“Jadi kau tidak ingin melepaskan ku meski aku sudah memberikan keturunan nanti?”
Edgar meraih tangan Aleandra dan menggenggamnya erat, “Ya, aku tidak akan mau melepas mu. Meski kau memohon untuk dilepaskan sekali pun, aku tidak akan mau.”
“Tapi aku sudah berjanji dengan Kak Sophia untuk pergi jika aku sudah memberikan mu keturunan.” ujar Aleandra lagi.
Edgar berdecak sebal, “Kalau kau berani meninggalkan aku hanya karena dia, aku tidak akan memaafkan mu dan juga Sophia. Aku akan mengurung mu di rumah ini dan mengusir Sophia, jadi jangan pernah kau berpikir di kepala mungil mu itu untuk meninggalkan ku. Karena aku akan melakukan segala cara untuk menjebak mu bersama ku. Termasuk mengancam mu dengan keselamatan anak panti.”
Mata Aleandra membesar, “Jangan bawa-bawa anak panti dalam permasalahan kita Edgar.”
“Kau sendiri membawa-bawa Sophia dalam permasalahan kita, hubungan ku dengan mu. Soal perasaan ku pada mu, bahkan pernikahan kita. Tidak ada sangkut pautnya dengan Sophia. Kisah ku dengan Sophia sudah lama selesai, kau bukan penjahatnya di sini. Jadi stop merasa bersalah.” Edgar menatap mata Aleandra, “Atau jangan-jangan rasa bersalah itu hanya alibi mu saja? Kau sebenarnya tidak mau terus bersama ku bukan? Hanya aku yang telah jatuh hati di sini sedangkan kau tidak.”
Aleandra menggelengkan kepalanya, bukan begitu. Edgar salah tangkap. Perasaan Edgar tidak bertepuk sebelah tangan. Aleandra juga memiliki rasa yang sama, setelah mereka menikah, setelah menjalani hari hari bersama dengan Edgar. Merasakan sentuhan dan kasih sayang dari Edgar, mustahil Aleandra tidak merasakan getaran di hatinya.
Aleandra pun telah menaruh hati kepada Edgar, hanya saja ia menahannya mengingat bahwa Edgar tidak sepenuhnya miliknya.
“Bukan begitu Edgar, jujur aku juga mencintai mu. Kalau aku tidak punya perasaan itu terhadap mu pasti aku sudah menerima Julian saat Julian mengajak ku untuk menjadi kekasihnya.”
Satu alis Edgar terangkat, “Apa kau bilang barusan? Julian melakukan apa?”
Aleandra menutup bibirnya, ia salah bicara. Ia tidak harusnya membawa-bawa Julian dalam pembicaraan mereka.
Bulu kuduk Aleandra berdiri saat melihat Edgar menatapnya dengan tatapan tajam.
“Aku menolaknya, oke? Aku tidak menerima perasaannya. Jadi jangan marah.”
Edgar berdecih, “Bagaimana aku tidak marah, istri ku hampir direbut orang lain. Sudah pasti aku marah.”
Aleandra menggelengkan kepalanya, “Julian tidak bermaksud merebut, dia bahkan belum lama ini tahu kita suami istri.”
Rahang Edgar mengeras, “Kau membelanya?”
“Bukan begitu Edgar..”
“Sudahlah, kita bicarakan hal ini nanti. Aku harus pergi, ada yang harus ku urus dengan Logan.”
Edgar pergi begitu saja meninggalkan Aleandra, Aleandra mengacak-acak rambutnya frustasi. Kenapa mereka jadi bertengkar begini?
Aleandra duduk di pinggiran ranjang, sesaat ia duduk pintu kamar kembali terbuka. Awalnya Aleandra kira itu Edgar tapi ternyata yang masuk tanpa mengetuk pintu adalah Sophia dan Diana.
Apa lagi yang mereka mau kali ini?
Diana mendorong kursi roda Sophia mendekat ke arah Aleandra, “Nyonya Sophia mau bicara dengan mu.”
“Seharusnya kau mengetuk dulu, ini kamar ku. Privasi ku, kalian tidak seharusnya masuk sembarangan kemari.” protes Aleandra, namun tampaknya keluhannya tersebut hanya dianggap angin lalu oleh Diana dan Sophia.
“Ini bukan rumah mu Aleandra, ini rumah Tuan Edgar. Dan Nyonya Sophia ingin bertemu dengan mu, ingin bicara dengan mu. Kau tidak punya hak untuk melarang Nyonya Sophia masuk ke kamar ini.” balas Diana memutar perkataan Aleandra, padahal Aleandra tidak ada mengatakan larangan. Aleandra hanya ingin privasinya dihargai. Mengetuk pintu sebelum masuk tidak sesulit itu.
“Kalau Kak Sophia kemari untuk minta maaf atas kejadian sebelumnya, tidak apa. Aku tidak marah, lagi pula aku tidak merasakan sakit.” Aleandra malas berdebat.
“Percaya diri sekali kau Aleandra, mana mungkin Nyonya Sophia rela datang kemari untuk minta maaf padamu. Memangnya kau itu siapa?” Diana kembali memancing emosi Aleandra, membuat Aleandra yang sudah pusing semakin merasa pusing.
“Lalu tujuan kak Sophia kemari apa?” Aleandra mengabaikan Diana, fokusnya hanya pada Sophia yang duduk di kursi roda.
Dengan susah payah Sophia membuka bibirnya, bergerak menyampaikan kalimat kepada Aleandra.
“Pergi dari sini, ceraikan Edgar. Aku akan membayar mu sebanyak yang kau mau tapi ceraikan Edgar.”
Aleandra menghela nafas, di saat Sophia bisa meminta maaf atas tindakannya yang menampar dan meludahi Aleandra, tapi justru ini yang Sophia lakukan? Menyuruh Aleandra pergi dengan iming-iming uang.
Kalau saja Sophia menawarkannya kepada Aleandra yang dulu, Aleandra yang belum jatuh hati kepada Edgar. Mungkin Aleandra akan menerimanya dengan senang hati, tapi untuk sekarang Aleandra tidak bisa.
“Aku tidak mau.” jawab Aleandra singkat.
“Kau bilang saat itu kau akan meninggalkan Edgar setelah memberi Edgar keturunan, sekarang kau tidak perlu memberikan Edgar keturunan. Aku yang akan melakukannya, kau cukup pergi dengan uang di tangan mu.”
Aleandra kembali menggelengkan kepalanya, “Tidak mau.” keputusan Aleandra tetap sama, menolak tawaran Sophia.
Sophia mengepalkan tangannya, urat-urat lehernya menonjol karena emosi. “Kau penipu, kau bilang kau akan pergi! Tapi sekarang kau tidak mau, dasar munafik. Tujuan mu memang ingin merebut Edgar dari ku kan?! Kau tidak ingin segepok uang tapi kau ingin memiliki segalanya!”
Aleandra pusing, dan teriakan Sophia membuat emosi Aleandra tersulut.
“Kalau iya kenapa? Kalau aku ingin memiliki semuanya kenapa? Kau tidak suka? Kalau kau tidak suka komplain pada Edgar, suruh Edgar menceraikan ku. Aku yakin dia tidak akan mau, karena apa? Karena Edgar mencintai ku. Dia tidak akan mau melepaskan ku, dan aku juga tidak mau melepaskannya.”
Tatapan mata Aleandra menajam, “Untuk apa aku meninggalkan Edgar demi sekoper uang jika aku bisa memiliki lebih dari itu. Apa pun yang ku minta pasti akan Edgar turuti, aku minta dia membantu panti asuhan tempat aku tinggal dulu dia bersedia, aku minta disekolahkan lagi dia menurutinya, untuk apa aku menerima uang yang tidak seberapa jika aku bisa mendapatkan lebih banyak dari Edgar? Mendapatkan uang lebih banyak dan kasih sayang lebih banyak.”
“Dasar pelacur!” hina Diana pada Aleandra.
“Iya aku pelacur, aku mendapatkan bayaran karena mau menikah dengan Edgar. Tapi bagaimana dengan mu Diana? Diberikan gratis saja Edgar tidak mau dengan mu.” Sudut bibir Aleandra terangkat membentuk seringai, “Edgar punya selera dan seleranya bukan wanita murahan seperti mu. Setidaknya Edgar perlu membayar mahal untuk bisa menikah dengan ku, perlu menjamin kehidupan anak panti dan menyekolahkan ku. Tapi dengan mu? Kau melempar tubuh mu secara gratis ke ranjang Edgar pun Edgar tidak akan sudi.”
“Wanita sialan, tutup mulut jalang mu itu!” teriak Diana tidak terima.
“Kau yang tutup mulut jalang mu itu Diana, kau bukan siapa-siapa. Berapa kali aku harus memperingatkan mu kalau kau itu cuma pelayan? Kau tidak berhak menghina ku apa lagi ikut campur dalam masalah rumah tangga ku. Tugas mu hanya membersihkan rumah, memasak, dan merawat Kak Sophia. Lakukan pekerjaan mu itu dengan benar, jangan melenceng dan ikut campur pada hal yang tidak perlu kau ikut campuri.”
Aleandra beralih pada Sophia, “Dan untuk Kak Sophia, aku masih menghargai mu sebagai istri pertama Edgar. Dan aku juga bersikap baik padamu semata-mata karena aku kasihan dengan keadaan mu. Tapi kalau kau bersikap kelewat batas aku tidak akan segan-segan membalasnya. Kau tahukan kalau Edgar sangat ingin menceraikan mu? Hanya satu permintaan dari ku saja, aku bisa membuat Edgar menceraikan mu saat ini juga.”
Sophia merasa kesal dengan perkataan Aleandra karena apa yang Aleandra katakan benar dan menusuk tepat ke ego Sophia.
“Sialan kau.”
—
Bab 20 besok~
KAMU SEDANG MEMBACA
Aleandra The Antagonist [END]
RomanceJadi istri kedua tidak pernah ada dalam daftar keinginan Aleandra. Tidak pernah sekalipun. Tapi disinilah Aleandra sekarang, menjadi istri muda dari pengusaha properti bernama Edgar Cornelius Blake.