Tak Seindah Cinta Yang Semestinya

973 63 25
                                    


"Hei, Mimu kenapa nangis sesenggukan begini?" Otakku masih berusaha mencerna segala yang sudah terjadi. Sebentar, ini di kamar? Bukannya tadi aku ada di jalanan, ya? Terus ... ini Miku? Bukannya tadi ....

"Mimu mimpi? Iya?" Diusapnya air mataku lalu mengusap lembut pucuk kepala ini. Masih bingung. Kesadaran belum terkumpul sempurna.

Mimpi? Jadi tadi itu cuma mimpi? Gegas aku beringsut duduk dan memeluk Miku erat.

"Miku jahaaat!"

"Jahat? Jahat kenapa? Memangnya apa yang aku lakukan?" Dia menjauhkan tubuhku. Melonggarkan pelukan lalu menatap wajah ini dengan ekspresi bingung.

"Tadi kamu mau ninggalin aku, Cil," sungutku. Telunjuknya langsung mengarah ke wajah ini.

"Hayooo, barusan manggilnya apaaa?"

"Eum, Miuw. Eh, Miku," ralatku nyengir.

"Ninggalin? Kapan coba? Orang aku dari tadi nonton tv, dan Mbak tidur di sini. Pas kebetulan masuk sini, Mbak udah nangis-nangis."

Kini gantian telunjukku yang mengarah ke wajahnya. Dia masih bingung belum sadar apa kesalahannya. Dia bertanya 'kenapa' dengan gerakan wajahnya.

"Miku yang buat aturan, Miku juga yang melanggarnya. Katanya udah sepakat mau manggil Miku sama Mimu, tapi barusan manggil apa coba?"

Dia cengengesan, garuk tengkuk kemudian minta maaf. Enak aja! Tidak semudah itu bufalo! Tadi aja aku dihukum. Masa dia enggak? Enak di dia dong! Aku melirik guling, dan secepat kilat tanganku menyambarnya lalu memukulkan ke bahu Miku tanpa ampun. Dia juga meraih bantal, dan perang bantal pun berlangsung sangat sengit.

Sampai akhirnya Miku terjatuh. Dia reflek mungkin niatnya mau pegangan tanganku, tapi aku tak punya kesiapan buat nahan dia. Kami pun jatuh ke lantai. Aku tertelungkup menindih badannya. Dalam hitungan detik kami saling tatap, terdiam menikmati detak jantung yang gemuruh tak beraturan.

"Malah keenakan dianya. Gak tahu apa suaminya engap," gumamnya. Gegas aku bangkit dan kembali ke atas kasur.

"Bangun-bangun sendiri. Gak ada inisiatifnya buat bantuin suami bangun." Dia lanjut ngedumel.

"Udah gede 'kan? Bisa bangun sendiri, 'kaaan?" Dia manyun dan nyusul duduk bersisian memeluk guling.

Detik kemudian dia tampak gelisah. Melirikku sekilas lalu mengalihkan pandangannya ke sisi lain. Menoleh lagi, kemudian mendongak menatap langit-langit kamar. Seperti akan bicara, tapi bingung mau mulai dari mana.

"Eh, jangan tidur dulu!" cegahnya sambil memegang lengan ini.

"Kenapa?"

"Eum, Mimu ...." Ucapannya terhenti, dia lanjut menggaruk kepalanya yang aku yakin sebenarnya gak gatal.

"Apaaa?"

"Udaaah ...."

"Ck, udah apaaa?!" Geram juga lama-lama.

"Selesai belum?"

Dahiku mengernyit tak paham. "Selesai apanya?"

"Itunyaaa." Matanya membidik ke arah terlarang.

"Awww!" ringisnya saat mendapat tabokan dariku.

"Orang nanya baik-baik malah digeplak!" sungutnya.

"Belum!" ketusku.

"Masih berapa lama lagi?"

"Lama. Bisa 10 hari lagi atau 15 hari lagi." Dia mendesah lesu. Aku mengulum bibir menahan tawa.

"Apa lagiiii?!" ketusku saat lagi-lagi aku dilarang berbaring.

"Ngomong-ngomong ... tadi mimpi apa? Kenapa sampek nangis sesenggukan gitu?" Dia menatapku antusias menunggu jawaban.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang