Tak Terkendali

727 56 5
                                    


Dia menghentikan mobilnya. Terkekeh melihatku menangis sesenggukan. Mengambil tisu dan menyodorkannya padaku.

"Hapus tuh, air mata. Kayak diapain aja sampek nangis segala! Kamu ketularan kekanakan tau nggak sih, sejak nikah sama bocah ingusan itu," cibirnya.

"Stop panggil suamiku seperti itu!" sentakku.

"Kenyataannya begitu," sahutnya angkuh. Dia lantas turun dan membukakan pintu mobil menyuruhku turun.

Setelah turun mataku memonitor sekeliling. "Kita ngapain ke sini?"

"Udah, ayok ikut!" ajaknya sambil menarik lengan ini.

"Bisa gak, gak usah narik-narik!" Dia langsung melepaskan cengkeramannya. Aku coba mengekorinya. Kami memasuki sebuah restoran terapung yang ada di pinggir pantai. Dulu, tempat ini adalah tempat favorit kami berdua.

"Kamu ngapain ngajak aku ke sini?"

"Mau makanlah, di restoran emangnya mau ngapain lagi?" ketusnya.

"Makan aja kenapa mesti sejauh ini, sih? Di dekat kantor kan, bisa?!"

"Udah, nurut aja sama Boss!" Ck, selalu saja bawa-bawa pangkat. Dia mengajakku masuk ke ruangan VVIP. 

"Duduk!" titahnya sambil menekan kedua sisi bahu ini. Aku duduk dan langsung menghadap ke laut biru. Ada banyak kapal hilir mudik di depan sana. Suasana yang aku suka. Andai saja di sini bareng Bocil, pasti seru.

"Kenapa senyum-senyum? Inget masa lalu kita dulu, ya?"

"Hah?! Enggak! Apaan sih, kamu Za."

"Halah, ngaku aja kamu! Masih inget kan, saat-saat manis kita di sini?"

Aku menggeleng masa bodoh. Lantas menikmati makanan yang sudah tersaji di hadapan. Menghargai makanan dan traktirannya semata. Gak lebih.

"Ada makanan yang blepotan," kata Eza siap mengelap sudut bibir ini pakai tisu. Gegas kurebut tisu dari tangannya.

"Aku bisa sendiri!" ketusku.

Kapan-kapan ajak Bocil ke sini, seru kali ya? Makan romantis di sini. Main air dan pasir di pantai. Naik boat berdua.

"Tuh, kan, kamu senyum-senyum lagi, Sa. Pasti inget pas kita dinner romantis malam dulu itu, 'kan? Emang itu tujuanku ngajak kamu makan di sini. Biar inget masa-masa manis kita berdua. Jadi, gimana? Udah mau mempertimbangkan tawaranku belum?"

"Tawaran yang mana, ya?"

"Tawaran buat balikan sama aku?"

Aku terbahak. "Bangun! Jangan mimpi kamu, Za! Aku gak akan pernah mau balikan sama kamu. Aku sekarang udah punya suami. Aku udah kenyang. Mau balik ke kantor. Terserah kalau kamu masih mau di sini berhalu ria!"

Kutinggalkan dia yang masih duduk mengepalkan tangan. Kurasa dia marah. Biarlah! Biar dia tahu seberapa pun besar usahanya buat meluluhkan hatiku, itu tidak akan pernah tercapai. Karena aku udah bener-bener gak ada rasa sama dia.

"Sa, tunggu!"

Tak kuhiraukan pekikannya. Aku memilih berlari meninggalkannya yang masih mengambil mobil dari tempat parkiran. Berdiri di pinggir jalan menunggu taksi lewat.

Eza berhenti tepat di hadapanku. Dia menurunkan kaca jendela mobilnya. "Masuk! Habis ini aku bakal ajak kamu ke suatu tempat lagi."

"Maaf ya, Eza! Aku gak ada waktu buat ikut jalan-jalan sama kamu! Aku masih banyak pekerjaan di kantor. Jadi, aku harus balik ke kantor. Kamu terserah kalau mau lanjut traveling!"

Aku berlari maju mengejar taksi dan memberhentikannya lantas masuk. "Jalan, Pak!"

"Baik, Mbak." Sopir taksi pun melaju. Eza terus mengejar sambil membunyikan klakson.

SUAMIKU BOCAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang