Godaan Mantan

794 57 7
                                    


Mataku menyipit menatap tak percaya pria di hadapan. Dia ... ngapain di sini? Dia Maherza, mantanku zaman awal-awal kuliah dulu. Aku putusin karena dia berkhianat. Lalu pria yang biasa dipanggil Eza itu ngaku nyesel dan terus minta balikan. Aku menolak, karena bagiku sekali dikhianati pantang untuk balikan lagi.

Tapi, kala itu Eza gagal move-on dan terus memaksa ngajak balikan. Kemudian menghilang tanpa kabar setelah aku abaikan. Dengar kabar dari salah satu temannya, konon dia memilih pindah kuliah demi bisa move-on dari aku. Terus sekarang mendadak dia ada di hadapan, di dalam kantor yang sama. OMG! Kuharap dia udah move-on sepenuhnya.

"Jadi, bener ... bocah ingusan itu suamimu?" tanyanya sekali lagi.

Aku berdiri melipat tangan, berhadapan dengannya. "Kamu tahu dari mana soal suamiku? Sedangkan tadi pas dia nganterin aku ke sini, kamu gak ketemu sama dia?"

"Pas malem-malem kamu berselimutkan satu jaket berdua di halte," jelas Eza lantang.

Mataku membulat sempurna. Melirik ke bilik kerja Ulfa dan Rima. Mereka berdua mengulum bibir menahan senyum mendengar ucapan Eza. Oh, pantas saja waktu itu ada mobil warna merah melaju perlahan di depan halte. Jadi, itu si Eza rupanya. Ck!

"Aku pikir itu adek sepupumu."

"Itu ... suamiku."

Eza terkekeh lalu geleng-geleng mengejek. "Apa sih, yang kamu liat dari bocah itu, Sa?"

"Maaf, aku masih banyak pekerjaan." Aku berbalik siap kembali duduk di kursi kerja.

"Eits!" Eza mencekal lenganku. Aku pun urung duduk. Dia menarik lenganku kuat-kuat sehingga aku jatuh ke dalam dekapannya.

"Denger ya, kalau Bos lagi ngajak bicara itu hargai. Jangan dicuekin! Gak sopan itu namanya," lanjutnya.

Hah?! Seriusan, dia bos di sini sekarang? Ck, bakal ribet kalau begini ceritanya. Gegas aku menarik diri dari dalam dekapannya. Dia malah semakin mengeratkan pelukan.

"Sssth! Udah, nikmatin aja! Aku masih kangen sama kamu."

"Eza! Eum, Pak Eza, tolong lepaskan! Bapak juga yang sopan sama karyawan!" Kutatap tajam dirinya.

"Oke, aku lepasin. Tapi, lain kali bersikap yang sopan ya, sama Bos!" Dia lantas memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Berjalan dengan pongahnya ke ruangan bos.

Setelah setua ini, aku pikir dia sudah berubah menjadi dewasa. Tapi, nyatanya dia masih sama seperti dulu. Egois dan maunya menang sendiri. Maunya dihargai, tapi dia sendiri tidak mau menghargai orang lain. Aku tidak mengerti kenapa dulu bisa jadian sama cowok seperti dia. Argh!

"Ulfa, kenapa gak bilang kalau bos kita ganti?" tanyaku dengan nada setengah berbisik.

Ulfa berdiri dan mendekatkan wajahnya. "Lupa. Baru tadi pagi dia gantiin posisi Pak Broto."

"Kok bisa aku ketinggalan info, sih?" gerutuku.

"Dadakan banget, Fa. Soalnya Pak Broto lagi sakit, jadi perusahaannya dihendel sama Pak Eza. Pak Eza itu keponakan kesayangan Pak Broto," terang Rima ikut menimpali.

"Hah?! Seriusan, Eza keponakannya Pak Broto?" Rima dan Ulfa mengangguki tanyaku.

"Iya, keponakan kesayangan. Soalnya kan, Pak Broto gak punya anak laki-laki," jelas Ulfa.

Mataku menyipit dahiku mengernyit. "Kok bisa sih, kalian se-update ini?"

"Makanya Fa, sekali-sekali ikutan ngerumpi kita-kita biar update," kata Rima. Mereka berdua langsung tertawa.

Iya sih, emang selama ini aku terlalu fokus sama kerjaan. Kalau sudah bekerja, ya sudah,
tidak peduli dengan hal lain. Selesai kerja langsung pulang. Kalau teman kantor mengadakan acara kumpul-kumpul, aku gak pernah ikutan. Ya, se-monoton itu kehidupanku dulu. Tapi, sekarang ... sejak si Bocil hadir, hidupku tidak se-garing dulu. Jadi penuh warna.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang