Genap sepuluh hari kami cuti. Selama itu, kami benar-benar quality time. Melewati setiap detiknya bersama-sama. Kalau dia mengeluh bosan di rumah, aku papah dia jalan-jalan ke taman yang ada di ujung gang. Kami menikmati bakso atau es krim di sana. Terkadang tanpa sengaja bertemu dengan Reno. Entah kalau dia sengaja menguntit.Setelah sepuluh hari cuti, suamiku hari ini kekeh mau masuk kerja. Dia memang sudah bisa jalan meski masih sedikit agak pincang. Luka jahitannya juga sudah mengering, tetapi aku masih khawatir dengan keadaannya. Cuma nggak bisa berbuat banyak, dia terlalu ngeyel dan nggak mau mendengarkan nasehatku.
Akhirnya kami pun berangkat kerja, tetapi naik kendaraan umum. Tidak mengendarai motor. Aku masih takut kalau dibonceng naik motor. Takutnya kakinya masih belum kuat.
Di dalam angkot, tangan kami terus tertaut sepanjang jalan. Bahkan sampai kami memasuki area kantor, tangan kami masih terpaut seolah ada lemnya saja. Bocil tak mau melepaskan, padahal orang-orang yang melihat pada berdehem menggoda.
"Abaikan saja suara-suara sumbang itu, Sayang," katanya saat aku mengeluh malu, "Lagian, kita kan, udah sah."
"Justru itu. Terkesan norak, tauk!" sungutku.
"Kok norak, sih? Romantis ini, tuh." Dia lanjut mengecup punggung tanganku. Aku makin tersipu.
"Di sini banyak jomlo, woi!" teriak salah seorang pegawai.
"Sirik aja, lu!" omel si Bocil masa bodoh. Dia malah makin menjadi dengan mengecup punggung tanganku berulang kali di depan pegawai yang mengaku masih jomlo itu. Aku hanya terkekeh menahan malu, tapi suka diginiin.
"Safa, Dafa!"
Mendengar suara bariton itu memanggil dari arah belakang, kami pun berbalik dan berhenti. Menunggu Pak Broto mendekat. Saat aku berontak minta tanganku dilepas, dia menolak.
"Biarin aja kenapa, sih?" lirihnya.
"Malu," rengekku. Dia tak peduli dan tetap menggenggam tanganku meski Pak Broto sudah di hadapan.
"Mau nyebrang, gandengan muluk," goda Pak Broto. Aku tersipu, suamiku terkekeh sambil tetap menggenggam tanganku.
"Takut diambil orang, Pak," jawabnya. Aku auto meliriknya sambil senyum-senyum.
Pak Broto menggumam sambil manggut-manggut. "Oya, memangnya kakimu sudah kuat kalau dibawa bekerja? Kok sudah berangkat kerja?"
"Sudah kok, Pak. Aman," jawabnya bersemangat, "Lagian bosan juga, Pak, kalau di rumah terus. Nggak enak juga, masa cutinya kelamaan."
"Ya, nggak apa-apa sebenarnya. Saya kan, sudah bilang kemarin supaya kamu cuti sampai benar-benar sembuh total. Jangan maksain diri kalau memang masih sakit."
"Aman kok, Pak. Sudah bisa dibawa kerja, kok." Bocil tetap kekeh.
"Ya sudah, kalau memang begitu. Tapi, kalau capek istirahat, ya. Jangan diporsir!"
"Siap, Pak."
"Safa, kamu awasin ya, suamimu!"
"Pasti, Pak."
Pak Broto mengangguk-angguk, lantas pamit ke ruangannya. Aku mengantar suamiku ke ruang penyimpanan peralatannya. "Ingat kata Pak Broto tadi, kalau capek istirahat, ya. Aku nggak mau kalau kamu sakit lagi," kataku sebelum pergi ke bilik kerja.
"Cieee, segitu sayang dan bucinnya ya, sama aku?"
Aku menghela napas kasar, memutar bola dan berbalik siap pergi. Dia mengaduh, aku refleks balik badan lagi dan langsung memegangi kedua sisi bahunya. "Ke-kenapa? Apanya yang sakit?" Aku panik, dia pasang ekspresi kesakitan. Saat aku melihat ke arah kakinya, dia mengecup pipi ini. Argh! Kena jebakan betmen. Si bocil tertawa penuh kemenangan saat aku bersungut sebal.
*****
"Aku herannya, kenapa si Danira itu milih kamu. Padahal ada banyak laki-laki di sana waktu itu?" ucap Yanyan saat kami beberapa karyawan baik dari kalangan OB maupun staf sedang makan siang bersama.
"Orang stres aja tahu kalau kadar kegantengan aku itu emang tidak diragukan lagi," kata suamiku dengan gaya tengilnya. Beberapa pasang ekspresi mual, ada juga yang menghela napas kasar. Aku memutar bola mata.
"Gua bilang juga apa. Harusnya gak perlu dibahas lagi masalah itu. Bikin kenarsisan dia melambung aja," sahut Tejo teman seprofesi suamiku.
"Lah, gua mah menang ganteng," katanya dengan penuh percaya diri, "Iya kan, Sayang?" Pandangan mata kami bertemu. Detik kemudian dia mengedipkan sebelah matanya. Aku terbatuk karena ulahnya itu.
"Nih, minum-minum." Dia mengulurkan segelas air putih ke depan bibirku.
"Tuh, buktinya istriku aja sampek tersedak karena terpana dengan kegantengan aku." Dia masih lanjut dengan kenarsisannya. Padahal teman-temannya sudah mulai eneg kurasa.
"Sayang, cobain deh, punyaku enak banget ikannya." Dia mengulurkan sesendok nasi lengkap dengan lauk pauknya. Aku reflek menerima suapannya itu. Karena belakangan ini kami sering melakukan adegan ini di rumah.
"Bubar-bubar! Mendadak panas suhu di sini!" ujar Yanyan sambil beranjak. Yang lain pun kompak pindah ke meja lain karena tak sanggup melihat kemesraan kami. Padahal cuma suap-suapan doang elah!
*****
Akhir pekan Pak Broto mengajak kami semua untuk kemping di kawasan hutan lindung. Baik dari kalangan OB sampai pegawai berpangkat. Kondisi kaki si Bocil sudah sangat membaik, jadi tak ada salahnya kalau ikutan. Lagipula dia sangat antusias untuk turut serta.
"Maaf, Pak. Saya tidak bisa ikut, karena sudah ada planning bersama keluarga." Salah seorang pegawai bersuara. Disusul beberapa pegawai lain yang juga angkat suara tidak bisa ikut karena ada acara sendiri. Sampai pas hari keberangkatan, yang ikut hanya sedikit. Selain banyak yang ada acara keluarga, ada juga yang sakit dan tidak bisa ikutan.
Sampai di tempat perkemahan. Kami mendirikan tenda masing-masing. Yang sudah bersuami, tinggal satu tenda dengan pasangan masing-masing. Sedang yang belum berpasangan, yang perempuan tinggal satu tenda dengan sesamanya. Yang lelaki juga dengan sesama laki-laki beberapa orang jadi satu tenda. Tergantung kapasitas tendanya muat berapa orang. Untuk tenda dan perlengkapan lainnya, kami menyewa di tempat ini. Tentunya Pak Broto yang menghendel semuanya. Kami terima beres saja.
Acara ini dalam rangka peringatan hari pernikahan Pak Broto yang kesekian tahun. Setelah selesai mendirikan tenda, kami bagi tugas. Ada yang mengambil air untuk masak dan buat kopi. Ada juga yang mencari kayu bakar untuk masak sekaligus untuk api unggun malam nanti. Aku dan suamiku kebagian cari kayu bakar. Kami pun pergi ke dalam hutan bersama yang lainnya.
Saat aku asyik membungkuk memunguti ranting kayu kering, tiba-tiba suasana mendadak hening. Orang-orang yang tadi bising tak lagi terdengar suaranya. Aku pun tegak dan melihat ke sekeliling. Loh, orang-orang pada ke mana?
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU BOCAH
RomanceAWAS BAPER KUADRAT!!! Sama keuwuan bocil Dafa 19 tahun with istrinya, Mbak Safa 29 tahun. Ya, sejauh itu selisih umur suami istri ini.😉