tidak tahu secara pasti sejak kapan perasaan ini muncul dan semakin hari semakin membuncah, tapi satu hal yang pasti saat itu aku hanya ingin membantu Bu Rani yang meminta tolong kepada ku karena Bu Rani bilang ada salah satu anak pantinya yang kesulitan mendapat pekerjaan karena tidak memiliki ijazah. Aku membantu Bu Rani dan menempatkan mu sebagai pengurus Sophia, karena saat itu tidak ada satu pun pelayan yang mau mengurus Sophia. Kau tahu sendiri kan kenapa mereka tidak mau mengurus Sophia? Aku sudah menceritakannya kepada mu."

Aleandra menganggukkan kepalanya, ia ingat itu. Aleandra ingat alasan kenapa pelayan tak mau mengurus Sophia.

"Sejak kau datang ke rumah, aku memang sudah tertarik kepada mu. Tapi dulu hanya karena aku penasaran, wanita muda seperti mu, apakah kau akan sabar merawat Sophia yang tidak bisa apa-apa? Kau bukan perawat, kau juga bukan anggota keluarga Sophia tapi kau merawat Sophia lebih-lebih dari keluarganya. Saat tidak ada pelayan yang sudi membasuh kotoran Sophia, kau justru bersedia melakukannya. Aku memperhatikan mu Aleandra, aku memperhatikan mu dan membandingkan mu dengan pelayan yang lain."

"Saat pelayan yang lain mengurus Sophia dengan kening berkerut dan sumpah serapah karena mereka jijik melakukannya, kau justru melakukannya sembari bersenandung. Sejak saat itu aku mulai semakin sering mengamati mu, baik saat aku pulang setelah berhari-hari tak pulang ke rumah atau bahkan mengamati mu melalui rekaman cctv yang ada."

Aleandra agak terkejut dengan hal ini, ia tidak tahu kalau Edgar ternyata sudah memperhatikannya sejak ia pertama kali bekerja di rumah Edgar.

"Awalnya aku hanya menonton mu sebagai hiburan, tapi lama kelamaan aku mulai penasaran dengan mu, aku mulai mencari tahu kenapa kau bisa berada di panti asuhan dan semacamnya. Hal itu juga yang membuat ku tahu kalau Bu Rani ternyata sedang terlilit hutang karena donatur lainnya mendadak tak lagi mengirimkan biaya bantuan dan juga biaya bantuan dari pemerintah yang tak pernah turun. Aku yang merasa sudah mengenal mu hanya dari mengamati mu dari jauh dan dari cctv merasa kau adalah orang yang tepat, orang yang layak untuk ku jadikan Ibu dari anak-anak ku. Aku sudah sejak lama ingin memiliki keturunan tapi aku tidak ingin wanita sembarangan mengandung anak ku. Aku tidak ingin kejadian Sophia terulang kembali."

"Maka dari itu aku menawari mu perjanjian pernikahan kita, kita menikah, kau berikan aku keturunan maka aku akan sejahterakan hidup semua anak panti dan juga dirimu. Tapi aku serakah, aku ingin lebih.. aku tidak mau hanya diberi keturunan, aku juga mau hati mu. Aku mau kau menjadi milik ku sepenuhnya, dan melihat Julian dekat dengan mu membuat perasaan cemburu ku tersulut. Bagi ku tidak ada yang boleh berada di sisi mu selain aku."

Edgar jujur mengungkapkan semua isi hatinya, kecuali satu hal yang tak Edgar katakan kepada Aleandra. Yaitu fakta bahwa Edgar sebenarnya adalah dalang di mana donatur panti mendadak tak mengirimkan donasi bulanan mereka. Itu semua atas perintah Edgar, Edgar tahu hal itu akan membantunya untuk dekat dengan Aleandra.

Soal hal itu Aleandra tidak perlu tahu, biar ini jadi rahasia Edgar selamanya.

"Edgar, kalau memang kau cinta pada ku. Boleh aku minta satu hal padamu?"

Kening Edgar berkerut, "Kalau ini soal menceraikan mu setelah kau memberi ku keturunan maka jawabannya tidak, aku tidak akan mau menceraikan mu."

Aleandra menggelengkan kepalanya, "Bukan itu yang aku inginkan."

"Lalu apa, kau ingin aku menceraikan Sophia? Kalau itu mau mu aku akan segera menceraikannya."

"Bukan itu Edgar, aku hanya ingin kau memberhentikan Diana. Aku merasa Diana membawa pengaruh buruk kepada Kak Sophia."

Edgar menghela nafas lega, ia pikir Aleandra akan meminta sesuatu hal yang tak dapat ia kabulkan. "Ah soal itu.. baiklah aku akan memecat Diana."

Aleandra tersenyum lebar, "Terima kasih."

"Aku tidak terima kata terima kasih, kalau kau mau berterima kasih kepada ku lakukan dengan cara yang lain."

Alis Aleandra bertaut, "Cara yang lain?"

"Malam ini kita tidak akan pulang, kita akan ke salah satu hotel milik ku. Kau mau kan?"

Pipi Aleandra mendadak memanas mendengar kata hotel, ia tahu apa yang Edgar inginkan sampai mengajaknya ke sana.

Aleandra menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, bertepatan saat makanan mereka datang diantarkan pelayan.

"Kalau begitu makan lah yang banyak agar kau memiliki tenaga. Karena malam ini aku tidak akan membiarkan mu tidur barang sedetik pun."

Aleandra The Antagonist [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang